Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kisah Jilbab di Kemenag dan Nyai Nuriyah Takut Kehilangan Popularitas

25 Januari 2020   10:54 Diperbarui: 25 Januari 2020   10:53 1461
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bertjilbab itu tak mengurangi gerak dalam beraktivitas. Foto | Dokpri

 

Mendengar cerita isteri seputar penggunaan jilbab, penulis jadi tertawa ngakak. Apa pasalnya? Sebab, pakaian ini sudah lama membawa kelucuan terkait bangkitnya kesadaran kewajiban menutup aurat (perempuan). Namun, belakangan ini, "heboh" setelah Nyai Hj. Sinta Nuriyah, isteri Presiden RI keempat, Abdurrahman Wahid itu mengungkap pengenaan jilbab di sebuah layar televisi.

Sungguh lucu hanya seseorang mengenakan jilbab yang bekerja di Kementerian Agama (Kemenag) diancam dipindahkan ke bagian lain. Ini serius, bukan cerita mengada-ada dan ini menimpa isteri penulis kala bekerja di kementerian yang punya kewajiban menjaga akhlak bangsa.

Isteri penulis awalnya tak mengenakan jilbab.  Setelah bekerja, tak lama kemudian ia mengenakan jilbab. Wuih, kepala biro di kementerian itu seperti "kebakaran jenggot". Dia tak menyangka orang cantik kok mengenakan jilbab.

Penulis jadi tertawa. Maklum orang cantik di Kemenag yang mengenakan jilbab hanya dapat dihitung jari sebelah. Jadi, sang kepala biro yang mengurusi pegawai itu menjuluki isteri penulis dengan sebutan biarawati.

Gimana nggak ketawa. Apa lagi jilbabnya saat itu bikin sendiri. Jiblak dari keponakan yang sekolah di SD Muhammadiyah. Sekolah ini, dulu, hanya mewajibkan murid perempuannya mengenakan jilbab hanya pada hari Jumat. Hari lainnya, bebas. Pakai sanggul pun tak dilarang asal terlihat sopan.

"Kamu mau saya pindahkan kemana?" tanya sang kepala biro untuk menunjukkan sikap tidak senangnya lantaran anak buahnya mengenakan jilbab.

Mendengar pertanyaan seperti itu, isteri penulis sangat paham. Itu pertanyaan tak senang seorang pimpinan terkait dengan pakaian yang dikenakannya.

**

Pada tahun 1990-an, di Kemenag sangat langka pegawainya mengenakan jilbab.  Bahkan terkesan di kementerian yang pernah dipimpin Wahid Hasyim, ayah Gus Dur itu, tak pernah ada anjuran.  

Hingga 1993, cerita isteri penulis, kalaupun ada yang mengenakannya dianggap seperti manusia yang baru datang dari planet lain. Kala itu, para santri dari berbagai pondok pesantren tak punya minat masuk menjadi pegawai negeri di kementerian itu. Penyebabnya, ya tadi, ada penilaian takut dilarang mengenakan songkok bagi pria dan pakai jilbab kala bekerja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun