Mohon tunggu...
Eduardus Fromotius Lebe
Eduardus Fromotius Lebe Mohon Tunggu... Dosen - Penulis dan Konsultan Skripsi

Menulis itu mengadministrasikan pikiran secara sistematis, logis, dan dapat dipertanggungjawabkan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Mencintai Peran Guru melalui Kritikan, Salahkah?

28 Oktober 2021   08:08 Diperbarui: 28 Oktober 2021   11:34 964
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi guru | envato elements/twenty20photos

Kritikan terkadang menyakitkan bagi sebagian orang. Namun apa pun alasannya kritikan harus tetap disuarakan agar para guru tetap on the track dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab nya. Tentu guru tetap diberikan otoritas penuh dalam merespon setiap kritikan. Jika kritikan tersebut baik maka perlu direspon dengan baik pula.

Kritikan harus dimanfaatkan oleh para guru untuk mengevaluasi segala bentuk kelalaian dalam menjalankan tugas. Tidak boleh menutup mata dengan fenomena yang mencoreng dunia pendidikan kita. Yang salah satunya disebabkan oleh mentalitas dan perilaku guru yang menyimpang.

Suka atau tidak, dunia pendidikan kita seringkali tercoreng akibat ulah dari beberapa oknum guru. Kasus kekerasan fisik maupun kekerasan seksual, yang dialami oleh siswa-siswi akibat ulah dari beberapa oknum guru merupakan sederetan fakta rusaknya wajah pendidikan kita. Tidak bermaksud menuduh namun kenyataannya memang demikian. 

Di tahun 2019, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menerima 153 aduan kasus kekerasan pada anak di lingkungan sekolah. Anak menjadi korban kebijakan sekolah, kekerasan fisik, dan perundungan. Sebagian besar kekerasan atau sebanyak 44 persen dilakukan oleh guru (m.medcom.id, 30 Desember 2019). 

Tidak ada alasan yang membenarkan guru melakukan tindakan kekerasan fisik pada siswa. Dalam teori pembelajaran yang berkembang, tidak pernah satu pun yang merekomendasikan kekerasan fisik sebagai punishment atas perilaku siswa yang dianggap melanggar aturan di sekolah. Punishment yang diberikan haruslah bersifat humanis dan mendidik agar tidak mengulangi kesalahan yang sama.

Kritikan yang terukur dan diterima dengan bijaksana membuat orang lebih terbuka pikiran nya (open mind). Pikiran yang terbuka akan mendapatkan hal-hal baru yang belum pernah didapatkan. Dalam ini guru semakin bijaksana dalam memilih dan memilah berbagai masukan dari pihak lain.

Mengembalikan Martabat Guru

Salah satu tugas kita adalah mengembalikan martabat guru. Sedemikian parah kah wajah guru-guru kita? Jawaban tentu tidak semua namun kalau dibiarkan dapat merusak dunia pendidikan.

"Karena nilai setitik, rusak susu Sebelanga." Lembaga pendidikan (sekolah) secara umum akan runtuh akibat ulah beberapa oknum guru. Ungkapan ini relevan, sebab ulah salah satu oknum mencoreng seluruh kinerja dari semua guru.

Kritik yang dilontarkan oleh berbagai pihak, bertujuan ingin mengambilkan martabat guru. Martabat guru yang mulia harus tetap dijaga agar konsisten dan bertanggung jawab dalam menjalankan tugas. Tidak bermaksud berlebihan atau mendeskreditkan martabat guru, namun jika diamati secara keseluruhan maka layak untuk mendapatkan catatan kritis.

Kita mengambil peran yang sama untuk menjaga martabat guru. Salah satu nya adalah dengan memberikan kritikan serta solusi konkrit yang bertanggung jawab. Kritikan sebagai pertanggungjawaban moral kita kepada dunia pendidikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun