Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Sosok Pilihan

Hindari Kebencian kepada Prabowo, Apalagi Jokowi

30 Agustus 2018   09:03 Diperbarui: 30 Agustus 2018   16:39 800
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Joko Widodo dan Ketua Umum PB IPSI Prabowo Subianto bersama-sama memeluk atlet pencak silat putra Indonesia Hanifan Yudani Kusuma di Padepokan Pencak Silat, Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta, Rabu (29/8/2018).

Wuih, keren. Retorika sang ustaz ini rupanya telah memikat para pengunjung warung kopi. Pesanan kopi dan makanan ringan pun bertambah.

"Seruput dulu kopinya pak ustaz!," pinta seorang pengunjung.

Mendapat tawaran seperti itu, ia pun menyeruput kopi yang tersedia di hadapannya. Kopi pun belum terlalu dingin, alias masih hangat. Ia mengangkat cangkir dengan didahului ucapan basmalah.

"Hehehe, maaf. Ngopi dulu. Kopi masih hangat," katanya sambil membetulkan letak songkok putihnya. Ucapannya itu kemudian disambut tawa hadirin.

Lantas sang ustaz memohon izin kepada pemilik warung untuk melanjutkan penjelasannya.

Katanya lagi, kita ini, di negeri tercinta ini banyak berdiri partai politik (parpol). Artinya, kita menganut multi partai. Beranjak pada pengalaman Pilkada lalu, dapat disaksikan partai warna A bergabung dengan partai warna B dan C. Tetapi di lain daerah, partai A B dan C bergabung dengan partai lain dan menjadi lawan partai A. Demikian juga di berabagai provinsi lainnya.

Di situ, persaingan untuk meraih suara dan simpati rakyat tidak lagi dapat dimaknai sebagai pertarungan. Tetapi sebagai persaingan dan berkompetisi menjadi pendukung simpati bagi rakyat. Dari sebutannya saja berbeda: antara pertarungan dan persaingan.

"Beda-beda tipis lah. Beti! Bukan sebutan kata untuk banci," kata sang ustaz lagi disambut tawa hadirin.

Karena itu, gunakan kecerdasan dalam menikmati momentum politik yang tengah menghanyat saat ini. Cerdas menyimak pembicaraan elite politik, baik tindakan dan segala perbuatannya. Itu berlaku bagi para politisi, apakah ia berasal dari partai yang disebut ahli surga atau nasionalis relegius.

Pesta demokrasi bagi rakyat itu - sesuai konstitusi kita - cuma berlangsung lima tahun sekali. Setelah usai pesta, bisa jadi partai pendukung berbalik arah, bersebrangan karena tak puas. Boleh jadi pula, lima tahun mendatang, pesta demokrasi diwarnai dengan perubahan partai yang dulu menantang kemudian berbalik arah.

Kita pun pasti sepakat dengan elite politik yang sering mengingatkan, bahwa politik itu dinamis. Segala perubahan cepat terjadi. Anomali politik kadang menjadi berita aktual lantaran mengejutkan publik. Misalnya, elite politik tertangkap tangan operasi lembaga anti-rasuah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun