Mohon tunggu...
Eddy Mesakh
Eddy Mesakh Mohon Tunggu... Wiraswasta - WNI cinta damai

Eddy Mesakh. Warga negara Republik Indonesia. Itu sa! Dapat ditemui di http://www.eddymesakh.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Sipil Berseragam Loreng ala Militer supaya Apa?

19 Juni 2015   07:41 Diperbarui: 20 Juni 2015   02:41 6143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

SEKITAR pukul sembilan malam, Kamis (18/6/2015), istri saya yang sedang melayani pembayaran di meja kasir, kaget dan merasa takut ketika lima atau enam pria berseragam loreng ala TNI, mendadak masuk toko secara bersamaan. Dia langsung memanggil saya yang saat itu sedang memasang label harga pada produk jualan di area belakang.

Saya sedikit terkejut ketika melihat pria-pria berambut cepak dan berseragam loreng ala tentara. Satu di antaranya tak mengenakan pakaian loreng melainkan setelan hijau-hijau lengkap dengan tulisan PROVOST di lengan kirinya. Awalnya saya mengira mereka anggota TNI. Setelah diperhatikan, saya menyadari mereka bukan anggota TNI. Motif lorengnya lebih kecil dengan perpaduan warna hijau tua, putih, dan kuning. Tak ada warna cokelatnya. Pun tanpa tanda pangkat di lengan maupun pundak.

Motif seragam pria-pria itu lebih mirip seragam lapangan bermotif loreng milik anggota Brimob - yang sempat menuai kontroversi akhir tahun 2014 silam - tapi tanpa paduan hijau muda dan kuning tua. Postur mereka juga "kurang seragam". Ada yang fisiknya terlihat memenuhi syarat sebagai anggota TNI, tapi ada yang tampak sangat sipil sekalipun sudah membalut tubuhnya dengan seragam loreng.

Telah menyadari bahwa mereka bukan anggota TNI/Polri, saya tetap merasa heran dan sedikit terintimidasi. Beruntung mereka bersikap sopan dan berbicara baik-baik. Tak hanya saya yang kaget. Pelanggan yang sedang berbelanja dan bapak-bapak pengurus masjid di lingkungan kami yang sedang membahas kegiatan bazaar Ramadhan di depan toko juga kaget melihat rombongan pria berseragam itu. Para pengurus masjid itu mengira pria-pria berambut cepak itu adalah anggota TNI. Sehingga ketika mereka sudah meninggalkan toko, bapak-bapak itu memanggil saya dan bertanya, "Ada masalah apa, kok banyak tentara datang ke sini?"

Ya, gerangan apa sehingga pria-pria berseragam mirip tentara ini tiba-tiba mendatangi toko kami? Hal pertama yang melintas di pikiran saya, jangan-jangan mereka hendak meminta sumbangan. Ya, saya punya 'pengalaman musiman' menghadapi pria-pria berseragam seperti ini setiap jelang hari raya maupun hari besar nasional. Entah untuk meminta sumbangan dana maupun minuman atas perintah "komandan".  Tapi tidak biasanya "jadwal" kedatangan mereka seawal ini. Misalnya pada masa-masa jelang Idul Fitri, biasanya mereka datang saat dua atau tiga hari jelang masa puasa berakhir.

Rupanya dugaan saya salah. Ternyata kedatangan pria-pria berseragam itu bukan untuk tujuan tersebut. Mereka datang untuk meminta rekaman CCTV (Closed-circuit television) di toko saya. "Kami ingin melihat rekaman CCTV," kata pria yang tampaknya memimpin grup berseragam ala militer ini. "Karena teman kami kehilangan motor, katanya orang yang membawa kabur motornya datang ke toko ini untuk membeli rokok," dia melanjutkan.


"Motor aku yang hilang, Pak," sambung seorang pria tak berseragam yang datang bersama mereka tetapi berdiri paling belakang. Rupanya saya mengenalnya karena sehari-hari berjualan ayam penyet sekitar 300-400 meter dari toko kami dan telah lama menjadi pelanggan setia kami. 

"Kapan hilangnya?"

"Hari Minggu, baru-baru ini."

"Kok bisa? Di mana?"

"Sepertinya aku dihipnotis, Pak. Dia ngakunya cuma mau pinjam untuk beli rokok, tapi nggak balik lagi."

"Dia ke sini, ya?" 

"Iya, katanya mau beli rokok. Waktu itu kan sudah tengah malam, dan cuma toko ini yang masih buka."

"Karena itulah kami ke mari untuk melihat rekaman CCTV supaya bisa mengenali wajah pelakunya," imbuh sang pemimpin grup tadi.

Sebenarnya untuk hal seperti itu merupakan tugas kepolisian. Jika polisi yang datang, apa pun alasannya, kita wajib membantu melancarkan tugas mereka sebagai aparat keamanan. Tapi ini bukan polisi. Tentu saya tak berkewajiban memberikan rekaman CCTV kepada mereka. Saya bersedia membantu semata-mata karena mengenal korban. 

Saya kemudian bertanya, "Memangnya orang itu datang membeli rokok ke toko saya?" 

Kawan itu tak terlalu yakin. Dia hanya menduga si maling (lebih tepatnya penipu) itu membeli rokok di tempat kami. Tapi menurut saya, namanya penipu sekaligus maling tak mungkin singgah tak jauh dari posisi korban setelah mendapatkan motor korban. Kemungkinan besar dia langsung ngacir sejauh-jauhnya.  

Saya bilang kepada sang pemimpin grup bahwa rekaman CCTV beberapa hari lalu sudah tak ada lagi, karena sebelum kejadian hilangnya motor itu CCTV kami sudah rusak tersambar petir. Seluruh data/rekaman di dalamnya sudah rusak sehingga hard disc CCTV saya ganti dengan hard disc lain yang saya copot dari PC. Tampaknya mereka kurang puas dengan penjelasan itu, sehingga saya mengajak mereka untuk melihat langsung kondisi hard disc yang telah rusak itu.

Ketika akan pergi, sang pemimpin menelepon komandannya. Lalu dia menyerahkan ponsel kepada saya untuk berbicara langsung dengan komandan mereka. Dia menyampaikan hal sama, ingin melihat rekaman CCTV. Saya kembali menjelaskan mengenai kerusakan itu.

Kemudian pemimpin grup meminta nomor handphone saya agar bisa menghubungi balik bilamana data dalam hard disc sudah dipulihkan. Namun saya sendiri yakin rekaman dalam hard disc itu sulit diambil karena telah rusak parah. Saya tak mungkin berupaya memulihkan data rekaman yang ada karena tentu membutuhkan biaya besar. Bagi saya, lebih baik membeli hard disc baru.  

Rekaman dalam hard disc yang telah rusak itu hanya bisa diambil jika polisi yang meminta. Saya secara sukarela akan menyerahkannya kepada polisi demi kepentingan penyelidikan/penyidikan kasus kriminal. Tentu saja biaya perbaikan atau penyelamatan rekaman menjadi tanggung jawab negara. 

***

Kembali mengenai seragam ala militer. Tidak, ini bukan mengenai Presiden Jokowi yang baru-baru ini mengenakan seragam militer ketika menemui rombongan PP Muhammadiyah yang dipimpin Din Syamsuddin, di Istana Merdeka, Selasa kemarin. Ini soal banyaknya organisasi masyarakat atau kelompok-kelompok sipil lainnya yang doyan mengenakan seragam ala militer lalu memasuki area publik dalam balutan seragam tersebut. Sedangkan tentara betulan tidak diperbolehkan jika bukan dalam rangka tugas.    

Militer kita memiliki 'aturan' yang melarang penggunaan atribut TNI oleh sipil, baik pakaian maupun simbol-simbol dalam bentuk stiker, emblem, dan sebagainya. Penelusuran di Google, saya menemukan Surat Keputusan Panglima TNI No Skep/346/X/2004 tanggal 5 Oktober 2004 Tentang Pedoman Penggunaan Pakaian Dinas Seragam TNI. Keputusan ini juga melarang keluarga anggota TNI menggunakan semua atribut TNI.

Namun saya belum menemukan aturan lebih tegas mengenai hal ini. Maksudnya mengenai pemakaian busana mirip seragam TNI. Sekalipun tidak sama persis, masyarakat bisa terkecoh oleh seragam semacam itu. Apalagi bila yang mengenakan busana itu adalah ormas dan 'masuk' ke lingkungan masyarakat sipil secara berkelompok. Kalau mengenakan seragam seperti itu untuk kerja bakti, misalnya, tentu tak masalah. Kalau di luar kegiatan kemasyarakatan, bukan tak mungkin disalahgunakan? TNI bisa dirugikan seandainya masyarakat sipil berseragam ala TNI itu membuat ulah, mengingat masyarakat awam menganggap mereka yang berseragam loreng adalah anggota TNI. 

Memang, TNI sering menggelar razia terhadap masyarakat sipil yang mengenakan seragam militer maupun atribut TNI lainnya. Tetapi, sekali lagi, saya belum menemukan aturan lebih tegas tentang hal ini. Seandainya ada aturan seperti itu, mungkin perlu menambahkan klausul "mirip/menyerupai" agar masyarakat sipil/ormas tidak meniru-niru model pakaian militer.

Saya merasa ketika sipil mengenakan busana ala militer, ada semacam perasaan "lebih berani" kemudian bertingkah layaknya aparat. Tapi belum tentu dia berani mempertaruhkan jiwa raganya manakala negara membutuhkan untuk tujuan bela negara. Jangan sampai malah lebih duluan lari terbirit-birit sampai terkencing-kencing. 

Pertanyaan penutup, tujuan masyarakat atau kelompok masyarakat sipil mengenakan seragam loreng ala TNI supaya apa? (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun