Mohon tunggu...
Ahmad Zain Sarnoto
Ahmad Zain Sarnoto Mohon Tunggu... Dosen - pemerhati pendidikan, psikologi dan agama

Dosen Program Pascasarjana Institut PTIQ Jakarta dan Direktur Lembaga Kajian Islam dan Psikologi (eLKIP)

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Politisasi Lebaran Tanpa Mudik

19 Mei 2020   07:39 Diperbarui: 19 Mei 2020   08:26 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Dr. Ahmad Zain Sarnoto

Mudik menjadi budaya yang tidak bisa dipisahkan dengan lebaran, lebaran artinya hari raya umat Islam yang jatuh pada tanggal 1 Syawal setelah selesai menjalankan ibadah puasa selama bulan Ramadan, disebut juga  Idulfitri (https://kbbi.kemdikbud.go.id/)

Selain mudik ada kata yang sangat popular berkenaan dengan lebaran yaitu pulang kampung. Mudik dan pulang kampung, bagi orang awam adalah sama, yaitu sama-sama kembali ke kampung halaman setelah bekerja diluar daerah.

Menjadi menarik kata mudik dan lebaran, karena memasuki zona politik, ketika Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyatakan mudik dan pulang kampung merupakan dua hal yang berbeda. Menurut Jokowi, mudik merupakan pergerakan orang ke kampung yang dilakukan menjelang Hari Raya Idul Fitri. "Kalau yang namanya pulang kampung itu bekerja di Jakarta, tetapi anak-istrinya ada di kampung," kata Jokowi dalam acara Mata Najwa yang disiarkan Trans7 pada Rabu, 23 April 2020 (Tempo)

Sontak pernyataan sang presiden pun menjadi viral di media social, se- viral nama corona (covid-19) yang melanda warga dunia dan Indonesia.

Selama ini kata mudik dan pulang kampung, hampir tidak ada yang memperdebatkan, asal usul kata bahasanya, karena yang penting, saat ramadhan berakhir, menjelang idul fitri tradisinya ada migrasi dari kota ke desa, sehingga jalan-jalan menjadi macet, pelabuhan, Bandara, pasar, mall dan tempat wisata menjadi penuh berdesakan.

Bagi sebagian orang, mudik atau pulang kampung menjadi "wajib" dengan dalil "setahun" sekali, dalam bahasa sederhananya, sudah bekerja berbulan-bulan mengumpulkan uang, saat lebaran  tiba adalah saat berkumpul dengan keluarga besarnya.

Maka tidak sedikit orang yang menggunakan berbagai macam cara untuk mudik atau pulkam (pulang kampung), dari naik mobil pribadi, motor, Bus dan kereta api, pesawat terbang hingga "Bajaj" yang di modif untuk mudik ke kampung,kadang mengabaikan keselamatan,mengapa, dalihnya "mudik"

Banyak cerita dalam hal mudik atau pulkam, dari macet berjam-jam bahkan jarak tempuh yang biasanya hanya 10 jam ketika mudik bisa 2 hari perjalanan, dan berbagai cerita khas mudik lainnya, tetapi itu lebaran tahun-tahun lalu. Untuk lebaran tahun ini nampaknya, kisahnya sedikit berubah, pemerintah telah melarang tradisi mudik atau pulkam dengan semboyan "lebaran di rumah saja".

Sedih? Tentu saja iya, sudah terbayang indahnya berkumpul bersama sanak keluarga di kampung halaman nan indah dan sejuk, lantas apa yang harus kita lakukan menyikapi larangan mudik dari pemerintah?

Jika kita maknai ibadah puasa dalam ramadhan, esensinya adalah menahan diri, dari makan, minum, berhubungan suami-istri disiang hari dan dari hal-hal yang dapat membatalkan ibadah puasa, pelajaran penting yang bisa kita ambil dari ibadah puasa kaitanya dengan mudik adalah, mari kita menahan diri dan merelakan, lebaran tanpa mudik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun