Mohon tunggu...
Efa Butar butar
Efa Butar butar Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Content Writer | https://www.anabutarbutar.com/

Selanjutnya

Tutup

Beauty Pilihan

G-Squad di Tengah Masyarakat Minim Gerak

7 Januari 2019   00:22 Diperbarui: 7 Januari 2019   01:04 565
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berkaca dari kehidupan sehari-hari, berangkat ke kantor tepat pukul 07.00 dan pulang ke rumah pukul 17.00 WIB kadang lebih. Mengandalkan transportasi umum, Commuter line, memang, perjalanan menuju kantor dan sebaliknya bisa ditempuh masing-masing hanya 1 jam saja.

Waktu yang tergolong singkat, karena jika harus dibandingkan dengan menggunakan Transjakarta, meski memiliki jalurnya sendiri, kemacetan tetap tak dapat dihindari.

Masyarakat JaBoDeTaBek tentu sudah tak lagi asing dengan kehidupan ber -- KRL. Berdesakan, sesak, saling himpit, dan saling jaga barang bawaan serta diri masing-masing khususnya bagi penumpang wanita sudah menjadi makanan sehari-hari agar terhindar dari kemungkinan-kemungkinan penumpang pria yang memanfaatkan kesempatan untuk melakukan hal yang memalukan.

Walau telah menjadi kebiasaan, kondisi ini sesungguhnya sangat menyita energi. Belum lagi setumpuk pekerjaan yang tak kunjung selesai dari kantor memengaruhi mood dan keinginan untuk bersosialisasi.

Ada banyak kekhawatiran yang perlu dijaga saat mood masih buruk namun tetap memaksakan diri untuk saling berkomunikasi dengan orang lain, seperti: Nada suara yang tak "santai", menerjemahkan setiap ucapan yang diterima sebagai ucapan negative, mendengarkan orang lain tidak sepenuhnya sehingga terkesan tidak menghargai, dan masih banyak hal tak baik akibat pengaruh mood yang tak baik pula dalam bersosialisasi.

Kalau sudah begini, rasanya me time dan jauh dari keramaian adalah solusi terbaik untuk tidak menyakiti hati siapapun dan diri bisa lebih tenang. Me time yang kerap dilakukanpun tak jarang adalah tidur seharian atau bermalas-malasan di rumah. Benar-benar jauh dari gangguan dan keributan sebelum weekend berakhir dan Senin kembali menyapa lalu rentetan aktivitas di atas kembali terulang.

Begitulah setiap minggu berlalu. Tidak ada aktivitas mencolok yang dapat dilakukan sebagai bentuk perhatian terhadap kesehatan diri sendiri. Bagaimana tidak? Bahkan untuk menuju kantor yang jaraknya terbilang dekat dari stasiun saja harus mengandalkan ojek online yang sudah sangat mudah untuk ditemukan, belum lagi harganya lumayan terjangkau ditambah pula dengan embel-embel
promo yang hadir setiap minggunya.

Seharian di kantor ya hanya fokus pada kerjaan, mata di layar komputer lalu kadang beralih ke HP. Hanya sesekali terlepas dari dua perangkat tersebut, yakni ketika bercengkerama dengan rekan kantor, ketika ke kamar kecil, atau saat mengambil air minum. Tidak ada sedikitpun gerakan yang membantu keluarnya keringat. Naik turun kantor? Tak perlu repot-repot, toh sudah ada lift kan?

Jadi, tidak heran jika mendengar kabar bahwa pekerja semacam ini tiba-tiba sakit ini, sakit itu meski sebelumnya terlihat sehat-sehat saja. Bagaimana mau mempertahankan kesehatan jika untuk olahraga saja tidak pernah ada waktu? Atau lebih tepatnya, tidak pernah mau memberi waktu?

Padahal, hasil penelitian FINRISK Studies menemukan bahwa orang yang hanya melakukan aktivitas ringan seperti duduk di depan meja, membaca buku, dan menonton televisi tanpa bergerak secara rutin berpeluang lebih besar untuk mengalami obesitas.

Dikutip dari laman Kemenkes, Menteri Kesehatan RI, Prof. Dr. dr. Nila Farid Moeloek, Sp.M(K), mengajak masyarakat terutama generasi muda untuk tidak malas bergerak. "Kita harus bergerak untuk sehat!" ujarnya. Menteri kesehatan menyarankan setiap orang untuk berjalan setidaknya 30 menit setiap hari.

Membandingkan Kehidupan di Kota dan Di Desa

Belum lama ini, saya kembali ke desa tempat di mana saya dibesarkan. Berbeda dengan di Ibukota. Kehidupan di sana sederhana. Jika di Ibukota ada jutaan perusahaan yang dapat diincar untuk mendapatkan gelar staff, maka di desa ada jutaan hektar sawah yang dapat digarap untuk menyandang sebutan Petani.

Jam kerjanya hampir bisa dikatakan sama, jam 07.00 -- 17.00 sudah termasuk perjalanan pergi dan pulang. Bedanya, di desa mudah sekali mendapatkan keringat karena pekerjaan para Petani tersebut mengharuskan mereka menggunakan otot. Tenang saja, meski dominan mengandalkan otot, para Petani juga bekerja dengan otak demi mendapatkan hasil panen yang maksimal.

Dengan banyaknya gerakan yang dilakukan, tak heran masyarakat bebas mengonsumsi apapun tanpa perlu khawatir akan terkena penyakit tertentu. Meski demikian, tetap ada aturan yang dijalankan oleh pribadi mereka masing-masing. Seperti aturan tak tertulis namun harus dilakukan, yakni batasan konsumsi makanan berlemak atau daging-dagingan bagi mereka yang telah berselimutkan angka 50 tahun ke atas.

Jika di desa ada banyak sekali aktivitas yang membantu masyarakatnya untuk berkeringat dan hidup sehat, maka seharusnya masyarakat Ibukota juga bisa menerapkan hal yang sama. Sama dalam arti kegiatan yang menghasilkan keringat ya, karena bertani bukan tempat yang tepat dilakukan di Jakarta.

  • Menggunakan lift saat akan turun ke lantai dasar,
  • Membeli makanan sendiri,
  • Lari pagi di seputaran rumah di pagi hari,
  • Turun beberapa ratus meter dari lokasi tujuan saat menggunakan jasa ojek online dan berjalan kaki untuk menyelesaikan perjalanan,
  • Manfaatkan tangga jika ingin turun hanya satu dua lantai saja, tidak meminta bantu OB untuk melakukan hal-hal ringan seperti fotocopy dokumen,
  • Bertaman di saat libur
  • Bersih-bersih rumah

Di atas adalah beberapa hal sederhana yang dapat dilakukan untuk menghasilkan keringat sehari-hari. Tidak terlalu berat, namun jika dilakukan secara rutin setiap harinya, rasanya jika diakumulasikan berjalan 30 menit setiap harinya sesuai yang dianjurkan oleh Kemenkes tentu bisa terealisasi, bukan?

G-Squad untuk Masyarakat yang Minim Gerak

Di tengah masyarakat yang minim gerak ini, dibutuhkan sesuatu sebagai jembatan untuk mengeksplore diri agar lebih memberi hati untuk bergerak lebih banyak.

Sebagai perempuan, saya pernah mengikuti serangkaian senam aerobik yang katanyaa dapat mempertahankan tubuh tetap bugar dan sehat tanpa terlebih dahulu memberikan edukasi seperti pengenalan tentang senam yang akan saya jalani ini.

Karena buta tentang informasi dan rasanya seru-seru saja melihat gerakan-gerakan tersebut, ya sudah, saya ikuti saja. Masih hari pertama, nafas tentu saja ngap-ngapan. Jelas! Sudah lama sekali setelah saya melakukan olahraga berat sekelas Tae Kwon Do. Hari kedua sama, bahkan rasanya pandangan sampai berputar saking pusingnya. Tubuh saya kaget tapi instruktur tidak memberikan aba-aba apapun terkait dengan banyaknya gerakan yang tiba-tiba diterima oleh tubuh. Tak ingin limbung, saya keluar dari barisan dan jadi penonton saja sampai senam usai dilaksanakan.

Saya tidak tahu ada berapa banyak kalori yang telah terbakar, saya tidak tahu pola makan yang bagaimana yang dapat mengimbangi banyaknya kalori yang keluar akibat gerakan yang saya lakukan, saya tidak tahu seperti apa aturannya agar tubuh tidak terlalu shock dengan tingginya gerakan yang tiba-tiba. Semua itu tidak disampaikan pada saya sementara belakangan saya ketahui, seharusnya seorang instuktur harus memberikan edukasi terlebih dahulu sebelum semua latihan dimulai.

Hanya dua hari saja latihan saya ikuti, setelahnya saya berhenti dan tak pernah ikut lagi.

Influencer yang Mengispirasi

Adalah Kemal Mochtar, seorang MC dan penyiar radio terkemuka di Jakarta yang berhasil menurunkan berat badan hingga 55,8 Kg selama satu tahun. Kemal yang dulunya (maaf) gendut dan terlihat menggemas karena pipinya yang penuh kini terlihat lebih bugar, sehat dan energic.

Menurutnya, tubuhnya yang "berisi" dulu pernah hampir membahayakan nyawanya. Tak ingin hal yang sama kembali terjadi, Kemal memutuskan untuk mulai mengontrol diri dan memperbaiki pola hidup ke arah yang lebih sehat.

Dalam peluncuran seri Q-Squad, Kemal juga menyampaikan pola hidup sehatnya kali ini sangat sederhana, yakni berjalan 10.000 langkah setiap harinya. Sederhana yang cukup sulit ya? Mengingat langkah sebanyak itu, bagaimana pula cara menghitungnya?

Selain Kemal ada pula Nadira Diva. Seorang influencer yang kerap mengunggah video gerakan olahraga yang ia lakukan di rumah. Wanita cantik ini bisa mengubah benda apa saja yang ada di rumah menjadi alat untuk menjalankan aktivitas olahraganya. Mulai dari bangku kosong hingga peralatan dapur.

Diva dan sebuah baskom untuk berolahraga | Foto: Dokpri
Diva dan sebuah baskom untuk berolahraga | Foto: Dokpri
Ini adalah bukti bahwa selama keinginan untuk hidup sehat itu telah memenuhi sanubari, maka tidak ada alasan untuk mengatakan ngga bisa. Atau, duh, nanti saja tunggu daftar di fitness. Eh, gue ngga punya instruktur jadi ngga bisa latihan dan alasan-alasan lain yang membuat rencana untuk olahraga jadi batal.

Repot nih kalau udah olahraga, makanan pasti bakal dibatesin!

Terkait dengan banyaknya kalimat ini. Masih dalam acara yang sama, Kemal dan Diva sepakat bahwa setiap orang berhak untuk konsumsi makanan apa saja, termasuk yang mengandung micin sekalipun selama porsinya dibatasin dan olahraga tetap ditekuni maka tidak ada yang salah dengan itu. Jadi salah ketika mengatakan bahwa mereka yang hidup sehat tidak bisa makan enak.

Untuk mendukung pola hidup sehat yang tengah dijalani, maka Kemal dan Diva memiliki "asisten" yang dapat mengontrol, mencari tahu, mempertahankan eksistensi, tetap fashionable, juga tetap colourful meski sedang latihan sekalipun.

G-Squad sebagai Asisten Mereka yang Ingin Hidup Sehat

Perkenalan G-Squad | Foto: Dokpri
Perkenalan G-Squad | Foto: Dokpri
Mempertahankan kesehatan dengan 10.000 langkah setiap hari bukan lagi hal yang sulit dilakukan dengan hadirnya seri G-Squad.

6 Desember 2018 lalu, G-SHOCK yang genap berusia 35 tahun di 2018 bersama BABY-G meluncurkan serangkaian jam tangan yang dilengkapi dengan ragam fitur menarik. Seri Sport watch ada GBA-800, GBD-800 dan  BSA-B100 (Baby G) yang diperkenalkan dengan nama G-SQUAD siap bertindak sebagai asisten untuk menghitung total langkah yang telah ditempuh karena memiliki program step tracker yang bisa menampilkan total langkah pengguna.

G-Squad ini juga memiliki aplikasi, sehingga, langkah yang telah ditempuh, dapat dishare ke sosial media untuk mempertahankan eksistensi pengguna.

Selain kemampuannya untuk menghitung total langkah, G-Squad juga memiliki berbagai keunggulan lain:

  • Sebagai reminder ketika pengguna belum melangkah sejumlah langkah yang diinginkan di waktu tertentu
  • Menghitung kalori yang terbakar
  • Menghitung langkah yang telah ditempuh pengguna hinga 50.000
  • Tahan air hingga kedalaman 200m
  • Baterai bisa bertahan hingga 2 tahun
  • Tahan guncangan
  • Terlihat gaya dan colourful
  • Meskipun memiliki varian warna yang beragam, ketangguhan jam tangan dan gayanya yang sporty membuat pengguna tetap tampil trendy dan jauh dari kesan norak
  • Memiliki fitur phone finder yang dapat mencari HP ketika tidak diketahui keberadaannya sehingga pengguna tidak perlu cari HP lain untuk sekedar menghubungi HP demi mengetahui keberadaannya
  • Berfungsi sebagai stopwatch
  • Pengatur waktu mundur
  • Dual time
  • Didesain sebagai sport watch dan bukan smart watch, G-Squad memang tidak dilengkapi denga GPS, namun jika dicek di aplikasi, maka pengguna bisa mengetahui lokasi mana saja yang telah dilalui
  • Terbuat dari bahan resin

Fitur-fitur dan ragam keunggulan yang terdapat pada jam tangan ini sangat membantu masyarakat yang minim gerak untuk hidup sehat namun tetap mempertahankan tampilan trendy, sporty, colourful dan tangguh. 

Hidup sehat namun tetap gaya? G-SHOCK in aja!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Beauty Selengkapnya
Lihat Beauty Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun