Mohon tunggu...
Een Nuraeni
Een Nuraeni Mohon Tunggu... Administrasi - pekerja sosial

"Orang yang tidak menulis, tidak punya sejarah"

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Foto Keluarga Nenek Amnah

13 Juni 2020   19:29 Diperbarui: 13 Juni 2020   19:20 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nenek Amnah, berusia sekitar 80 tahun dan hidup sebatang kara. Beliau tinggal puluhan tahun di gubug reyot miliknya yang sudah miring dan bolong di banyak tempat. Harta satu satunya yang beliau miliki di dunia ini. Tempat berteduh dan saksi tangis pilu nya selama ini.

Suaminya meninggal sudah lama dan ketiga anaknya juga meinggal di usia sangat muda. Kerabat satu-satunya yang dimiliki juga tidak cukup dekat dengan beliau. 

Beliau benar-benar tidak memiliki tempat untuk mengadu selama ini. Semua rasa sedih, rasa sakit, rasa sepi bahkan kadang rasa lapar beliau rasakan seorang diri.

Kami mengenal beliau belum lama, berbekal informasi dari temannya teman kami menemui beliau di ramadhan kemarin mengantarkan paket sembako lebaran titipan donatur. 

Melihat langsung kondisinya, mendengar langsung penuturan beliau yang sangat polos dan semangat sekali bercerita, membuat hati siapapun pasti terenyuh. 

Tidak terhitung berapa kali beliau jatuh pinsan dan sakit seorang diri di rumahnya tanpa ada orang yang merawat. Meski pembicaraan kami lebih sering satu arah, yaitu hanya mendengarkan beliau bercerita rasanya sudah menyenangkan. 

Bukan karena tidak ingin bertanya, tapi karena memang sulit sekali untuk bertanya. Pendengaran beliau sudah sangat kurang. Sangat sulit berkomunikasi atau bertanya, mungkin pendengarannya hanya 5% saja. Tapi Nenek tidak pernah kehabisan topik untuk bercerita, sangat semangat meski bicaranya pelan.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Mungkin selama ini, jarang atau bahkan tidak pernah ada yang sukarela datang dan duduk lama untuk sekedar mendengarkan ceritanya dan keinginan-keinginan sederhana beliau. 

Beliau normal dan mempunyai keinginan seperti kebanyakan orang. Namun bedanya, tidak ada tempat untuk mengatakan keinginan itu. Tidak ada orang yang menanyakan keluhan dan keinginan Nenek Amnah selama ini.

Keinginan pertama Nenek Amanah adalah punya sendal tapi yang tidak licin katanya. Kami hanya tersenyum mendengarnya. Beliau mengatakannya dengan malu-malu dan sangat polos. Mungkin ini kali pertama ada orang menanyakan keinginan beliau. Kebanyakan hanya memberi tanpa bertanya.

Sebelum pamit, kami ijin untuk memfoto beliau seorang diri sebagai dokumentasi laporan ke donatur. Tiba-tiba beliau sibuk mencari kerudungnya dan merapihkan diri biar rapih saat "Dikodak (di foto)" katanya. 

Tiba-tiba beliau memiringkan kepalanya ke  Handphone temanku, ingin melihat hasil fotonya. Tanpa di duga beliau meminta kami berfoto bareng, beliau ingin punya foto bersama dan minta kami mencetaknya. "Cuci nyah Nak" (Cetak ya, Nak). Kamipun mengiya kan keinginan beliau, padahal di hati "Buat apa di cetak ya, hanya foto selfie" Hehe.

Spele bagi kita ternyata sangat berharga untuk orang lain. Singkat cerita, 3 minggu setelah kunjungan waktu itu kami datang kembali. Ternyata temanku, sebelum hari raya idul fitri sempat mengunjungi Nek Amnah dan temannya membantunya mencetak hasil foto selfi yang waktu itu. Aku hanya bisa tersenyum melihat dua bingkai foto menggantung di rumah Nek Amnah. 

Foto selfie kami dengan Nek Amnah adalah satu-satunya foto bersama yang menggantung di rumah sederhana itu. Sudah seperti foto keluarga saja, padahal kami bukanlah siapa-siapanya beliau. 

Tapi kulihat beliau sangat senang memiikinya. Melihat dinding anyaman bambu beliau tergantung foto kami, membuatnya merasa seperti orang lain. 

Seperti orang lain yang memiliki keluarga juga. Sedih, aku sangat sedih. Membayangkan kehidupan Nek Amnah selama ini dan membayangkan jika diposisi beliau. Seorang diri dan tidak memiliki siapa-siapa.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Semoga kehadiran kami bisa sedikit mengisi sepi di hatinya, meski hanya duduk dan mendengar ceritanya. Semoga Allah beri kekutan dan kesabaran yang tanpa batas untuk beliau.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun