Mohon tunggu...
edy mulyadi
edy mulyadi Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis, Media Trainer,Konsultan/Praktisi PR

masih jadi jurnalis

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Soal Debat Utang, Sri Memang Omdo

8 Mei 2018   16:13 Diperbarui: 8 Mei 2018   18:14 2384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Bicara adalah satu hal. Sedangkan berbuat hal lainnya lagi. Sayangnya, banyak orang yang seringkali apa yang dilakukan tidak sama bahkan bertentangan dengan yang disampaikan. Kalau sudah begini, stempel yang pas, minimal disebut omdo. Omong doang!

Di acara Welcoming Alumni penerima beasiswa  Lembaga Pengelola Dana Pendidikan(LPDP) di Jakarta, Senin malam (7/5), Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan tidak takut ditantang berdebat. Ini adalah bicara!

Bagaimana praktiknya? Hingga kini, sudah lebih dari 10 hari, dia tidak (berani) melayani tantangan debat terbuka yang disampaikan ekonom senior Rizal Ramli. Padahal, Menku Ekuin dan Menkeu era Gus Dur itu hanya menyambut tantangan yang dilontarkan Presiden Jokowi, agar pihak-pihak yang selalu mengkritisi utang luar negeri adu data dan argumen dengan Menkeu Sri.

Sri dan para hulubalangnya di Kemenkeu boleh saja berdalih ini-itu untuk menghindar dari debat soal utang Indonesia. Pastinya, data Bank Indonesia (BI) menunjukkan sampai Februari 2018, Utang Luar Negeri (ULN) mencapai US$352,2 miliar. Dengan kurs BI hari ini (8/5) yang Rp14.036/US$, maka utang itu senilai Rp4.943 triliun lebih. Hampir Rp5.000 triliun!

Kalau Menkeu dan para pemujanya ngotot berpendapat angka hampir Rp5.000 triliun masih tetap aman dan tidak masalah, maka benar-benar sulit membuat kelompok ini menyadari betapa sudah gawatnya utang Indonesia. Apalagi, lagi-lagi, seperti biasa, mereka menjadikan rasio utang dan PDB yang angkanya masih jauh dari 60% sebagai patokan. Sikap ngeyel bin ndableg itu tetap mereka dekap erat, kendati para ekonom jujur dan waras sudah lama mengkritisi, bahwa menisbahkan utang dengan PDB bukan cuma tidak pas, tapi malah sesat dan menyesatkan.

Semestinya, mengukur utang harus dinisbatkan dengan kemampuan sebuah negara dalam membayar utang, atau debt to service ratio (DSR). Sayangnya, ya itu tadi, Sri dan para pengekornya lebih suka menggunakan patokan versi junjungan asingnya yang melenakan dan menyesatkan. Bagaimana tidak melenakan, kalau seriap saat rakyat benaknya dipompa dengan anggapan utang masih aman karena rasionnya masih jauh dari 60% PDB? Tanpa disadari, tahu-tahu Indonesia sudah masuk debt trap, sehingga harus gali lubang tutup jurang. 

Tapi sudahlah, memang begitu karakteristik para penganut dan pejuang neolib. Buat mereka, apa saja yang tidak senada apalagi bertabrakan dengan keinginan dan kepentingan IMF dan Bank Dunia sebagai juragannya, pasti bakal ditolak mentah-mentah. Mereka tidak peduli, bahwa kepentingan dan keinginan junjungannya itu sangat merugikan bangsa dan rakyatnya sendiri.

Prudent dari Hong Kong?!

Perempuan mantan petinggi IMF dan Bank Dunia juga berulang-ulang mengklaim Pemerintah mengelola utang dengan prudent agar anggaran bisa terjaga kesinambungannya. Prudent apanya, kalau sejumlah indikator penting justru negatif?

BPS melaporkan sejak Desember 2017 hingga Februari 2018 neraca neraca perdagangan Indonesia selalu mengalami defisit. Kalau dalam dunia sepak boleh, defisit kali ini mencetak hat-trick. Pada Februari defisitnya sebesar US$11 juta. Lalu, Desember 2017 dan Januari 2018, masing-masing defisit US$756 juta dan US$220 juta. Jika diakumulasi, maka hat-trick defisit neraca perdagangan sudah menembus US$1,1 miliar dolar AS. Top, kan? Apanya yang prudent? Prudent dari Hong Kong?!

Keseimbangan primer di APBN dalam beberapa tahun terkahir juga selalu defisit. Pada APBN 2018 dipatok defisit Rp87,3 triliun. Jangan tanya lagi defisit volume APBN yang memang sudah langganan dari tahun ke tahun. Tahun ini, defisit anggaran mencapai Rp325,9 triliun. Saking rajinnya bikin defisit APBBN, hingga tak berlebihan bila Sri dijuluki madem defisit (APBN).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun