Mohon tunggu...
EcyEcy
EcyEcy Mohon Tunggu... Guru - Pembelajar

Sejatinya belajar itu sepanjang hayat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Misteri Malam Jumat (18)

10 Januari 2020   13:25 Diperbarui: 10 Januari 2020   13:26 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Semilir angin menerbangkan anak rambut halus di kening Wati. Dalam dekapan panas matahari siang, bagiku, wajahnya Wati menjadi penyejuk hari. Namun kali ini tampak keraguan di wajahnya ketika kuajukan pertanyaan tentang kesediaannya mengantar rombongan kami untuk ekspedisi jenis pohon di hutan itu.

"Jadi, kamu bersedia nggak?" Aku sedikit mendesaknya.

"I_iya." Terbata dia menjawab tanyaku.

"Ada apa?"

"Aku hanya takut kejadian kemarin kemarin itu terulang lagi. Sejak ritual bersih desa, semua warga sudah merasa aman. Karena tak ada lagi kasus kematian hewan ternak dan penyakit seperti sebelumnya."

"Kamu masih percaya kalau itu semua ulah penunggu hutan yang sedang marah karena ada manusia yang memasuki kawasannya pada malam Jumat?"

Wati tak menjawab. Dia hanya menganggukkan kepalanya dengan lemah. Aku hanya sedikit geram. Mengapa dia masih saja percaya dengan mitos seperti itu. Sejak aku kecil dulu, orang tuaku selalu melarang aku keluar rumah kalau senja. Bukan hanya malam Jumat, tetapi di setiap harinya. Mereka selalu bilang banyak setan kalau aku mengajukan pertanyaan mengapa. Namun seiring dengan pertambahan usiaku, orang tuaku selalu mengatakan banyak setan di sekitar kita. Parahnya lagi, setan muncul bukan hanya senja. Sekarang ada di mana mana dan kapan saja.

Begitu selalu mereka mengingatkan agar aku selalu menjaga sholat dan ngajiku untuk berlindung padaNya. Sampai akhirnya mereka menjelaskan padaku bahwa keberadaan setan itu nyata, namun jangan mempercayai mitos yang ada. Sebab prasangka kita akan dibuat nyata oleh Tuhan. Sehingga Tuhan mudah memperlihatkan kuasaNya. Seperti yang sering dikatakan pak ustad di setiap pengajian malam jumat dengan jelas bahwa "PrasangkaNya adalah prasangka hambanya."

Tapi sebagai pendatang yang hanya tamu di rumahnya, aku tak mampu memberikan bantahan ataupun penjelasan lebih mendalam. Padahal niatku baik. Aku ingin Wati sadar sehingga dia bisa lebih takut lagi dengan dosanya. Tapi aku tak mau buat Wati lebih takut lagi dengan kondisi kampungnya. Cukup pak RT, Kepala desa dan tetua adat di sana saja yang memikirkannya. Biar Wati bisa memikirkan diriku juga. Ah, aku terlalu berharap jadinya.

*****

Akhirnya Wati mau menemani kami masuk ke hutan tepi desa untuk alasan yang aku buat buat, sebenarnya. Dengan alasan beberapa teman kami harus melakukan tugas yang lainnya bersamaan, maka aku hanya mengajak Rudi, Gita dan Rio dalam ekspedisi kali ini. Padahal, aku hanya mengajak teman yang bisa diajak kerja sama saja. Sedangkan ketua rombongan PKL yang sombong itu tak akan pernah kuberi tahu rencananya. Makanya hari ini mereka tak ada ikut dalam rombongan kami.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun