Kendati pun pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki tidak digunakan lagi atau tidak sepenuhnya digunakan, toh kita masih bisa belajar keterampilan atau keahlian yang sesuai dengan tuntutan pekerjaan.
Seorang sarjana elektro masih bisa belajar ilmu perbankan. Seorang sarjana sastra masih bisa belajar bagaimana memanajemeni perusahaan furniture, dan seterusnya.
Semua itu bisa dilakukan asalkan ada kemauan belajar. Kemauan belajar menjadi faktor kunci. Kemampuan akan hadir setelah kemauan belajar mendahuluinya. Jadi, sekali lagi, jangan risaukan jika pendidikan tidak selaras dengan pekerjaan.
Karakter dan Kemampuan Berpikir
Pendidikan memberikan kita dua dari tiga hal yang sangat penting dan mendasar seperti disebutkan di atas, yakni karakter dan kemampuan berpikir.
Kalau karakter menjadi landasan sikap mental seseorang, kemampuan berpikir memampukannya untuk menelaah berbagai persoalan dalam pekerjaan dan kehidupan pada umumnya.
Kemampuan berpikir ada banyak ragamnya, antara lain kemampuan berpikir logis, sistematis, analitis, dan kritis.
Kemampuan berpikir logis membekali seseorang agar mampu melihat dan menilai segala sesuatu secara logis. Akal sehat (nalar) menjadi acuannya, apakah sesuatu itu masuk akal atau tidak. Jika tidak masuk akal, atau masuk dalam logika berpikir, maka hal itu patut dipertanyakan.
Kemampuan berpikir sistematis membekali seseorang berpikir secara runtut, mana yang pertama, kedua, ketiga dan seterusnya.Â
Dengan pola berpikir seperti ini, maka orang akan mampu mengatur tahapan-tahapan pelaksanaan pekerjaan secara berurutan dan terhindar dari kekacauan. Alhasil, pekerjaan pun bisa dilaksanakannya secara bertahap, satu demi satu, sehingga tidak terasa memberatkan.
Kemampuan berpikir analitis memberikan bekal pada si empunya untuk membedah masalah dengan pisau bedah analitis. Orang yang berpikir analitis akan mampu mengurai persoalan atau pekerjaan sedemikian rupa sehingga menjadi terang-benderang.