Mohon tunggu...
I Ketut Suweca
I Ketut Suweca Mohon Tunggu... Dosen - Dosen - Pencinta Dunia Literasi

Kecintaannya pada dunia literasi membawanya suntuk berkiprah di bidang penulisan artikel dan buku. Baginya, hidup yang berguna adalah hidup dengan berbagi kebaikan, antara lain, melalui karya tulis.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Kapan Waktunya Menyudahi Penyuntingan Sebuah Artikel?

21 Maret 2021   21:10 Diperbarui: 22 Maret 2021   01:49 574
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi penyuntingan artikel (Sumber: unsplash.com/@rawpixel )

Pernahkah Anda mengalami naskah Anda yang sudah tayang ternyata kurang penyuntingan? Anda, sebagai penulis, ingin karya Anda cepat terpublikasi tapi hasilnya sangat mengecewakan? Lumayan banyak kesalahan ketik, misalnya? Apakah Anda pernah mengalami hal ini?

Saya pernah. Bukan hanya pernah, bahkan seringkali. Naskah saya yang sudah terbit atau dipublikasikan belum tersunting secara maksimal sehingga hasilnya sangat payah, jelek, bahkan memalukan. Mari saya ceritakan.

Penyuntingan Naskah Buku

Penyuntingan yang sembrono pernah saya lakukan terhadap naskah salah satu buku saya. Karena kesibukan yang padat, saya meminta kepada penerbit untuk membantu menyunting naskah buku saya yang tebalnya tidak sampai 200 halaman itu. Ia menyanggupi.

Sejak awal saya berharap buku ini menjadi salah satu buku yang akan saya hadirkan pada acara bedah buku di kampus tempat saya mengajar. Jadi, saya berharap buku itu sudah terbit dan tiba di tangan saya minimal sehari sebelum acara.


Akan tetapi, sekitar 10 hari menjelang deadline, pihak penerbit tiba-tiba menyampaikan bahwa ia tidak punya waktu menyunting lantaran banyak naskah yang harus ia siapkan untuk segera diterbitkan. Dia minta sayalah yang menyuntingnya. Duh, saya terkejut. Bagaimana ini? Padahal, naskah itu sudah lama ada di penerbit.

Karena kesibukan dalam tugas kedinasan ditambah juga mesti mengajar, saya lantas minta bantuan kepada seorang sahabat untuk membantu mengedit, tapi dengan limit waktu super singkat, kurang dari sehari.

Maksud saya, lagi-lagi, agar buku itu bisa saya perkenalkan dalam acara bedah buku dalam waktu dekat. Sahabat saya pun menyanggupinya dan mengeditnya sebisa-bisanya dalam hitungan jam, tidak genap sehari.

Usai diedit, rancangan buku itu saya kirim kembali kepada penerbit. Tepat sehari menjelang acara bedah buku, buku baru saya itu sudah terbit dan tiba di tangan saya. Sudah sesuai dengan rencana semula. Saya pun merasa gembira menerimanya dan mempersiapkan diri untuk memperkenalkan buku ini keesokan harinya di samping buku saya sebelumnya.

Namun, ketika buku itu saya baca untuk pertama kalinya, ternyata masih banyak terdapat kesalahan ketik. Saya jadi sedih sekali sekaligus kecewa.

Tidak menyalahkan siapa pun, melainkan diri sendiri, mengapa saya tidak mengedit sendiri buku itu dengan baik di awal-awal sebelum dibawa ke penerbit sehingga hasilnya lebih memuaskan. Juga, tidak memaksakan buku itu diperkenalkan saat acara bedah buku di kampus!

Saya ingin sekali menyunting kembali draft buku itu dan menerbitkan ulang dengan jumlah yang terbatas. Setiap kali melihat buku saya itu, saya merasa sedih.

Karena saya yakin ada banyak nilai-nilai baik pada isi buku itu, akhirnya saya sumbangkan saja ke sejumlah perpustakaan. Tidak ada satu pun yang saya jual. Saya permaklumkan kepada petugas perpustakaan bahwa buku itu masih jauh dari sempurna.

Inilah pelajaran yang sangat berharga, betapa pentingnya melakukan penyuntingan secara ketat ketika sebuah naskah buku masih dalam rancangan.

Penyuntingan Artikel

Tidak hanya pengalaman dalam penulisan buku mengajarkan saya betapa pentingnya penyuntingan atau editing itu.

Ketika membuat naskah artikel untuk saya unggah di kompasiana pun mengharuskan saya -- dan kita, melakukan penyuntingan dengan baik.

Hal itu sudah saya lakukan, bisa dua-tiga kali penyuntingan sebelum akhirnya saya unggah. Begitu saya yakin artikel tersebut sudah lengkap, terutama tidak salah ketik, maka segera saya publish.

Seperti diketahui, begitu di-upload, artikel langsung tayang di platform ini. Nah, ketika sudah tayang, saya pasti akan segera membaca kembali artikel tersebut dengan pertanyaan dalam hati, masihkah ada kesalahan ketik atau kesalahan lainnya?

Apa yang terjadi? Ternyata ada saja bagian-bagian artikel tersebut yang masih salah. Kebanyakan salah ketik. Sebagian ada pula terselip kata yang tidak perlu. Terkadang ada kata-kata yang janggal alias tidak mengalir ketika saya baca kembali.

Biang kerok kesalahan itu terjadi justru pada saat saya melakukan penyuntingan. Ketika, misalnya, saya mengedit satu-dua kata dalam sebuah frase, saya tidak memerhatikan kalimatnya secara keseluruhan.

Editing terfokus pada satu-dua kata itu saja. Padahal, pergantian kata-kata itu terkait erat kata-kata di depan atau di belakang yang seharusnya disesuaikan juga.

Apa hasilnya? Maksud saya mengedit, malahan hasilnya kian parah. Mengedit bagian tertentu, sementara bagian yang berkaitan lepas dari perhatian saya. Baru setelah tayang, saya menyadari bahwa saya teledor dalam penyuntingan.

Syukurnya fasilitas editing selalu tersedia di kompasiana sehingga jika saya ingin mengedit kembali, bisa saya lakukan kapan saja saya mau. Tidak melulu mengedit naskah, juga mengganti foto pendukungnya pun tetap memungkinkan. Tetapi, ada pengecualiannya, tentu saja. Ya, kecuali artikel tersebut diikutkan dalam kompetisi.

Contoh kasus, saat kompetisi menulis menjelang tahun baru 2021, saya nimbrung. Saya melakukan paling tidak dua kesalahan yang cukup fatal. Saya lupa mencantumkan label yang ditentukan Panitia.

Label sudah saya isi, tapi bukan label yang ditentukan Panitia. Tentu saja saya kecewa terhadap diri sendiri, sudah susah-susah membuat artikel secara maraton, ternyata saya salah dalam pelabelan dan tidak bisa diedit setelah tayang.

Kemungkinan Kesalahan

Tentu saja sangat penting untuk melakukan penyuntingan sebelum menayangkan artikel. Saya pun selalu berusaha agar naskah saya  benar-benar bersih dari kesalahan. Ternyata tetap saja ada satu-dua kesalahan yang bisa saya temukan setelah artikel tersebut tayang.

Pengalaman tersebut mengajarkan bahwa meskipun penyuntingan sudah saya lakukan dua-tiga kali, kemungkinan salah tetap saja ada. Ternyata membuat naskah menjadi bersih (clear) tanpa kesalahan, terbilang sulit.

Lalu, pertanyaannya, kapan sebaiknya berhenti menyunting dan memutuskan mengunggah artikel?

Jawabannya sederhana, yaitu saat kita sudah merasa yakin bahwa naskah itu sudah baik setelah melakukan penyuntingan berulang-ulang. Itu saja!

( I Ketut Suweca, 21 Maret 2021).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun