Mohon tunggu...
Efa Butar butar
Efa Butar butar Mohon Tunggu... Content Writer

Content Writer | https://www.anabutarbutar.com/

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Dari Coba-coba Menuju Panggung MUA Film Pendek KOMIK Kompasiana

20 Agustus 2025   23:39 Diperbarui: 20 Agustus 2025   23:39 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Proses make up untuk menampilkan wajah lelah pada talent | Foto: Properti KOMIK Kompasiana

Teman dekatku di sekolah hingga kuliah dulu, tahu persis bahwa aku bukan sosok perempuan yang suka berdandan.

Pada saat duduk di bangku kuliah, itu adalah era teman-teman perempuan sudah pada mulai 'ngalis.'

Aku ingat betul, saat itu bentukan alis masih ngasal. Semacam semua orang masih berlomba mencari formula yang tepat untuk membentuk alis yang terlihat natural tapi dengan menggunakan pensil alis.

Kamu punya alis beneran. Bentuknya natural. Tapi kamu gambar lagi dengan pensil alis agar alis itu terlihat natural.
Kebayang ngga?

Bingung ngga? Ya bingung, dulu aku juga mikir begitu. Dan aku rasa, kegiatan ini agak aneh. Menggambar yang sudah natural untuk terlihat natural.

Aku masih memiliki batasan dengan makeup meski telah masuk dunia pekerjaan. Hari-hari kupikir, ya sudah yang penting rapi dan wangi saja, cukup.

Sampai akhirnya, mulai coba-coba dengan lipstik, coba-coba dengan eyeshadow, eh bablas jadi punya semua peralatan facecare, make up, haircare hingga bodycare.

Sebenarnya untuk facecare, bodycare dan haircare, penggunaannya mudah saja. Tinggal ikuti saja aturan penggunaan, beres.

Beda dengan make up. Kamu harus tahu jenis warna kulit kamu untuk bisa menyesuaikan warna make up yang paling tepat digunakan. Kamu harus tahu bentuk mata, hidung, bibir, pipi dan seluruh bagian wajah kamu untuk bisa memoles make up dengan tepat untuk mendapatkan hasil yang sesuai kebutuhan pula.

Mereka yang punya mata sipit, tentu beda pulasannya dengan mereka yang punya mata besar. Sama. Mereka yang punya hidung mancung, tentu beda penggunaan contournya dengan mereka yang punya hidung pesek.

Semakin spesifik mengenal detail wajah, semakin kita bisa beradaptasi dengan metode pulasan yang bisa kita buat untuk mendapatkan hasil yang kita inginkan. Dan ini bukan perkara mudah.

Perlu trial and error untuk melihat pas atau tidaknya hasil setiap pulasan. Perlu dokumentasi foto untuk melihat hasil pulasan cara pertama dengan pulasan cara kedua, perlu kejujuran pula untuk berani bilang pada diri sendiri bahwa hasilnya kurang sesuai yang kita mau.

Aku butuh waktu satu tahun lebih untuk bisa tiba di hasil make up 'nyaman' ala aku.

Maksudnya nyaman adalah hasil pulasan yang aku berani tampil dengan make up tersebut tanpa mengubah gambaran utuh wajahku.

Rasanya?

Ternyata menjadi cantik itu menyenangkan, yaaa

Ini bukan soal alis natural digambar natural. Nyatanya, alis setiap orang tampilannya berbeda-beda. Kebetulan alisku jenisnya yang terbilang tipis. Kalau harus foto tanpa ngalis, orang akan mengira bahwa alisku hanya setengah.

Tapi itu natural.

Betul alis itu natural, tapi ternyata masih bisa dipercantik lagi dengan menggunakan pensil alis. Dibuat sedemikian rupa agar tampilannya tetap natural, seperti alis pada umumnya. Dan ketika difoto, hasilnya terlihat jauh lebih bagus.

Siapa sangka, keputusan untuk belajar soal make up ini rupanya memberikan cukup banyak kebaikan.

Aku tak perlu cari MUA ketika harus bertugas sebagai host sebuah acara, aku bisa memoles wajah Ibuku setiap kali beliau akan ke pesta atau saat perayaan Natal kaum ibu, aku bisa merias orang-orang terdekat yang kesulitan melakukan aktivitas ini. Dan lagi, rasanya menyenangkan bisa membantu perempuan lain menampilkan sisi cantik mereka dalam pulasan make up.

Tapi puncak kebaikan lainnya adalah ketika Mba Dewi Puspasari, punggawa KOMIK Kompasiana mempercayakan kemampuan yang tadinya kupikir cukup untukku, ibuku dan orang-orang terdekat saja, untuk menjadi bagian film pendek garapannya, NGIDAM.

Mendadak MUA

Hari itu, aplikasi pesan teksku berbunyi. Ka Linda, yang juga salah satu tiang pancang komunitas di Kompasiana ini.

Beliau memintaku secara resmi untuk terlibat dalam tim secara khusus mengurus soal make up para talent.

Ai mak, sedap kalilah kurasa. Dari coba-coba mendadak jadi MUA.

Senang sekali. Pesan dari Linda memberikan perpaduan rasa penasaran, excited, takut, ngga sabar, mendebarkan tapi juga mau.

Tentu saja kuterima penawaran tersebut.

Serunya jadi MUA film pendek

1. Muka bervariasi

Kalau biasanya aku memulas wajah sendiri dan wajah orang terdekat, kali ini wajah yang harus dipulas lebih bervariasi.

Sebelumnya, boro-boro make up-in laki-laki, sentuh wajah mereka aja ogah. Tapi aku berhasil melakukan tugas yang dipercayakan padaku dengan baik. Kata Mba Dewi saat itu "Efa kayak udah professional banget, ya!"

Aku claim itu sebagai sebuah apresiasi dan pujian tulus atas pekerjaanku. Dalam hati bahagia luar biasa!

Perempuan yang dulunya boro-boro mau pegang peralatan make up baru saja mendapatkan pujian  dari pemilik project film pendek ini soal kepiawaian tangannya dalam merias orang lain.

2. Make up film berbeda dengan make up sehari-hari

Sebagai pengalaman pertama, aku memang cukup kelimpungan dan terus berusaha membaca situasi dan beradaptasi dengan kondisi.

Aku ingat betul, Ahmad Humaidy yang kala itu bertugas sebagai Asisten Sutradara bilang bahwa make up pemeran film itu harus jauh lebih bold daripada make up harian. Kalau dibikin tipis, justeru di kamera hasilnya kurang bagus.

Aku ngga pikir dua kali, aku pertebal lagi make up talent yang ada di hadapanku sambil terus menimbang-nimbang cukup atau tidaknya ketebalan make up yang kupulas.

Ini penting, bold di kamera tapi jangan sampai terlihat seperti topeng juga di wajah talentnya.

Kenapa menimbang-nimbang?

Karena semua orang punya tugas masing-masing di tempatnya masing-masing.

Kebetulan, tempat MUA beserta para talent untuk bersiap itu sedikit terpisah. Sebisa mungkin di ruang yang nyaman agar talent juga nyaman selama proses make up berlangsung.

Jadi memang setiap pulasannya penting dipertimbangkan matang-matang.

3. Harus selalu stand by di dekat talent

Spray air mineral untuk menampilkan efek berkeringat pada talent | Foto: Properti KOMIK Kompasiana 
Spray air mineral untuk menampilkan efek berkeringat pada talent | Foto: Properti KOMIK Kompasiana 

Selama proses syuting belum selesai, maka tugas MUA pun bisa dibilang belum juga usai. Sebab keduanya berjalan beriringan.

Ada masa kehadiran MUA bukan hanya soal hadir untuk memoles make up saja, tapi juga memberikan efek lelah, keringat bahkan sakit pada talent.

Ada satu momen menarik juga saat proses syuting tokoh utama.

Kala itu scene yang diambil siang hari dan ceritanya tokoh tersebut sedang kepanasan. Umumnya, kondisi panas akan membuat seseorang berkeringat. Ketika proses syuting ini berlangsung, rupanya tak cukup dengan sekali syuting saja. Dan itu bolak balik membuat saya harus spray air mineral ke wajah dan ke beberapa bagian pakaian si tokoh untuk memberikan efek berkeringat yang ingin ditampilkan di layar kaca.

Kebetulan saya bertubuh kecil dan tokoh utama badannya cukup tinggi. Beliau beberapa kali harus menunduk agar spray air tepat sasaran. Rasanya saya mirip seperti MUA MUA di film-film besar dengan artis-artis besar hanya gara-gara urusan spray air ini. Tapi bagi penikmat drama-drama Korea, cuplikan-cuplikan behind the scene (bts) mereka sering sekali menampilkan bts demikian, ketika talent harus menunduk agar MUA bisa mengoptimalkan penampilannya. And I got my own experience!

Saya berdoa ini menjadi afirmasi yang baik untuk diri saya sendiri pun untuk para tokoh, crew, sutradara, produser dan seluruh tim yang terlibat untuk bisa menghasilkan karya yang lebih besar lagi di kemudian hari.

4. Prepare lebih dari satu

Menjadi seorang MUA berarti harus memahami scene per scene yang membutuhkan produk kecantikan atau yang berkaitan dengan hal tersebut.

Adegan lainnya yang cukup berkesan adalah ketika syuting adegan tiga tokoh perempuan dari tiga generasi berbeda sedang menggunakan sheet mask secara bersamaan, aku bawa pas 3 pcs produk. Kupikir ya sesuai kebutuhan saja.

Salahnya adalah, ada hal lain yang mungkin bisa terjadi di tengah syuting yang memungkinkan prosesnya berlangsung lebih lama. Properti yang dibawa terlalu pas, ternyata justeru menimbulkan kesulitan baru karena sheet mask bukan produk yang bisa digunakan ulang setelah serum di dalamnya mulai mengering. Jadi memang detail-detail seperti ini sebaiknya dibawa lebih untuk keamanan dan kenyamanan berjalannya syuting. 

Proses belajar yang kaya dalam 2 hari

Aku ngga pernah bayangin bisa belajar ilmu sekaya ini dalam 2 hari kehidupanku.

Aku ngga pernah tau bahwa keinginanku untuk mencoba produk-produk make up beberapa tahun lalu membawaku pada experience yang begitu menyenangkan sekaligus mendebarkan di belakang layar.

Aku ngga pernah menyangka, keputusan untuk mulai berdandan rupanya membawa namaku melenggang cantik di layar lebar CGV GI meski hanya sehari.

Sebuah pengalaman yang mungkin tidak semua MUA kondang bisa nikmati dalam perjalanan karir mereka dan aku bisa mendapatkannya lewat KOMIK Kompasiana.

11 tahun sudah KOMIK Kompasiana menemani hari-hari para Kompasianer.

Bagiku, 'rumah' ini juga menjadi salah satu alasan di balik hadirnya ratusan review film yang mulai piawai kulakukan. Tidak sempurna namun sudah mulai nyaman dibaca dan isinya sudah mulai kuat juga - setidaknya menurutku. 

Juga menjadi pembuka mata bagiku bahwa film bukan hanya sekedar hiburan saja, namun juga berbicara tentang sejarah dan menjadi jembatan diskusi antara pembuat dan penontonnya.

Terima kasih KOMIK Kompasiana sudah hadir menemani hari-hari ratusan orang KOMIKers. Terima kasih juga sudah hadir dan menjadi alasan membuat dua hari dalam hidupku jauh lebih berkesan dari banyak pengalaman hidup lainnya. 

Semoga terus mengudara dan bisa merangkul lebih banyak orang untuk mengenal dan jatuh cinta pada film-film Indonesia.

Selamat ulang tahun ke-11, KOMIK Kompasiana!

Salam sayang @Efa_Butarbutar

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun