"Jadi, maunya Umi segera dinikahkan?" Dullah memotong pembicaraan Umi.
"Ya, tentu saja. Ikan sepat ikan gabus, makin cepat makin bagus," katanya sambil berpantun.
Ustaz Syarif tertawa. Lalu ia terdiam. Anggota keluarganya pun ikut-ikutan terdiam. Hening. Tidak ada suara keluar dari mulut di ruang tamu. Suara debur ombak Sungai Kapuas terasa makin kencang pada malam hari.
"Saya pikir, kalau nikah dipercepat tak persoalan. Siapa yang harus jadi saksi," Ustaz Syarif bertanya kepada seluruh anggota keluarga di ruang tamu.
"Kita, semua jadi saksi," jawab Umi cepat.
"Jadi, yang Umi maksud malam ini nikahnya?" Dullah cepat-cepat bertanya yang kemudian dijawab dengan anggukan kepala isterinya itu.
Syarat nikah itu tidak banyak. Rukun dan syarat nikah itu meliputi ijab dan kabul. Ijab yaitu lafadz akad nikah yang diucapkan wali dan Kabul ialah lafadz yang diucapkan pengantin pria sebagai penerima akad. Jelas, yang namanya nikah itu, kata Ustaz Syarif, ada pengantin pria dan wanita. Ada wali dari pengantin wanita yang menikahkannya. Tentu, ada dua orang saksi yang mendengar dan mengesahkan akad nikah.
Dari uraian itu, Umi dan anggota keluarga lainnya sepakat bahwa Dullah bisa dinikahkan malam itu juga. Namun sebelum itu dilakukan, sang ustaz minta kepada Dullah untuk dapat menghadirkan orang tuanya.
"Biar, saya yang panggil. Isnya Allah mau datang ke gubung ini," kata Ustaz Syarif di tengah anggota keluarganya itu.
***
Juragan Sulaeman bersama isteri sudah hadir di tengah anggota keluarga Ustaz Syarif. Ia tidak tahu alasan dipanggil. Hanya dikabari melalui telepon ada keperluan kecil tetapi penting. Tak tahunya di kediaman itu sudah ada putera semata wayangnya, Dullah. Awalnya, kedua suami-isteri itu sedikit terkejut, tetapi setelah menyaksikan di situ ada Fatimah, maka mereka maklum. Mereka dapat memastikan, ini urusan kecil menyangkut masa depan Dullah tetapi menjadi penting.