Lelaki itu mencoba berhenti sejenak, mencoba menetralisir rasa tersengal di peparunya. Agak sedikit ragu dia masih menahan kakinya untuk melangkah, Â ada sedikit sesak yang baru saja terasa bersarang didadanya.Â
Mendadak kedua matanya terasa gelap. Kedua kakinya pun sekonyong lunglai bagai kehilangan tenaga. Dan sekarang, walau terlambat lelaki itu menyadari sesuatu yang serius tengah merayap di dirinya. Seketika keluar sebuah lenguhan dari mulutnya.Â
Kini, berjuta kekhawatiran memenuhi dadanya. Dia sadar apa saja kemungkinan terburuk yang akan menimpanya. Dia banyak baca literatur baik online ataupun offline tentang hal fatal yang setiap saat bisa terjadi pada setiap lansia. Dan sekarang, karena keangkuhannya, dia akan menerima risikonya.Â
Tapi dia tak pernah abai pada obat penekan darah tingginya. Juga menjauhi makanan berlemak atau berkalori tinggi. Pun olahraga raga ringan sangat rajin dikerjakan.Â
" Tetapi bapak itu sudah tua. Fisik sudah tak lagi menyamai ketika muda. Aku tau bapak dulu olahragawan. Tetapi itu dulu pak, sekarang saatnya bapak harus sudah sadar dan tau diri" Â itulah kata Shelya anak keduanya yang sering diucap berkali-kali, kalau dianggap dirinya tak mau dilarang.Â
Baru sekarang dia sungguh menyadari bahwa fisiknya tak sekuat tiga tahun yang lalu. Tetapi mungkin ini terlambat, sentaknya khawatir dalam hati.Â
Kakinya sekonyong melemah, sosoknya terhuyung tanpa dapat dicegah. Dia masih sadar apa yang terjadi pada dirinya saat itu. Cuma, dua tak bisa melawannya.Â
Tiba-tiba terasa dua tangan kokoh menyelinap dikedua belah ketiaknya. Tubuhnyapun kembali ke posisi semula.Â
" Tuh kan, apa kubilang bapak tuh bandelnya kelewatan tau. " suara kenes terdengar merepet mampir menggeletar di dinding telinganya.Â
" Untung aja kita ikutin, coba kalau terjadi sesuatu, ayo duduk diteras tuh" dan volume suara itu pasti milik Sita putri tertuanya. Seketika lelaki itu merasakan sebuah kelegaan memadati rongga dadanya.Â
Lalu, matanya dikirimkan kepemilik dua tangan kekar yang menyelinap di kedua ketiaknya. Oh putra bungsunya Regi sedang mencoba untuk tersenyum padanya. Dia merasa agak bertenaga saat tubuhnya didudukkan disebuah teras rumah.Â