Mohon tunggu...
edy mulyadi
edy mulyadi Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis, Media Trainer,Konsultan/Praktisi PR

masih jadi jurnalis

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Garuda yang Merugi dan Mimpi untuk Terbang Tinggi

13 Juni 2017   16:32 Diperbarui: 14 Juni 2017   20:03 3202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
KOMPAS.com/ANDREAS LUKAS ALTOBELI Pahala Nugraha Mansury, mantan direktur keuangan Bank Mandiri, berpose usai menghadiri RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) PT Garuda Indonesia Persero Tbk di Gedung Garuda City Center, Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Rabu (12/4/2017). Pada RUPS hari ini Pahala Nugraha Mansury menggantikan posisi Arif Wibowo selaku direktur utama PT Garuda Indonesia.

Oleh Edy Mulyadi*

Garuda Indonesia Bantah Alami Kebangkrutan.” Begitu judul berita satu media on line yang tayang kemarin (Senin, 12/6). Bantahan datang langsung dari Dirut PT Garuda Indonesia Tbk, Pahala N Mansury.

Sebagai mantan bankir, Pahala lantas menyorongkan sederet angka terkait kinerja keuangan perusahaan penerbangan pelat merah yang dikomandaninya itu. Menurut dia, sejak kuartal dua 2017, misalnya, kinerja keuangan Garuda mulai membaik.

Di sisi lain, mantan Direktur Bank Mandiri itu mengakui tiga bulan pertama memang Garuda kena hajar rugi. Kinerja minus itu disebabkan beberapa hal. Antara lain, kenaikan harga bahan bakar avtur. Dalam setahun terakhir belanja avtur naik 54% dari US$189,8 juta di kuartal pertama 2016, menjadi US$292,3 juta di tahun berikutnya.

Pada kuartal pertama Garuda mengumumkan rugi sebesar US$98,5 juta. Jika dihitung dengan kurs Rp 13.300 saat laporan disampaikan, maka kerugian itu setara dengan Rp 1,31 triliun. Padahal pada kuartal yang sama tahun sebelumnya, perseroan sukses mengukir laba US$1,02 juta. Meski begitu, Pahala menilai anggapan sejumlah kalangan, bahwa kerugian tersebut bakal membangkrutkan perusahaan, adalah terlalu berlebihan.

Sebagai komandan baru yang baru saja didapuk jadi nakhoda Garuda pada April 2017 silam, tentu saja Pahala harus bekerja ekstra keras dan ekstra cerdas. Sejumlah jurus telah disiapkan. Antara lain fokus pada peningkatakan efisiensi, pembenahan rute, dan integrasi dengan anak perusahaan (Citilink) juga BUMN lain. Untuk soal integrasi manajemen bakal memerhatikan dari semua aspek, terutama soal pricing dan, lagi-lagi, rute.

Bicara soal efisiensi, ini memang hukum besi perusahaan. Jangankan buat yang babak-belur dan terancam bangkrut, bagi bisnis yang sedang moncer pun efisiensi tetap saja musti dilakukan. Itulah sebabnya Pahala bermaksud menggenjot efisiensi khususnya pada bahan bakar dan operasional. Pada saat yang sama, perseroan juga kudu fokus mendongkrak jumlah penumpang. Soalnya, dari sinilah sumber pendapatan utama mengalir.

Terus, bagaimana dengan rute? Dia mengakui ada beberapa rute penerbangan baik domestik maupun mancanegara yang rugi karena sepinya penumpang. Setidaknya ada 10-20 rute dalam daftar yang tengah dikaji. Rute-rute kurus dan ‘membakar duit’ pasti bakal diamputasi. Sebaliknya, rute-rute gemuk dan menghasilkan laba akan terus dipompa frekwensinya.

Kekhawatiran Lama?
Obrolan sepuar rute gemuk-kurus, biaya bahan bakar, dan tingkat keterisian penumpang alias load factor ini jadi celetukan Menko Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli, Agustus 2015. Waktu itu, hanya selang sehari paska pelantikannya, dia minta maskapai milik negara tersebut membatalkan rencana pembelian sejumlah besar pesawat berbadan lebar. Alasannya, rencana tersebut bakal mendorong Garuda ke tubir jurang kebangkrutan.

Bagi RR, begitu dia biasa disapa, Garuda memang punya sejarah emosional tersendiri. Maklum, saat menjadi Menko Perekonomian era Presiden Abdurrahman Wahid, dia sukses menyelamatkan perusahaan yang hampir kolaps itu. Pasalnya, Garuda dibelit utang senilai US$1,8 miliar dari konsorsium bank Eropa yang tidak mampu dibayar.

Persoalan menjadi serius, karena pihak kreditur Eropa mengancam akan menyita semua pesawat Garuda. RR yang paham adanya praktik pat gulipat dalam penyaluran kredit untuk pembelian pesawat di Garuda, akhirnya justru menutut balik konsorsium bank Eropa. Pasalnya, mereka terindikasi menerima bunga dari kredit dengan ekstra 50%. Akibatnya lumayan dahsyat. Para bankir tadi minta damai dan sepakat merestrukturisasi utang Garuda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun