Mohon tunggu...
Jan Bestari
Jan Bestari Mohon Tunggu... Merayakan setiap langkah perjalanan

Refleksi kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Piantus Sejangkung Sambas: Kisah Kampung Kreatif dan Orang-orang yang Mengabdi untuk Seni

13 Januari 2022   20:34 Diperbarui: 13 Januari 2022   20:37 558
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pengrajin rotan yang sedang bekerja di Piantus Sejangkung Sambas

Masyarakat Piantus yang religius juga harus menghadapi  berkurangnya bahan baku secara nyata ditengah konversi lahan hutan alami sebagai tempat tumbuh subur berbagai jenis rotan karena perluasan lahan untuk perkebunan yang masif. Saat ini bahan baku kerajinan harus dipasok dari berbagai kecamatan sekitar yang hutan alaminya masih terjaga. Sering bahan baku juga harus didatangkan dari luar propinsi seperti dari Kalimantan Tengah.

Kemudian, kekurangan inovasi dalam desain serta belum familiarnya digital marketing oleh pelaku utama kerajinan  sepertinya menjadi tantangan berikutnya untuk mengatasi perkembangan zaman revolusi teknologi informasi saat ini.

Seorang pengrajin bernama Leno dan orang tuanya yang sudah sepuh, masih melakukan upaya pemasaran melalui pendekatan tradisional atau off line seperti menjajakan produk menggunakan sepeda dan naik level sedikit dengan menggunakan sepeda motor menuju dan menempuh jarak beratus ratus kilometer di kabupaten tetangga demi menjajakan hasil kerajinan sendiri. Diakuinya masih banyak orang di Kabuaten Landak sampai dengan Kapuas Hulu yang menyenangi produk khas berbahan alam dengan harga bersaing.

Siang itu, dengan wajah yang selalu tersenyum gembira 2 orang yang tetap berusaha setia bertahan menekuni dan mengabdi kepada seni kerajinan khususnya rotan itu, yang merekapun tidak tahu entah sejak kapan sejarah kerajinan dikampungnya bermula.

Seperti sebuah genetik DNA yang diturunkan secara turun temurun.Masyarakat desa Piantus sepertinya tidak rela jika harum bilah-bilah buluh dan rotan kering dalam berbagai bentuk dan ukuran jika ia tidak menjadi karya seni yang bermanfaat bagi kehidupannya nyata.

"Kami merasa tenang dan bahagia melakukan apa yang sedang kami lakukan" ungkapan sederhana dari 2 pelaku nyata kerajinan dan secara tidak langsung sebagai upaya mereka dalam mempertahankan laku tradisi yang telah dilakukan dari generasi ke generasi.

Jan Bestari

Sambas 16-12-2021

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun