Kalau ditelisik lebih dalam, ternyata bangsa Indonesia memiliki banyak sekali cerita rakyat. Ada cerita rakyat berjudul Lutung Kasarung, Bawang Merah dan Bawang Putih, Legenda Gunung Bromo, Legenda Telaga Bidadari, Timun Mas, dan Legenda Candi Prambanan. Daftar cerita rakyat berderet-deret, sangat banyak, dan ini sekadar contoh saja.
Melihat Relevansi
Cerita-cerita seperti itu kita dapatkan dari orangtua, kakek-nenek atau tetua kita, yang diteruskan secara turun-temurun. Ada cerita yang terlupakan, ada yang masih lestari dengan menurun kepada generasi penerus.
Pertanyaannya adalah, masih relevankah cerita rakyat ini diteruskan kepada generasi anak-anak, semisal anak SD dan SMP? Tidakkah cerita itu terlalu kuno untuk diceritakan kembali kepada generasi baru masa kini dan masa datang?
Terkait ini, dalam perjalanan ke kantor tadi, melalui radio kendaraan, saya mendengar adanya upaya pemerintah daerah untuk menggali dan mengumpulkan khasanah cerita rakyat dan menjadikannya sebagai muatan lokal (mulok) dalam pembelajaran anak-anak SD dan SMP.
Nah, dari siaran itu, saya membayangkan cerita rakyat itu akan didengar dan dibaca oleh anak-anak di sekolah. Tidak melulu mengandalkan dari penuturan orangtua atau tetua mereka, juga dari para guru di sekolah. Jika hal ini dilakukan, saya ikut merasa bahagia.
Berbicara tentang relevansi cerita rakyat pada masa kini, maka mari kita lihat manfaatnya bagi anak-anak dan bagi upaya pelestarian nilai budaya pada umumnya.
Memuat Pesan Moral
Pertama, cerita rakyat mengandung pesan moral. Cerita Bawang Merah dan Bawang Putih, misalnya, mengandung pesan yang dikenal dengan hukum tabur-tuai. Siapa yang menabur kebaikan akan menuai hasil yang baik, demikian pula sebaliknya.
Pesan moral seperti ini sangat perlu ditanamkan ke dalam benak anak-anak. Dengan bekal yang diberikan melalui berbagai cerita, maka diharapkan akan tertanam nilai-nilai keluhuran budi pekerti pada anak-anak.
Hal ini menjadi sangat penting di tengah maraknya berbagai informasi yang tak hanya memperkaya referensi si anak akan kebaikan bahkan ada juga yang sifatnya merusak secara moral.
Melestarikan Nilai Budaya
Kedua, melestarikan budaya leluhur. Kalau bukan kita yang hidup masa kini yang menggali dan meneruskan cerita rakyat yang ada, lalu siapa lagi?
Tugas pemerintah melalui lembaga pendidikan, termasuk tugas para orangtua dan guru adalah melestarikan cerita rakyat itu dengan meneruskannya kepada anak-anak. Jangan sampai terjadi missing link antara masa silam dengan masa datang nantinya.
Nilai-nilai budaya dengan nilai kesusilaan atau nilai moral yang ada hendaknya  diteruskan sebagai warisan budaya tak benda yang tidak boleh sirna dari peradaban manusia.
Seandainya para leluhur yang membuat dan mengemas cerita itu dulu bisa melihat, tentu mereka akan merasa gembira apabila kita, generasi penerus, dan anak-cucu mereka, bersemangat melestarikan cerita yang diwariskannya itu.
Sebagai Hiburan bagi Anak
Ketiga, memberikan hiburan kepada anak. Di dalam dunia yang semakin maju ini, hiburan sangat mudah didapatkan oleh anak-anak, dengan berbagai jenis atau macamnya.
Youtube, film, dan media sosial sudah memanjakan anak-anak kita. Mereka dengan sangat mudah mengakses berbagai hiburan di situ.
Dalam konteks hiburan ini, sebaiknya cerita rakyat juga disangkutkan di dalam kontennya melalui berbagai paltform media yang tersedia. Di samping melalui buku, juga melalui berbagai media atau saluran yang saya sebutkan tadi. Kita bisa mengisi media yang ada dengan cerita rakyat yang dapat memberikan penghiburan bagi anak-anak.
Meningkatkan Imajinasi dan Kreativitas
Keempat, meningkatkan kemampuan imajinasi anak. Cerita rakyat, baik yang dituturkan atau yang dibaca melalui buku dapat mengasah dan mengembangkan daya imajinasi anak-anak.
Dengan kekuatan imajinasi, anak-anak bisa membayangkan situasi tertentu selaras dengan cerita yang didengar atau dibacanya. Misalnya, ada bagian cerita yang menggambarkan tentang ombak laut yang demikian besar menggulung sebuah kapal atau hutan yang sunyi dan dihuni oleh dedemit, dan seterusnya.
Atau, ia bisa membayangkan bisa mendarat di sebuah planet bersama para astronot, bisa membayangkan dirinya sebagai seorang pilot pesawat terbang tempur, atau membayangkan mampu menyelam di kedalaman lautan untuk menjumpai kehidupan beragam biota laut nan cantik.
Jadi, daya imajinasi ini dapat ditumbuhkan di benak anak-anak dan ini akan membawanya pada pemikiran kreatif yang sangat diperlukan dalam menapaki masa depannya.
Dengan pengembangan imajinasi, ia bisa tumbuh menjadi pribadi yang berani berpikir besar, berpikir maju yang kemudian ditanamnya menjadi cita-cita.
Mempererat Hubungan Emosional
Kelima, mempererat hubungan orangtua dan guru dengan anak. Ketika orangtua menuturkan atau membacakan cerita pada anak, maka secara tidak langsung akan mendekatkan hubungan di antara mereka. Demikian pula antara guru dan murid, akan membuat hubungan akan semakin positif dan erat.
Hubungan emosional itu akan sangat membantu dalam upaya saling memahami antara anak dengan orangtua atau antara guru dengan siswanya.
Dengan dasar itu, maka peluang keberhasilan komunikasi, termasuk proses belajar-mengajar di sekolah juga akan terbantu. Demikian pula, tali kasih antara orangtua dan anak bisa diperkuat melalui pembacaan atau penuturan cerita rakyat ini.
Mendorong Minat Baca Anak
Keenam, mendorong tumbuhnya minat baca pada anak-anak. Pada awalnya orangtua atau guru bisa menyampaikan sepenggal cerita rakyat ini kepada anak-anak. Cerita itu dituturkan sedemikian rupa kepada mereka, namun tak seluruhnya.
Selanjutnya, anak-anak diajak untuk menemukan bacaan yang berisi cerita itu dan mendorongnya untuk membacanya sendiri. Mereka juga bisa dimotivasi untuk membaca cerita-cerita lainnya yang terdapat di dalam buku.
Cara ini secara tidak langsung mendorong anak gemar membaca buku-buku cerita. Kegemaran membaca sudah bisa ditumbuhkan sejak anak-anak sehingga ketika mereka tumbuh menjadi remaja dan dewasa, tak perlu lagi mendorong-dorong mereka untruk rajin membaca buku.
Dengan melihat kebermanfaatannya, jelaslah bahwa cerita rakyat masih relevan untuk digali dan dilestarikan. Cerita rakyat masih relevan diteruskan kepada anak-anak melalui orangtua, melalui guru, dan melalui berbagai media atau saluran yang tersedia.
Apalagi kemudian cerita rakyat ini bisa dijadikan sebagai muatan lokal dalam pendidikan di tingkat SD dan SMP, tentu ini sebuah kabar baik.Â
Semoga dengan begitu, anak-anak akan mencintai budayanya sendiri. Terhindar dari sikap mengagung-agungkan budaya asing dan menganggap remeh budaya sendiri.
 ( I Ketut Suweca, 20 Januari 2021).