Seorang lelaki menelusuri jalanan dengan tongkat berwarna sebagai kompasnya, menepi, menapaki. Setumpuk keset kaki tersandang di kepala dan kemoceng bulu ayam tersandar di badannya.
Mencari sesuap nasi menempa hari berganti, penuh harapan pasti dengan sinar penuh harap yang memenuhi diri, satu dua tiga rejekinya, barangkali hujan menjadi kendalanya namun tiada kan berhenti karena untuk mengisi pundinya.
Semangat yang menghidupkannya untuk tidak menyerah menghadapi semua realita, perjalanan pagi dan sore, lalu senja pulang ke rumahnya, berbekal gorengan yang dibelinya untuk mengisi perutnya yang sudah biasa beradaptasi dengan ritme kehidupannya, tiada keluhan pernah tercetus dari dirinya, dia lebih suka menjalani hari tanpa berfikir apa-apa.