Mohon tunggu...
edy mulyadi
edy mulyadi Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis, Media Trainer,Konsultan/Praktisi PR

masih jadi jurnalis

Selanjutnya

Tutup

Money

Kuota Impor Dihapus, Kartel pun Pupus

19 Juni 2017   14:11 Diperbarui: 19 Juni 2017   14:16 1029
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Bagaimana mengatasi hal ini? Rizal Ramli, Menko Perekonomian era Presiden Abdurrahman Wahid punya solusi jitu. Ubah mekanisme impor produk pangan kita dari sistem kuota ke sistem tarif. Sistem kuota inilah yang jadi biang keladi melambungnya harga berbagai produk komoditas pangan selama puluhan tahun belakangan.

Paling tidak sejak 2013 Rizal Ramli gencar menyuarakan agar sistem kuota impor komoditas pangan diganti dengan sistem tarif. Sistem kuota hanya menguntungkan segelintir pemain. Dengan keuntungan yang sangat besar itu, para mafia kuota memberi graitifikasi kepada para pejabat agar mengalokasikan kuota tersebut hanya kepada mereka. 

Sistem kuota awalnya untuk mengendalikan arus impor komoditas pangan. Tujuannya untuk melindungi petani dan peternak dalam negeri. Namun pada praktiknya, para penikmat kuota tadi membentuk kartel yang hanya menguntungkan kelompoknya. Mafia kartel ini umumnya terdiri atas 6-7 pengusaha saja.

"Sebaliknya, kebijakan impor lewat skema tarif membuat pemerintah bisa mengendalikan harga dengan efektif. Sepanjang memenuhi persyaratan yang ditentukan, siapa pun boleh mengimpor. Ini akan menumbuhkan banyak pemain sehingga persaingan harga lebih fair.Pemerintah tetap bisa melindungi produsen lokal dengan menerapkan tarif impor tertentu. Negara pun memperoleh pemasukan dari bea masuk," ungkap Rizal Ramli yang pernah menjadi Kepala Badan Urusan Logistik (Bulog).

Para pelaku kartel membuat seolah-olah importir komoditas pangan tertentu jumlahnya banyak. Padahal, mereka adalah orang-orang yang sama. KPPU menemukan ada enam kelompok pelaku impor bawang putih. Salah satu kelompok itu menguasai 50% impor bawang putih dari Cina ke Indonesia. Itulah sebabnya mereka bisa mengontrol harga sesuai selera.

Soal kartel bawang putih, sebetulnya kali ini bukanlah yang pertama. Pada 2014 KPPU juga pernah mengusut keterlibatan 19 importir bawang putih dalam permainan kartel serupa. Tapi KPPU belum bisa memastikan pemainnya orang yang sama atau berbeda.

Namun terlepas sama atau berbeda pemain, sepanjang sistem kuota impor masih diberlakukan maka praktik kartel tetap akan ada. Jadi, kalau pemerintah memang bermaksud melindungi rakyatnya, maka sudah semestinya sistem kuota diganti dengan sistem tarif.

Dengan langkah sederhana ini, rakyat bisa membayar produk pangan secara wajar. Selain itu, pemerintah juga menerima pemasukan dari bea masuk dan berbagai pajak impor lainnya. Kuncinya; sistem kuota impor dihapus, kartel pun bakal pupus. Mau? (*)

Jakarta, 19 Juni 2017

Edy Mulyadi, Direktur Program Centre for Economic and Democracy Studies (CEDeS)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun