Hal ini juga menunjukkan bahwa setiap laporan keuangan memiliki dimensi eksistensial. Ia bukan hanya representasi data, tetapi juga “kisah” tentang bagaimana suatu entitas hidup, berkembang, dan bertanggung jawab. Dalam konteks inilah akuntansi dapat disebut sebagai “tulisan kehidupan ekonomi manusia”.
b. Dunia Hidup (Lebenswelt) dalam Akuntansi
Manusia hidup dalam Lebenswelt dunia hidup yang diwarnai oleh pengalaman, nilai, dan budaya. Akuntansi juga hidup di dalam dunia ini. Makna “laba”, misalnya, berbeda tergantung konteks sosialnya :
-
Dalam masyarakat pedagang tradisional, laba dianggap sebagai rezeki dan berkah.
Dalam dunia korporasi modern, laba dipandang sebagai indikator performa dan legitimasi publik.
Dalam konteks spiritual, laba bisa berarti keseimbangan antara usaha dan doa.
Artinya, akuntansi selalu kontekstual dan historis; ia tidak bisa dilepaskan dari dunia sosial yang melahirkannya. Laporan keuangan, mata uang, bahkan sistem audit adalah hasil kesepakatan sosial yang berkembang dari pengalaman manusia sepanjang sejarah.
Dengan begitu, setiap sistem akuntansi membawa “jiwa” sosial-historisnya sendiri. Ia terbentuk dari interaksi antar manusia, tradisi, dan kepercayaan yang berlangsung sepanjang waktu. Maka, akuntansi tidak bisa dipahami tanpa memahami dunia hidup tempat ia lahir dan tumbuh.
c. Simbol sebagai Wujud Ontologis
Dilthey menyebut ekspresi kehidupan manusia sebagai Ausdruck, yang tampak melalui simbol (Symbol). Dalam akuntansi, simbol ini hadir dalam bentuk angka, neraca, laporan tahunan, atau tanda tangan. Semua simbol ini bukan benda mati; mereka adalah jejak kehidupan batin.
Contohnya :