Mohon tunggu...
Edy Primsa Brahmana
Edy Primsa Brahmana Mohon Tunggu... Bankir -

Seorang Bankir

Selanjutnya

Tutup

Money

Pancing Dilempar Bauksit yang Dapat

23 Juni 2015   15:56 Diperbarui: 13 Juli 2015   05:07 607
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Sumber : google.com

Kaleng adalah salah satu dari hasil akhir pengolahan bauksit

 

Judul di atas menggambarkan hal sebenarnya yang pernah terjadi di pulau Pangkil Bintan, Kabupaten Bintan di Provinsi Kepulauan Riau.

Pernah beberapa kali, saat memancing rawai (pancing dengan mata kail berseri) di pulau Pangkil, hasil yang menyangkut di mata kail malah batu bauksit. Ikan yang diharapkan terpancing ke mata kail, malah batu bauksit yang didapatkan. Desa Pangkil merupakan satu daerah pulau di Kecamatan Teluk Bintan Kabupaten Bintan yang dihuni kurang lebih 405 Kepala Keluarga pada tahun 2013. Penduduknya 95 persen menggantungkan hidup sebagai nelayan.


sumber :abdulrasyiddaulay.wordpress.com/2013/02/26/pancing-dilempar-bauksit-yang-dapat/

Sesuai dengan  Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Bintan nomor 2 tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bintan Tahun 2011-2031 pada pasal 14 ayat 3 huruf g disebutkan “pengembangan areal labuh jangkar di perairan Pulau Telang (Mantang), Pulau Pangkil (Teluk Bintan), perairan Tanjung Uban (Bintan Utara), dan perairan Teluk Sumpat Pengudang (Teluk Sebong).

Tujuan perda ini sebenarnya adalah untuk mengembangkan sistem transportasi laut di Kabupaten Bintan yang ditujukan untuk mendukung sistem produksi, sistem pergerakan penumpang dan barang dengan kegiatan sistem perekonomian antar kawasan dan regional.    

Dengan ditetapkannya pulau pangkil menjadi areal labuh jangkar, maka semua kapal dapat melabuhkan kapalnya di pulau pangkil termasuk kapal tongkang yang membawa ber ton-ton bauksit. Hal ini juga mengakibatkan perubahan struktur dasar laut di sekitar pulau pangkil. Yang paling parah, ada tiga lokasi perairan yang dikenal nelayan sebagai lubuk udang di musim angin utara kini menjadi lokasi yang menakutkan. Yakni lubuk 86, Perairan Mubut dan Karang Batak. Struktur dasar lautnya dipastikan nelayan sudah berubah, dari dulunya berupa pasir halus menjadi tumpukan batu-batu bauksit yang menyerupai karang. Akibatnya, jaring pun tak bisa lagi didekatkan.

Konon nama lokasi Lubuk 86 muncul karena ada seorang nelayan yang mendapatkan udang mencapai 86 kilogram ketika itu. Sejak itu pula, nelayan terbiasa menyebut lokasi itu Lubuk 86.

Kenapa banyak bauksit di tengah laut?

Hal ini dimungkinkan terjadi karena proses pemindahan muatan dari tongkang ke kapal induk yang menggunakan kren “cengkram” cukup membuktikan adanya batu bauksit terjatuh ke laut, selain itu, hal ini ditambah dengan awak kapal tongkang yang membersihkan kapal dengan cara membuang sisa hasil bauksit yang ada di kapal ke laut.

 

Membaui Bauksit

Bauksit, apa itu ?

Bagi pembaca yang baru mendengar kata “bauksit”, akan saya jelaskan sedikit tentang bauksit.

Bauksit merupakan bahan yang heterogen, yang mempunyai mineral dengan susunan terutama dari oksida aluminium, yaitu berupa mineral buhmit (Al2O3H2O) dan mineral gibsit (Al2O3.3H2O). Secara umum bauksit mengandung Al2O3 sebanyak 45 – 65%, SiO2 1 – 12%, Fe2O3 2 – 25%, TiO2 >3%, dan H2O 14 – 36%. Batuan lainnya yang memiliki kandungan Al2O3 adalah lempung, kaolin, nephelin andalusit, labradorit, dan alunit.

sumber: geology.com

 

Bijih bauksit terjadi di daerah tropika dan subtropika yang memungkinkan terjadinya pelapukan sangat kuat. Bauksit terbentuk dari batuan sedimen yang mempunyai kadar Al nisbi tinggi, kadar Fe rendah dan kadar kuarsa (SiO2) bebasnya sedikit atau bahkan tidak mengandung kuarsa sama sekali. Batuan tersebut, misalnya sienit dan nefelin yang berasal dari batuan beku, batu lempung, lempung dan serpih. Batuan-batuan tersebut akan mengalami proses lateritisasi, yang kemudian oleh proses dehidrasi akan mengeras menjadi bauksit. Bauksit dapat ditemukan dalam lapisan mendatar, tetapi keberadaannya di kedalaman tertentu.

Bauksit digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan alumina dan diolah sebagai bahan baku aluminium. Sekitar 90% alumina yang dihasilkan dari bijih bauksit digunakan untuk pabrik peleburan aluminium, sisanya sebanyak 10% digunakan untuk keperluan nonmetalurgis, seperti pembuatan bata tahan panas (refractories), industry gelas keramik, bahan penggosok dan industri kimia.

Bauksit, Alumina dan Ingot Aluminium

Bukan pekerjaan yang sederhana menjadikan serpihan atau potongan batu yang mengandung bauksit menjadi alumina, yakni butiran putih sebagai cikal bakal ingot aluminium, yakni bahan dasar pembuat segala alat yang berbahan dasar aluminium.

Tahukah anda, proses untuk membuat semua alat berbahan dasar aluminium ini dibagi menjadi tiga bagian besar.

Proses pertama adalah proses yang menjadikan bijih bauksit menjadi butiran putih alumina. Proses ini disebut dengan proses Bayer.

 

Proses kedua adalah hall-heroult, yakni proses peleburan alumina hingga menjadi aluminium murni dalam bentuk cair.

 

 

Proses lain yang tidak kalah penting dan sering dilupakan orang adalah proses recycling atau proses daur ulang yakni proses  menghancurkan alat berbahan dasar aluminium dan menjadikannya menjadi barang baru.

 

Secara garis besar, semua proses di atas dapat digambarkan dalam gambar berikut ini :

 

Indonesia dan Bauksit 

Indonesia bukan negara utama penghasil bauksit di dunia.

Berikut ditampilkan daftar negara penghasil bauksit dengan cadangan bauksit yang ada di negara tersebut.

  Keterangan tabel : e: estimasi, NA: Not available, seluruh angka dalam ribuan ton

sumber : U.S. Geological Survey, Mineral Commodity Summaries, January 2015

 

Negara China adalah tujuan utama dan terbesar ekspor bauksit di dunia.

Daerah utama penghasil bauksit di Indonesia adalah Provinsi Kalimantan Barat dan Provinsi Kepulauan Riau

sumber: aluminalimited.com

 

Provinsi Kepulauan Riau

Pengaruh bauksit terhadap perekonomian Provinsi Kepulauan Riau

 gambar Perkembangan Pertumbuhan Ekspor Hasil
Tambang Kepulauan Riau

 

Terjadinya perlambatan pada subsektor pertambangan tanpa migas dan subsektor penggalian. Hal ini menjadi kontributor perlambatan di sektor pertambangan dan penggalian. Perlambatan tersebut dipengaruhi oleh penurunan ekspor yang cukup signifikan pada triwulan I 2014, setelah tumbuh tinggi pada triwulan IV 2013 karena hampir semua perusahaan tambang berusaha memaksimalkan ekspor sebelum pelarangan ekspor mineral mentah mulai berlaku di 2014 sekaitan kebijakan pemerintah dengan menerbitkan Permen ESDM No. 1 Tahun 2014 tanggal 12 Januari 2014 tentang pelarangan ekspor mineral mentah bauksit. Barang galian dan tambang yang terdapat di Kepulauan Riau yaitu granit, bauksit, dan timah, dengan total nilai ekspor pada triwulan laporan senilai USD35,36 juta, atau menurun signifikan dari 116,72% (yoy) pada triwulan IV 2013 menjadi negatif 66,37% (yoy) pada triwulan I 2014.

Provinsi Kalimantan Barat

Pengaruh bauksit terhadap perekonomian Provinsi Kalimantan Barat

Gambar Ekspor Bauksit

Salah satu komoditas ekspor utama Kalimantan Barat yaitu bauksit, pada triwulan I 2014 mengalami kontraksi nominal ekspor hingga mencapai 81,98% (yoy). Kontraksi tersebut terjadi pasca optimalisasi ekspor yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan pertambangan bauksit pada tahun 2013. Pada triwulan I tahun 2014, dimana ketentuan pelarangan ekspor barang tambang mineral mentah yatu Permen ESDM No. 1 Tahun 2014 tanggal 12 Januari 2014 tentang pelarangan ekspor mineral mentah bauksit sudah diimplementasikan, ekspor bauksit otomatis sudah tidak dapat dilakukan oleh para pelaku usaha. Namun demikian, pelaku usaha masih diperbolehkan melakukan ekspor sampai tanggal 12 Januari 2014 sehingga masih tercatat data ekspor bauksit pada triwulan I 2014 dengan nominal sebesar 18,88 juta USD.

Secara total, dengan berhentinya operasi produksi dan ekspor bauksit akibat peraturan pemerintah di atas, maka diperkirakan negara telah kehilangan kesempatan untuk memperoleh devisa per tahun sebesar +/- Rp 17,60 triliun , penerimaan pajak sebesar Rp 4,09 triliun, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar 595 Milyar.

Mari Melawan Lupa

 

Hutan di Pulau Bintan, Provinsi Kepulauan Riau dilihat dari pesawat gundul akibat tambang bauksit.

Gambar diambil pada Januari 2014

 

Gambar foto udara akibat tambang bauksit di Pulau Bintan, Provinsi Kepulauan Riau

 

Desa Sekucing Labai, Kecamatan Simpang Hulu, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat.

Foto: Dok. Relawan Pemantau Hutan Kalimantan

 

gambar contoh gigi yang rusak akibat penambangan bauksit

sumber: roadsideamierica.com

 

Bukan suatu kebetulan bila melihat grafik ekspor Bauksit pada triwulan III tahun 2013 di atas, baik di provinsi Kalimantan Barat maupun Provinsi Kepulauan Riau. Angka yang tercatat adalah angka ekspor tertinggi sepanjang sejarah ekspor bauksit dari kedua provinsi tersebut.

Seperti juga telah dijelaskan sekilas pada penjelasan grafik, hal ini terjadi akibat pengusaha yang memegang IUP (ijin Usaha Pertambangan) dalam hal ini pengusaha legal, maupun yang tidak memiliki IUP, yaitu pengusaha illegal memanfaatkan kesempatan menjelang berakhirnya masa waktu bagi pengusaha untuk melakukan penambangan bijih bauksit apabila tidak dilakukan peningkatan nilai tambah terhadap barang tambang tersebut yaitu pada Januari 2014. Hal ini sesuai dengan yang telah digariskan pada Pasal 102 dan Pasal 103 Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) dan dikuatkan Permen ESDM No. 1 Tahun 2014 tanggal 12 Januari 2014 tentang pelarangan ekspor mineral mentah.

Dapat dibayangkan, kondisi yang terjadi pada triwulan III tahun 2014 di kedua provinsi di atas. Semua pengusaha, baik legal maupun yang illegal secara membabi buta melakukan penggalian bahan baku bauksit di seluruh daerah tambang. Mereka melakukan penggalian dengan rakusnya, seperti tidak akan ada lagi waktunya hari esok untuk menggali.

Hal ini nyata sekali menimbulkan kerusakan lingkungan yang sangat parah di kedua provinsi tersebut.

Perhatikan gambar kerusakan lingkungan di Pulau Bintan, Provinsi Kepulauan Riau dan Ketapang, Provinsi Kalimantan Barat di atas. 

Hal ini tidak seharusnya terjadi karena jelas tercantum pada bagian kedua Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara pasal 95, 96, 97, 98, 99 dan 100.  Disebutkan bahwa semua pengusaha pertambangan wajib mematuhi batas toleransi daya dukung lingkungan (pasal 95 ayat e), pengelolaan  dan pemantauan lingkungan pertambangan, termasuk kegiatan reklamasi dan pasca tambang (psal 96 ayat c).

Memang tidak dapat dipungkiri, hal di atas terjadi karena kondisi pertambangan negara kita tidak akan pernah bisa dilepaskan dari carut marut regulasi pertambangan itu sendiri. Regulasinya sudah bagus, namun pelaksanaannya di lapangan terkadang jauh panggang dari api. 

Mohon jangan dilupakan gambar gigi di atas. Gambar gigi tersebut adalah ilustrasi dari kerusakan gigi yang ditimbulkan karena air yang dipakai untuk kebutuhan sehari-hari telah tercemar dengan bauksit.

Lurah Pulau Karas mengatakan, masyarakat di Pulau Karas kerap menderita penyakit yang menyerang gigi. Hal itu karena air yang dikonsumsi tidak bagus mengandung air laut serta bauksit. Pulau Karas terletak di Kecamatan Galang, Kota Batam Provinsi Kepulaun Riau. Dijelaskan lurah tersebut bahwa, di wilayah itu ada 826 Kepala Keluarga dengan jumlah masyarakat tiga ribu orang. Dari jumlah itu, 90 persennya, bermasalah gigi yang diakibatkan air yang tidak sehat.

Sumber : www.batamtoday.com/berita21798-90-Persen-Warga-Pulau-Karas-Alami-Kerusakan-Gigi.html 

Mari, jangan pula dilupakan kerusakan lingkungan yang terjadi dan digambarkan pada awal tulisan ini. Pancing yang awalnya ditujukan dan diharapkan untuk menangkap ikan, ternyata hanya bisa menangkap batu-batu bauksit yang tersebar akibat pendangkalan dasar laut.

Mari Mendukung Smelter

 

sumber : google.com

Gambar di atas adalah gambar smelter aluminium. Hasil akhir adalah aluminium dalam bentuk cair

 

Sumber: Presentasi Erry Sofyan, Ketua Asosiasi Pengusaha Bauksit dan Bijih Besi Indonesia (APB3I)

 

Undang-undang nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara adalah undang-undang yang melindungi kepentingan dalam negeri.

Pengusaha pertambangan diharuskan membangun smelter guna memberikan nilai tambah terhadap mineral bauksit yang telah dieksploitasi.

Dengan dibangunnya smelter, negara kita, Indonesia akan memperoleh beberapa hal yaitu :

  • Menghentikan eksploitasi bahan tambang secara besar-besaran di daerah. Hal ini adalah dampak terbesar yang diharapkan. Keadaan ini dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat di sekitar areal pertambangan sekaligus mengembalikan citra pertambangan yang terkadang hanya disebut sebagai perusak alam. Dampak ini jauh lebih besar dibandingkan dampak ekonomi yang berupa peningkatan pendapatan daerah.
  • Peningkatan pendapatan daerah berupa meningkatnya nilai jual bahan tambang. Saya akan berikan data nilai jual saat ini bauksit, alumina hingga ingot aluminium.

 

 

sedangkan

 

sementara itu,

Keterangan grafik dan tabel :

RMB = Renminbi, kata lain dari China Yuan (CNY), mata uang China,

mt = metrik ton = 1,1 ton

Sumber tabel dan grafik: www.metal.com (shanghai metal market)

 

Dengan asumsi bahwa  1 USD = 6,2 RMB dan harga bauksit adalah USD 53, harga alumina adalah 2.410 RMB serta harga aluminium ingot adalah 12.560 RMG, maka diperoleh harga alumina dalam USD adalah USD 390/mt atau 7 kali lebih besar dari nilai jual bauksit Indonesia dan harga aluminium ingot dalam USD adalah USD 2.026/mt atau 38 kali lebih besar dari nilai jual bauksit Indonesia.

Hal ini berarti, sesuai harga pada tanggal 18 Juni 2015, apabila bauksit Indonesia dimurnikan menjadi Alumnia di dalam negeri, maka hasil penjualan ke negara China, bisa meningkat 7 kali lipat dan meningkat secara signifikan menjadi 38 kali lipat bila dimurnikan hingga menjadi ingot aluminium. 

selanjutnya, 

 

  • Meningkatkan nilai investasi baik yang berasal dari dalam atau pun luar negeri. Investasi yang diharapkan nantinya bukan hanya untuk kepentingan smelter itu sendiri. Sebagai contoh adalah smelter Inalum di Sumatera Utara. Investasi terhadap pembangkit listrik memungkinkan listrik yang dihasilkan dapat dipergunakan untuk masyarakat Sumatera Utara.
  • Membuka lapangan kerja baru. Lapangan kerja yang dimaksud adalah bukan lapangan kerja sebagai buruh kasar, namun lebih kepada tenaga kerja terampil. Para insinyur terampil akan bekerja di bahagian hilir dari proses pemurnian bauksit.

 

Penutup

Tujuan utama pemerintah dalam membangun smelter sebagai upaya meningkatkan produksi hilir dari penambangan bauksit, sesuai yang diamanatkan oleh Undang-Undang nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara adalah untuk menyelamatkan kekayaan negara dari tindakan semena-mena yang tidak bertanggung jawab berupa eksploitasi secara berlebihan seperti yang telah terjadi pada Triwulan III tahun 2014.

Kita harus sadar bahwa eksploitasi yang berlebihan akan merusak alam Indonesia yang memang dititipkan oleh anak cucu kita kepada kita. Mereka berhak untuk  menikmatinya di masa yang akan datang sama seperti kita.

Hal ini jauh lebih besar dari sekedar hitungan angka-angka di atas kertas. Hal ini sungguh tak ternilai harganya.

 

Akhir kata izinkan saya menyampaikan sebuah pantun,

Pergi ke pasar membeli Bunga

Bunga dibeli Indah Sekali

Alam Sekitar Perlu dijaga

Agar hidup senantiasa Harmoni.

 

Sumber Referensi Tambahan :

www.hydro.com/en/About-aluminium/How-its-made/

Aluminium environmnet and society, by hydro.com

www.bi.go.id

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Barat

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kepulauan Riau

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun