Mohon tunggu...
Efa Butar butar
Efa Butar butar Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Content Writer | https://www.anabutarbutar.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Satu Butir Nasi yang Tertinggal: Petani, Sampah, dan Masyarakat yang Kelaparan

11 November 2017   07:17 Diperbarui: 10 Agustus 2019   13:45 4624
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Indonesia sebagai negara agraris | Foto: http://7-themes.com

Panen bukan berarti perjuangan telah selesai. Padi memang telah dijual sebagian, namun sebagian lagi membutuhkan penanganan pascapanen -- pengeringan -- untuk membuat hasil penjualannya sedikit lebih mahal, meski sebenarnya hanya berbeda 400 perak saja.

Bayangkan sebanyak apa hasil panen dan semua harus dijemur untuk angka 400 perak. Memanggul 50 kg padi berhadapan dengan terik saat ingin membolak balik pada agar kering merata.

Kamu bisa bayangkan perjuangan itu?

Kurang lebih 120 hari berjuang untuk urusan makanan hingga ke pelosok negeri, dan dengan mudahnya kamu membuangnya tanpa berpikir dua kali tentang upaya yang mereka lakukan agar itu bisa sampai dihadapanmu.

Aih, mba ini. Sok tau!

Saya anak petani padi. Dan saya tahu persis perjuangan itu karena saya pernah merasakannya. Hingga kini pun, saya selalu kontrol orang tua, kalau-kalau terjadi apa-apa saat di sawah.  Jika kamu ada waktu, dengan senang hati saya akan membawamu kelak ke kampung saat musim panen tiba.

Meski dengan bangganya kita mengaku negeri kita adalah negeri agraris, tongkat, kayu dan batu jadi tanaman, ada sekelompok orang di luar sana yang masih mengalami kelaparan. Dan tentang hal ini sudah dipaparkan oleh Bapak Kadir Ruslan melalui artikelnya yang berjudul Fakta Tentang Kelaparan Di Indonesia, baca di sini

Tak berhenti sampai di sana, sebuah tragedi pernah terjadi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Leuwigajah, Bandung. Tepatnya 21 Februari 2005 pukul 2.00 WIB dinihari yang membuat 2 DESA HILANG DARI PETA dan 157 jiwa melayang belum termasuk harta benda. Penyebabnya tak lain adalah tumpukan sampah.

Tragedi Longsor Sampah di TPA Leuwigajah | Foto: http://www.pikiran-rakyat.com
Tragedi Longsor Sampah di TPA Leuwigajah | Foto: http://www.pikiran-rakyat.com
Buntut masalah tersebut memang panjang, kepala dinas urusan persampahan dari tiga daerah yaitu Kota Bandung, Kabupaten Bandung, dan Kota Cimahi, diseret ke muka pengadilan karena dianggap lalai. Hanya saja, ketiganya hanya diganjar hukuman percobaan meski divonis bersalah 18 bulan setelah longsor terjadi. Begitu pula dengan gugatan perdata korban TPA Leuwigajah pun menguap tanpa ada hasil. (Kompas)

Salah satu korban tewas tragedi Leuwigajah tengah dievakuasi | http://www.pikiran-rakyat.com
Salah satu korban tewas tragedi Leuwigajah tengah dievakuasi | http://www.pikiran-rakyat.com
Menolak lupa, 21 Februari diperingati hari Sampah Nasional untuk mengenang kejadian tersebut sekaligus untuk membangun kesadaran kolektif masing-masing individu bahwa pengelolaan sampah harus lebih baik bagi lingkungan dan kesehatan manusia.

Urusan satu butir nasi yang tersisa bukan hanya urusan "hanya satu butir doang kok, tidak sengaja." Urusan satu butir nasi menyangkut perjuangan yang dihadapi petani selama 120 hari agar kamu bisa menikmati padi dengan kualitas maksimal. Jika mereka tidak bisa mendapatkan harga yang setimpal dengan perjuangannya, setidaknya mereka tahu, perjuangan mereka tidak dibuang secara sia-sia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun