Mohon tunggu...
Eduardo Retno
Eduardo Retno Mohon Tunggu... Penulis - Seorang Pencinta Kopi, Travelling dan Musik.

Penulis lepas yang banyak berkicimpung di beberapa organisasi pemuda kemasyarakatan dan beberapa komunitas. Sekarang aktif di dunia Koperasi Credit Union (KSP Credit Union Pancur Solidaritas) Kabupaten Ketapang - Kalimantan Barat.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Secundum Naturam Vivivere : Hidup Menurut Alam

9 Februari 2010   03:23 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:01 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Manusia dan alam adalah dua hal yang tak terpisahkan dalam alam semesta ini, keduanya saling berkaitan dan saling membutuhkan, manusia membutuhkan alam untuk menopang kehidupannya, sedangkan alam membutuhkan manusia untuk menjaga, memelihara dan mengolahnya dengan bijaksana, namun terkadang keduannya seringkali bertolakbelakang. Terutama manusia yang sering tidak konsisten dan taat terhadap hukum alam, manusia zaman sekarang sering digambarkan sebagai manusia yang tamak, serakah, mementingkan diri sendiri dan tidak pernah puas dengan apa yang dimilikinya.

Alam menjadi korban dari keserakahan manusia, tak pelak akhirnya alampun menumpahkan murkanya kepada manusia dengan datangnya berbagai bencana, seperti sunami, gempa bumi, badai dan sebagainya. Namun itulah sifat manusia, dia tidak pernah sadar akan kesalahannya, dia hanya akan bersujud, menangis, dan berdoa apabila bencana melanda dan kehilangan anggota keluarga, dan setelah semuanya berlalu dia kembali mengumpulkan harta dengan menghalalkan berbagai cara, sesama dan alamnyalah yang menjadi korban utama.

Kita tidak perlu mengambil contoh yang jauh, dulunya hutan kalimantan seringkali disebut sebagai paru - parunya dunia, namun sebutan itu menguap begitu saja setelah perusahaan sawit menginvansi hutan kalimantan untuk mega proyek perkebunan sawit dengan alasan klasik untuk menambah devisa negara. Tak ayal lagi setiap detik kita kehilangan hutan seluas lapangan bola. Tidak hanya itu perluasan perkebunan sawit juga telah berujung pada konflik antara perusahaan sawit dengan masyarakat adat (khususnya masyarakat adat Dayak) yang merupakan penduduk asli tanah kalimantan (misal ;Konflik komunitas Dayak hibun dengan PTPN XIII pir-Trans (Sanggau,Kalbar), Konflik tanah adat komunitas Taba dengan PNP XIII Inti Murni & KKPA (Sanggau,Kalbar). Dalam mempertahankan tanahnya masyarakat adat seringkali ditindas dengan hukum formal yang lebih menguntungkan perusahaan dan penguasa (birokrasi) negri ini. Sampai saat ini kita masih bisa melihat betapa perjuangan masyarakat adat kalimantan untuk mempertahankan tanah tumpah darahnya tidak akan pernah surut, sampai sekarang masih terjadi konflik antara masyarakat adat dengan perusahaan sawit (bisa di akses di (Http://kalimantanreview.com), konflik terbaru masyarakat adat dengan perusahaan sawit datang dari laporan majalah kalimantan review versi online kurang lebih empat bulan yang lalu di Kampung Silat Hulu, Desa Bantan Sari, Kecamatan Marau, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat. Masyarakat melawan tindakan sewenang-wenang perusahaan dengan menghukum adat dan menahan alat. Warga juga melaporkan kasus ini ke Polda Kaliimantan Barat dan Komnas HAM RI (25 Oktober 2009). Melalui surat tertanggal 27 Oktober 2009 bernomor 3.178/K/PMT/X/2009 (KR Online, 23 oktober 2009).

Berangkat dari contoh kasus diatas kita bisa memahami bahwa masyarakat adat dengan kearifan lokalnya telah menjadi ujung tombak harapan yang bisa menjaga keseimbangan alam, Keserakahan manusia hanya akan membuat alam murka.

Dalam majalah basis No.11-12 edisi november - desember 2009, di tulisan Sindhunata menekankan betapa pentingnya hidup selaras dengan alam, menurutnya untuk mengatasi kasus lingkungan dewasa ini sangatlah perlu kita melakukan refleksi filsafat dan teologis tentang alam. Tak mungkin alam bisa kita lestarikan, bila manusia hidup sesuai dengan kemauannya sendiri tanpa memperhatikan alam, dan sudah saatnyalah kita hidup menurut alam (latin : Sacundum naturam vivivere).

Disanalah kita diajak untuk hidup bersama dengan alam, baik dalam aturannya, rahmatnya, belaskasihnya, maupun penderitaannya.semoga..!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun