Mohon tunggu...
I Ketut Suweca
I Ketut Suweca Mohon Tunggu... Dosen - Dosen - Pencinta Dunia Literasi

Kecintaannya pada dunia literasi membawanya suntuk berkiprah di bidang penulisan artikel dan buku. Baginya, hidup yang berguna adalah hidup dengan berbagi kebaikan, antara lain, melalui karya tulis.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Menyongsong Masa Pensiun dengan Ikhlas dan Bahagia

20 Juni 2021   13:36 Diperbarui: 20 Juni 2021   22:07 892
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menulis menjadi pilihan saat pensiun (Sumber istockphoto.com)

Pensiun. Apa pendapat Anda tentang kata itu? Adakah masa pensiun yang mungkin tidak lama lagi akan datang menjadi sesuatu yang menakutkan? Atau sebaliknya, menjadi keadaan menyenangkan yang Anda tunggu-tunggu?

Bagi sebagian orang yang akan memasuki masa pensiun, masa pensiun menjadi momok yang menakutkan.

Mengapa? Karena, jauh di dalam hatinya, ada sejumlah ketakutan yang menghantui. Ketakutan-ketakutan itu telah membawanya selalu resah menyongsong akhir masa tugasnya.

Lalu, apa saja ketakutan yang dialami mereka yang akan memasuki masa pensiun? Mari kita bahas lebih lanjut di sini.

Pertama, takut sakit.

Pensiun identik dengan masa tua. Masa tua rentan terhadap serangan penyakit, apalagi sudah memiliki riwayat sakit yang belum sembuh total.

Ketakutan akan penyakit secara psikologis bisa menarik penyakit itu sendiri ke dalam diri. Alih-alih memikirkan penyakit dan hidup dalam sakit, lebih baik pikiran diarahkan pada kesehatan. Pikiran diaktifkan dan difokuskan pada cara berpikir positif dan antusias menghadapi hidup.

Ketakutan akan sakit ini dapat diatasi dengan mengikis rasa takut itu sendiri dari dalam pikiran sekaligus menerapkan pola hidup yang sehat dan bersemangat.

Memeriksakan kesehatan secara kontinu sangat dianjurkan sebelum penyakit menjadi parah. Pemeriksaan diri secara teratur dapat mencegah terjadinya penyakit yang berat dengan mengetahui gejala dan penyebab sekaligus berupaya mengobatinya lebih dini.

Kedua, takut tidak punya uang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun