Mohon tunggu...
editan to
editan to Mohon Tunggu... Wiraswasta - Mengelola Usaha Percetakan

memperluas cakrawala

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Psywar AHY pada Jokowi yang Gagal

6 Februari 2021   19:52 Diperbarui: 6 Februari 2021   20:03 487
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Analisisnya Demokrat sejak awal membangun persepsi: Pertama, terjadi kudeta, kedua kudeta atas izin dan restu Jokowi yang melibatkan Istana/menteri. Psywar dengan melontarkan tuduhan itu untuk menyerang titik pikiran manusia sehingga bisa menjadi persepsi publik. 

Pada dasarnya psywar ini harus diakhiri agar tidak menimbulkan gangguan politis. Misalnya hubungan antara SBY dan Jokowi yang sebelumnya sudah dingin maka kini menjadi beku. Demikian pula hubungan Demokrat dengan faksi-faksi yang ada di internal makin meruncing. Kecurigaan DPP kepada DPC dan DPD Demokrat tak bisa dipungkiri sehingga perlu surat pernyataan sikap kesetiaan kepada AHY.

Itulah kenapa psywar ini perlu diakhiri. Salah satu upaya adalah melanjutkan dengan serangkaian pembuktian. Karena ini tuduhan dari Partai Demokrat maka AHY harus mampu menunjukkan alat bukti yang sahih.

Apakah benar itu seperti klaim Moeldoko hanya ngopi-ngopi mendengarkan keluhan kader partai. Apakah sudah pada rencana strategi hingga bagi-bagi akomodasi. Tentu tidak sulit menunjukkan bukti bagi Demokrat bila memang ada.

Seharusnya bila ada bukti bahwa Moeldoko menyogok Ketua DPC dan DPD bisa dibuktikan. Demikian pula pertemuan di hotel dalam bukti-bukti seperti pembicaraan dan dokumentasi lainnya. Dengan demikian tuduhan itu bisa dipertanggungjawabkan secara transparan dan akuntabel.

Saat ini, masyarakat hanya dipertontonkan suatu pertengkaran. Bahkan, Moeldoko terkesan dikeroyok. Sebaliknya yang mendukung AHY  menangkap sebagai bentuk kesewenang-wenangan. Ada adigium dalam politik bahwa tidak sebatas 'how to get the power' tetapi juga 'how to use the power'. 

AHY dan Moeldoko sama-sama mempunyai kekuasaan. Namun, bagaimana menggunakan kekuasaan tersebut. Bagaimana AHY meneruskan tuduhan-tuduhan itu dengan membeberkan fakta sehingga dengan kekuasaannya sebagai ketua umum dapat menertibkan di internal partai dan melakukan upaya pertahanan diri dari serangan lawan.

Sejauh ini, Moeldoko mengakui beberapa pertemuan. Namun, dalam politik sah-sah saja melakukan kasak-kusuk karena merupakan bagian upaya meraih kekuasaan. Tidak ada etika yang dilanggar karena dalam pertemuan tersebut belum terlihat adanya upaya mengerahkan kekuasaan atas nama jabatan.

Hingga saat ini yang terjadi masih psywar. Sangat disayangkan justru AHY dan Partai Demokrat tampak kedodoran. Upaya melakukan serangan belum berhasil merontokkan pertahanan Moeldoko, apalagi menyentuh Istana.

Kuncinya hanyalah dalam pembuktian. Setelah sepekan ini dari SBY, AHY, jajaran elite Demokrat bicara sudah waktunya, bila ada, dimunculkan bukti-bukti dan testimoni.

Tanpa alat bukti, justru ini mengorbankan AHY. Orang pun, maaf, menilai bagaimana mungkin mayor melawan jenderal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun