Mohon tunggu...
I Ketut Suweca
I Ketut Suweca Mohon Tunggu... Dosen - Dosen - Pencinta Dunia Literasi

Kecintaannya pada dunia literasi membawanya suntuk berkiprah di bidang penulisan artikel dan buku. Baginya, hidup yang berguna adalah hidup dengan berbagi kebaikan, antara lain, melalui karya tulis.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pilih Mana, Mengeluh atau Bersyukur? Begini Hasil Akhirnya!

18 Maret 2021   05:16 Diperbarui: 20 Maret 2021   08:39 1242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jadikan bersyukur sebagai kebiasaan (Sumber gambar: wattpad.com)

Saya punya seorang teman yang seringkali mengeluh. Mengeluhkan nasibnya yang "malang", mengeluhkan orang lain tidak peduli padanya, mengeluhkan orang lain yang selalu dirasa menjegalnya sehingga membuatnya gagal mencapai kemajuan. Tidak ada sedikit pun optimisme dalam dirinya.

Semua orang ditempatkan pada tempat yang salah, dan dialah yang merasa benar dan merasa menjadi korban.

Apakah Anda juga memiliki sahabat atau kenalan yang kurang-lebih seperti itu kebiasaannya? Kebiasaan yang selalu mengeluh nyaris sepanjang waktu?

Lalu, apa yang Anda lihat dari kondisi hidupnya? Apakah dia semakin sejahtera dan bahagia, atau sebaliknya nasibnya semakin terpuruk dan memburuk?

Mengeluh, kalau sudah dilakukan secara terus-menerus akan menjadi kebiasaan. Seorang pengeluh tidak menyadari bahwa apa yang dikeluhkan itu berpengaruh besar terhadap kehidupan dan masa depannya.

Jika pikiran terdiri dari seabreg keluhan, hati ditimbun rasa kecewa dan sakit hati, lalu apa yang bisa diharapkan? Yang ada hanyalah ketiadaan harapan dan semuanya menjadi serba suram.

Mari kita coba telaah apa akibat dari kebiasaan mengeluh itu. Setelah itu, baru kita sandingkan dengan sisi lain yang berbeda seratus persen, kebiasaan bersyukur.

Kebiasaan Mengeluh

Kebiasaan mengeluh yang terus-menerus bisa menghasilkan hal-hal berikut ini.

Pertama, lebih banyak melihat hal yang kurang pada setiap hal atau pada setiap orang. Hanya terfokus melihat sisi negatif pada setiap kondisi atau peristiwa. Pandangan menjadi sempit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun