Mohon tunggu...
Edwin Cakra
Edwin Cakra Mohon Tunggu... Guru - Penggiat Media Sosial

Selalu memberikan jawaban atas upaya merendahkan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Haruskah Gempa Lombok Dinyatakan Bencana Nasional?

21 Agustus 2018   18:12 Diperbarui: 22 Agustus 2018   02:22 558
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Kata kunci sebelum membaca artikel ini adalah korban Gempa Yogya tahun 2006 sebanyak 6.234 korban tewas, sementara Gempa Lombok masih berkisar 526 orang tewas. Gempa Yogya tidak dinyatakan sebagai "Bencana Nasional")

Kita bersedih karena gempa terus menghantam Lombok dengan kekuatan hingga 7.2 SR. Sampai tulisan ini dibuat tercatat telah memakan 526 korban tewas. Namun yang menjadi keributan di media nasional bukanlah ajakan untuk saling membantu tetapi malah maraknya tuntutan agar status gempa ini dinyatakan sebagai bencana nasional. Tuntutan ini semarak disuarakan oleh pihak oposisi tanpa tolak ukur yang jelas sehingga sangat terasa memiliki target politis. 

Target tersebut adalah menunggu hingga Pemerintah menyerah dan begitu memenuhi permintaan tersebut lalu lini masa akan dipenuhi dengan kalimat "sudah terlambat" atau "dari kemarin sudah dibilang tapi tak mendengar". Tujuannya hanya satu, tidak ada tindakan benar yang dilakukan Pemerintah saat ini, sehingga akan mendongkrak perolehan suara oposisi di saat Pemilu 2019.

Ironisnya, suara kelompok oposan tersebut juga dikeluarkan oleh mereka yang duduk di Parlemen yang seharusnya mengetahui adanya peraturan-peraturan yang menjadi dasar bagaimana status sebuah bencana ditetapkan.  Posisi Pemerintah diikat oleh PP No. 21 Tahun 2008 yang menyatakan bahwa "Penentuan status keadaan darurat bencana dilaksanakan oleh pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan tingkatan bencana". 

Tingkatan bencana di Lombok belum berdampak nasional karena organ pemerintah daerah masih dapat berfungsi. Selain itu yang perlu diingat juga bahwa bangsa dan negara ini punya apa yang disebut "harga diri" sehingga jika masih menangani sendiri suatu bencana maka selayaknya tidak perlu menerima bantuan dari luar. 

Ada satu hal yang tidak diangkat oleh mereka yang menuntut peningkatan gempa Lombok sebagai bencana nasional, yakni akan masuknya berbagai bantuan asing dari berbagai lembaga swadaya masyarakat, organisasi internasional dan organisasi lintas batas (sans frontier). Berkaca dari pengalaman saat tsunami 2004 dulu menunjukan bahwa segera ketika Pemerintah menyatakan sebagai bencana nasional maka berbondong-bondong bantuan asing berdatangan. 

Pemerintah sukar menolak hal ini karena terikat oleh Konvensi Jenewa yang mengatur hal ini. Sebagai contoh, saat itu tiba-tiba sebuah pesawat meminta ijin pendaratan di Medan dengan berisikan pasukan pemadam kebakaran yang tidak memiliki visa. Karena hal ini maka Ditjen Imigrasi harus mengeluarkan diskresi bahwa petugas asing dapat memasuki wilayah Indonesia tanpa visa. Lalu masuknya berbagai obat-obatan yang belum tentu sesuai dengan situasi dan kondisi negara tropis, namun BPOM dan Bea Cukai pun harus meloloskannya karena situasi darurat tersebut, serta banyak hal teknis lainnya yang tidak mudah dicerna oleh awam.

Untuk memahami "harga diri" tersebut dapatlah kita lakukan paralelisme dengan kehidupan nyata saat ini. Sudah menjadi hal yang umum kalau setiap individu saat ini terhubung dengan WAG (Whatsapp Group) atas kelompok alumni sekolah, teman kerja, kelompok RT/RW dll. Jika salah seorang anak kita sakit yang ringan saja, di mana bapak dan ibunya dapat mengatasi penyakit anak tersebut, akankah kita mengabarkannya dalam WAG tersebut? Tentu tidak!

Hal ini tidak dilakukan karena kita masih memiliki yang disebut "harga diri" tersebut. Namun menjadi hal lumrah jika tiba-tiba dalam WAG kita menerima berita tentang si A yang menderita Kanker atau Jantung, sehingga masing-masing dari kita semua mengulurkan tangan untuk membantu si penderita. Mengapa hal tersebut terjadi? karena penyakit tersebut memang dikategorikan luar biasa sehingga perlu bantuan dari orang lain.

Begitu juga dalam bernegara, tidak semudah itu kita menyatakan bencana di Lombok sebagai bencana nasional jika kita melihat bahwa masalah tersebut masih bisa ditangani oleh organ pemerintah setempat. 

Tetapi hal ini tidak berarti Pemerintah pusat lepas tangan, karena pemerintah pusat tetap memberikan bantuan maksimal berupa penyaluran bantuan maupun pemulihan infrastruktur. Hingga kini proses pemulihan tersebut dapat berjalan dengan baik, tanpa kita harus memohon bantuan asing yang dapat berdampak menurunnya tingkat kepercayaan dunia terhadap Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun