Dulu, tahun 90-an, saya pernah mempunyai pemimpin yang membawa kenangan karena kebaikannya. Nama beliau I Ketut Beratha. Seingat saya, selama 5 tahun kami dipimpin oleh beliau. Kepemimpinan beliau yang bersifat mendidik dan menjadi telanan, masih melekat dalam ingatan saya hingga kini.
Kesempatan yang ditawarkan admin kompasiana untuk menulis topik tentang bos alias the leader, langsung saja menggingatkan saya tentang Pak Beratha. Tentu saja beliau sudah lama pensiun dan kembali ke desa, tempat asalnya.
Pelajaran Disiplin
Untuk maklum, tempat kost saya tidak jauh dari rumah dinas yang beliau tempati. Jadi, komunikasi kami berjalan dengan baik dan mudah jika diperlukan.
Dinamika kegiatan kantor mengantarkan saya banyak bergaul dengan Pak Beratha, dan dari beliau saya banyak belajar tentang hidup dan kehidupan.
Pelajaran pertama yang saya dapatkan adalah tentang disiplin. Disiplin yang beliau tanamkan dalam dirinya menular kepada seluruh pegawai yang dipimpinnya.
Mengapa? Karena Pak Beratha tidak sekadar menasihati para pegawainya agar berdisiplin masuk kerja, berdisiplin melaksanakan tugas, dan dan pulang kerja tepat waktu. Beliau sungguh-sungguh menjadikan dirinya sebagai teladan dalam hal disiplin ini.
Saya pun belajar banyak mengenai disiplin dari Pak Beratha. Saya berusaha mencontoh kedisiplinan beliau kendatipun terkadang kedodoran juga.
Tidak hanya dalam kaitannya dengan pekerjaan kantor beliau disiplin. Dalam berolahraga juga berdisiplin.
Seminggu dua kali saya menemani beliau berjalan berkeliling kota. Jika hendak jogging berkeliling kota, sangat jarang saya duluan bangun dan menunggu Pak Beratha untuk bersiap-siap.
Sebaliknyalah yang terjadi, beliaulah yang membangunkan saya pagi-pagi sekitar pukul 05.00. Saya segera siuman dan bergegas mempersiapkan diri. Malu kalau sampai ditunggu lama oleh bos, he he he.
Sepanjang perjalanan berkeliling kota, beliau akan berbincang-bincang tentang apa saja dengan saya. Tentang banyak topik. Oleh karena itu, berkeliling kota selama kurang-lebih satu jam lamanya tidak terasa melelahkan.
Menempatkan Diri
Salah satu pesan beliau yang hingga saat ini tidak pernah saya lupakan adalah tentang kemampuan menempatkan diri. Inilah pelajaran kedua dari beliau.
Pak Beratha mengatakan bahwa kemampuan menempatkan diri adalah bagian penting dari tata-krama. Dan, bahwa tata-krama itu menjadi bagian penting dalam karier.
"Untuk maju dalam karier, kecerdasan dan kerajinan saja tidaklah cukup. Diperlukan juga pemahaman akan sopan-santun atau tata krama. Istilah Balinya apang bisa negakang jit. Kemampuan menempatkan diri di depan orang lain dapat menimbulkan simpati," kata beliau.
Apa itu "apang bisa negakang jit?" Arti harfiahnya adalah agar pandai menempatkan dan meletakkan pantat.
Tentu saja ini bukan makna denotatif. Ini mengandung arti kiasan. Arti sesungguhnya -- seperti saya singgung di atas, adalah bagaimana kita bisa menempatkan diri dalam setiap situasi.
Di kantor, misalnya, kita harus bisa menyesuaikan diri dengan tugas atau jabatan. Kalau kita seorang staf, jangan bergaya jadi kepala kantor. Kalau kita seorang Kepala Seksi, jangan bergaya seperti staf. Kalau jadi kepada kantor jangan bertingkah seperti staf, baik dalam ucapan maupun dalam perbuatan.
Maksudnya adalah kita harus pandai melihat di mana posisi kita adanya. Fokuslah di situ dan bekerjalah dengan sebaik-baiknya. Berprestasilah! Istilahnya, jangan melunjak! Dengan demikian kita akan dilihat dan pada waktunya akan mendapatkan penghargaan yang pantas.
"Yang penting, bertekunlah pada tugas yang diberikan. Usahakan mengerjakan tugas sebaik mungkin, terutama yang menyangkut kualitas hasil pekerjaan. Usahakan selalu tepat waktu dalam menyelesaikannya. Jangan sampai terlambat," begitu tutur beliau sepanjang perjalanan.
Pantas Diteladani
Itulah antara lain pesan Pak Beratha yang saya masih ingat hingga kini. Pada dasarnya beliau tidak begitu banyak memberikan nasihat dengan kata-kata.
 Pak Beratha, menasihati dengan keteladannya. Melihat beliau seperti itu, para staf menjadi segan dan hormat. Saya pun merasakan kepemimpinan beliau. Unsur ing arso sung tulodo-nya sangat menonjol.
Berharap saya bisa mengambil saripati suri taulan dari beliau dalam menjalankan tugas di pemerintahan dan dalam kehidupan pada umumnya.
(Â I Ketut Suweca, 16 Juli 2021).