Mohon tunggu...
EcyEcy
EcyEcy Mohon Tunggu... Guru - Pembelajar

Sejatinya belajar itu sepanjang hayat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Malam yang Basah

4 Januari 2020   12:20 Diperbarui: 4 Januari 2020   19:04 993
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Pixabay/Fathromi Ramdlon)

---Lelaki---

Derasnya hujan malam ini tak menyurutkan niatku. Kulalui aspal basah dengan putaran roda motor. Jalan tampak lengang sebab dinginnya suhu mampu menggigit persendian. Orang-orang lebih memilih tidur dalam dekapan sayang. Sedang aku memilih hadir di rumahmu, sayang.

Ditemani temaram lampu kota, kujalankan roda dua ini dengan cepat. Sebab jatuhnya air bersaing dengan angin mengaburkan pandanganku. Jadi aku tak mau berlama-lama di tengah derai hujan. Dan bayangmu membakar semangatku. Hingga basahnya tubuhku kuanggap sebagai prestasi. Aku harus sampai di sana nanti.

Aku tahu di  ujung tujuanku ini, ada kamu yang menanti. Aku tak mau mengecewakanmu. Meskipun berat memilih untuk berada di jalanan basah ini. Sebab kondisi fisikku yang kurang fit karena lelah sebab tugas luar kota yang harus kulakoni siang tadi. Tapi demi melebur rasa rindu, kuiyakan saja pinta temu itu.

*****

---Wanita---

Di tepian jendela kaca, berdiri sosok mungil dengan gelisah. Paras wajah ayunya mengguratkan kekhawatiran yang mendalam. Gerak-gerik tubuhnya menggambarkan ketakutan.

Berkali kali matanya menyisir jalan basah di depan rumahnya. lengang, sepi, tak ada yang lewat. Jam dinding pun tampak tak enak hati sebab berkali-kali dipandangi. Tampaknya yang ditunggunya belum juga datang.

"Ah... seandainya aku bisa sedikit mengerti, tentu tak akan segelisah ini menanti Romi." Andini mengeluh di depan kaca buram dengan desah yang tertahan.

Perempuan itu mengulang kembali percakapan telepon yang terekam dalam ingatannya.

"Malam ini kamu ke rumahku ya, Rom."

"An, waktu masih panjang. Besok kan bisa. Aku capek banget."

"Kamu nggak kangen aku?" Pertanyaan Andini begitu tajam.

"Siapa bilang aku nggak kangen? Pasti kangenlah."

"Kalau begitu kamu harus datang. Aku nggak mau terima alasan. Aku tunggu. Kalau kamu nggak datang berarti kamu pengecut."

"Baiklah. Aku pasti datang."

Dan sehabis magrib tadi, Romi menelpon Andini untuk memastikan kedatangannya. Andini bahagia sebab kerinduannya akan terbalaskan. Romi akan datang padanya.

*****

---Orang ketiga---

Sementara beberapa menit setelah hujan reda, sesosok gadis cantik tinggi semampai mengambil telpon genggam yang ada di kantong jaket Romi yang kuyup karena hujan. Dia melihat nomor telpon terakhir yang dihubungi lelaki yang terbaring di hadapannya.

"Halo, bisa bicara dengan Mba Andini?"

"Iya, aku Andini. Ada apa ya, Mba? Kenapa HP Romi ada di Mba?"

"Bisakah Mba Andini datang ke sini? Saya tunggu." Matanya memandang tajam ke luar jendela kaca yang basah diterpa hujan.

Orang ketiga itu lalu memberikan lokasinya agar Andini tak tersesat di jalan yang basah malam ini.

*****

---Pertemuan---

Satu jam kemudian. Andini menghambur masuk ke sebuah ruangan. Dengan menangis perih dia pukul berkali-kali dada Romi. Romi diam saja. Sedangkan orang ketiga itu berdiri menjauh sedikit dari Romi untuk  memberikan keleluasaan pada Andini meluapkan perasaannya.

"Maaf Bapak dan Ibu, saudara Romi mengalami kecelakaan tunggal di jalan. Kami menghubungi anak Bapak Ibu karena hanya nomor saudari Andini yang terakhir dihubunginya." Wanita berseragam coklat itu menjelaskan pada orang tua Andini.

Sedang di dimensi lain, tampak Romi bersedih melihat tangis Andini. Suaranya tak mampu didengar lagi. Sekuat apa pun pernyataan cintanya.

Tangannya tak mampu menggapai sosok mungil Andini lagi. Seerat apa pun pelukannya. Tubuhnya hanya melayang terbang menjauhi Andini, menjauhi mereka semua, menjauhi bumi. Melesat meninggalkan pesan duka bersama malam yang basah.


Salam hangat salam literasi😊🙏
Love and peace😁✌️
EcyEcy; Benuo Taka, 25 Desember 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun