Tahun 1998  hingga 2008 adalah masa sulit perekonomian yang secara nyata adalah  sebagai berikut:
Pertama tumbangnya bank-bank Swasta yang sebelumnya menjamur begitu banyak dan cabang-cabangnya juga ada dimana-mana.Lalu pengangguran massal dari bank yang kolaps tadi,gedung-gedung megah menjadi kosong dan teronggok,beberapa mungkin sudah berpindah tangan alias ganti menajemen,beberapa masih berbentuk bangunan kosong melompong.
Kedua yang sangat nyata adalah harga kebutuhan pokok semisal beras dari 1000 rupiah menjadi  3000,tiga kali lipat,beberapa orang melakukan rush pembelian persediaan pangan,beberapa spekulan menumpuk barang untuk menambah keuntungan.Uang menjadi turun nilainya,harga naik jelas nilai uang turun.
Dollar dari semula 2000 menjadi 6000 lalu menjadi 15000,para spekulan membeli dolar untuk investasi.Harga tambah naik.Emas dari 100 ribu menjadi 200 ribu dengan kadar 75 persen.
Para ekportir mebel menangguk untung lumayan banyak dengan adanya pembayaran dengan nilai kurs Dollar.
Deposito bunganya mencapai hampir di angka 20 persen pertahun,bunga tabungan meninggi di angka 12 -15 persen,KPR yang bukan berbentuk flat naik drastis, kredit macet perumahan naik.Tabungan dalam bentuk valuta asing makin diminati karena pergerakannya  angka relatif naik pada masa itu.
Pemerintah dalam hal ini Bank Indonsia mencoba menarik dana dari rakyat untuk disimpan di Bank dengan iming-iming bunga tinggi,sementara sebagian besar menunggu situasi membaik dan tetap menyimpan uang dengan cara sendiri.
Menyeimbangkan dengan menekan dollar dengan kurs serendah mungkin,sehingga harga-harga barang yang berdasarkan patokan kurs dollar bisa lebih terjangkau dan tidak membebani masyarakat.
Setiap orang menahan diri pada masa itu untuk membeli untuk membeli sesuatu yang besar.
Lalu badai ekonomi itu perlahan menjauh.Dollar turun dan menetap di angka stabil.Investasi tidak sederas dulu tentang jual-beli dollar.
Pariwisata mulai menggeliat kembali.Bunga deposito kembali ke angka 12 persen ,bunga kredit sekitar 15 persen,pembayaran KPR mulai bergerak lancar karena penurunan bunga non flat,harga barang  yang mengacu pada dollar juga mulai ke angka semula.
Beberapa investasi  tidak legal mulai menurun dengan dibentuknya OJK yakni Otoritas Jasa Keuangan.Para nasabah diharapkan menginvestasikan pada Tempat Penyimpan Dana yang dilindungi oleh OJK.Kasus heboh di akhir Bank Century merajai berita .
Kini Dollar di angka  antara 14 ribu.Deposito di angka sekitar 6 persen setahun.Tabungan di angka 2-3 persen pertahun.
Multi level Marketing yang lumayan menyerap dana mulai kehilangan gairah dan menghilang .Tidak ada lagi yang namanya arisan berantai yang dulu pamfletnya tersebar dimana-mana dan begitu banyak orang tertarik.Investasi koperasi Bodong mulai berkurang  bahkan sangat kecil kemungkinannya ada dan terakhir kasus First Travel yang menyadarkan hampir semua orang akan ke hati-hatian.
Saya rasa semua itu tidak terlepas dari bagaimana Bank Indonesia berperan termasuk dibentuknya OJK tadi agar uang yang  beredar tetap dalam kondisi 'sehat dan normal',harga stabil,investasi ilegal terdeteksi hingga uang yang beredar tidak berhenti begitu saja karena Bank Indonesia sudah memiliki patokan tentang mencetak uang .Sirkulasi uang yang beredar,penarikan dana dari masyarakat,menyalurkan dana ke masyarakat yang dalam hal ini adalah tentang masuknya dana  mengeluarkan sekian untuk bunga lalu menyalurkan dana mendapatkan sekian dan selisihnya itu yang akan diputar untuk menggerakan roda perekonomian.
Stabilitas Sistem Keuangan  sangat diperlukan dan harus dilakukan  agar sebuah roda perekonomian dalam hal ini negara ,tetap berputar dan  tidak terlalu fluktuatif pergerakannya hingga menimbulkan guncangan ekonomi.
Demikian sekilas  tulisan  mengenai bagaimana sebuah resesi akhirnya berakhir dan pelan-pelan stabil dengan adanya fungsi penstabilan ekonomi yang dilakukan oleh Bank Indonesia termasuk di dalamnya OJK.Â