Mohon tunggu...
Edy Suhardono
Edy Suhardono Mohon Tunggu... Social Psychologist, Assessor, Researcher

Direktur IISA Assessment Consultancy and Research Centre, Surabaya. Tiga buku terakhir nya: (1) 'Membaca Identitas, Multirealitas dan Reinterpretasi Identitas: Suatu Tinjauan Filsafat dan Psikologi' (Gramedia Pustaka Utama, 2023); (2) 'Teori Peran, Konsep, Derivasi dan Implikasi di Era Transformasi Sosio-Digital' (Zifatama Jawara, 2025), dan (3) 'Kecerdasan Jamak, Keberagaman dan Inklusivitasnya' (Zifatama Jawara: 2025).

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Runtuhnya Maskulinitas: Pengamen yang Menjelma Menjadi Pembakar

15 Oktober 2025   06:39 Diperbarui: 14 Oktober 2025   23:08 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suami Bakar Istri (Sumber: Koleksi Edy Suhardono)

Penolakan permintaan sepele dimaknai sebagai bukti kegagalan total, sehingga amarah yang ditumpahkan menjadi tidak proporsional, membawa beban semua frustrasi lain. Ia tidak sekadar membakar istrinya; ia membakar dunianya melalui tubuh sang istri. 

Runtuhnya Maskulinitas: Dekonstruksi Sang "Kepala Keluarga"

Kekerasan ini bukan sekadar ledakan emosi, melainkan performa patologis untuk merebut kembali kekuasaan dan menegakkan identitas maskulin yang runtuh. Filsafat pasca-modernis, melalui dekonstruksi Jacques Derrida, membantu membongkar konsep "suami" yang tampak stabil.

Derrida mengajarkan makna dibangun melalui oposisi biner hierarkis, seperti Suami/Istri, di mana "suami" diposisikan superior sebagai pencari nafkah dan figur otoritas. Pelaku gagal memenuhi sisi superior biner ini, menciptakan kekosongan identitas. Kekerasan ekstrem menjadi cara paksa menegakkan kembali hierarki melalui kekuatan fisik. KDRT adalah tentang "power dan kontrol"; saat jalur sah tertutup, kekerasan brutal menjadi pilihan.

Kekejaman menggunakan api menuntut analisis dari filsuf sosial Erich Fromm dalam The Anatomy of Human Destructiveness. Fromm membedakan "agresi jinak" (bertahan hidup) dengan "destruktivitas ganas" (malignant destructiveness), kekejaman sadistik yang khas manusiawi. Destruktivitas ini lahir dari "kehidupan yang tidak dijalani" (unlived life), di mana potensi individu dihambat oleh kondisi sosial-ekonomi, sehingga hasrat menghancurkan menjadi kompensasi atas ketidakmampuan mencipta.

Dari perspektif ini, membakar sang istri menjadi tindakan penciptaan identitas yang bengis. Ia mungkin telah gagal sebagai suami, tetangga, dan penyedia nafkah, tetapi ia "berhasil" menjadi sumber teror, seorang pria yang mampu mengendalikan takdir dan menarik perhatian dunia. Kekerasan menjadi solusi grotesk bagi krisis identitasnya, mengubah status "bukan siapa-siapa" menjadi "monster". Kekerasan ini memiliki logika internal mengerikan sebagai strategi merebut kembali citra diri. 

Memutus Rantai Api: Solusi Sistemik, Bukan Stigma

Respons pertama terhadap tragedi ini adalah tuntutan hukuman, namun keadilan punitif hanya mengatasi akibat, bukan akar masalah.

Untuk memutus rantai api ini, solusinya harus bersifat sistemik. UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT (UU PKDRT) adalah landasan hukum penting, namun implementasinya terhambat oleh struktur patriarkal dan anggapan KDRT sebagai "masalah pribadi".

Kriminolog Harkristuti Harkrisnowo menekankan pentingnya perubahan persepsi masyarakat tentang hak perempuan. Solusi komprehensif harus bergerak di berbagai level. Di tingkat kebijakan, rekomendasi Komnas Perempuan harus diwujudkan: merevisi UU PKDRT untuk melindungi korban dalam perkawinan tidak tercatat, menyusun pedoman keadilan restoratif, dan mewajibkan program rehabilitasi psikologis bagi pelaku yang membongkar maskulinitas toksik.

Di tingkat komunitas, kampanye publik harus mendefinisikan ulang maskulinitas menjadi kemitraan dan respek, dengan tokoh masyarakat dilatih untuk deteksi dini. Di tingkat individu, akses layanan kesehatan mental yang terjangkau dan bebas stigma harus menjadi prioritas, agar konseling dilihat sebagai kekuatan, bukan kelemahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun