Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sedekah Kepada Kafir Miskin "Berbuntut Panjang"

26 September 2020   08:49 Diperbarui: 26 September 2020   09:01 357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sungguh, ini kisah memilukan. Sekaligus menjengkelkan. Hal ini bukan saja terkait dengan intoleransi, juga merusak hubungan antarumat hanya disebabkan perkara sepele. Perkara recehan yang sesungguhnya dapat merusak keyakinan seseorang.

Apa pasalnya, sih?

Begini. Pagi tadi penulis menyaksikan protes seorang ustaz -- yang jadi pengurus masjid tua -- kepada ustaz lainnya yang juga menjadi pengurus masjid di kampung lainnya. Sengaja di sini penulis tak sebut lokasi, nama masjid dan ustaznya.

Ustaz Dullah dan Ustaz Abdurrahman, keduanya bukan nama sebenarnya, pagi-pagi seusai shalat Subuh saling adu argumentasi terkait pemberian sedekah kurban Idul Adha tempo lalu.  

Entah apa Ustaz Dullah pada Sabtu pagi ini ikut sholat Subuh di masjid yang berada di dekat kediaman Abdurrahman yang juga menjadi pengurus masjid. Barulah dapat dipahami bahwa kedatangan sang tamu selain ikut sholat berjamaah ternyata juga bermaksud menegur rekannya.

Bagi Ustaz Abdurrahman tentu saja kedatangan sang tamu merupakan suatu kehormatan. Apa lagi ia sampai-sampai meninggalkan jamaah masjid yang dipimpinnya.

Ustaz Abdurrahman awalnya ditegur Dullah, yang oleh sebagian warga setempat dipanggil kiyai, mengenai hukum-hukum sedekah. Termasuk pendistribusian daging kurban.

Dullah terlihat merasa lebih senior. Lebih berilmu dan berisi. Karenanya ia mengajukan pertanyaan seperti menguji rekannya, bagai anak sekolah baru belajar ilmu berhitung. Namun pertanyaan yang diajukan itu dapat dijawab disertai petikan ayat Alquran.

Terlihat Dullah menggut-manggut seperti burung pelatuk ketika mencari rekan-rekannya di atas pohon rindang. Ia melempar senyum sebagai ungkapan pembenaran dari seluruh jawaban yang disampaikan. Namun pembicaraan jadi serius ketika membahas pembagian daging kurban yang dilaksanakan pada Idul Adha tempo lalu.

Kok, warga tak pernah protes dengan pembagian daging kurban tetapi sekarang dipersoalkan. Pikir penulis, ini masalah usang. Enggak aktual lagi. Penulis jadi terheran, kok dibahas?

**

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun