Mohon tunggu...
I Ketut Suweca
I Ketut Suweca Mohon Tunggu... Dosen - Dosen - Pencinta Dunia Literasi

Kecintaannya pada dunia literasi membawanya suntuk berkiprah di bidang penulisan artikel dan buku. Baginya, hidup yang berguna adalah hidup dengan berbagi kebaikan, antara lain, melalui karya tulis.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kritik dan Pujian, Bagaimana Seni Mengemasnya?

30 September 2020   14:50 Diperbarui: 2 Oktober 2020   15:25 735
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kritik (Sumber: www.pexels.com)

Berbeda dengan kritik, pujian justru dibutuhkan. Orang melakukan perbuatan baik, berjuang meraih prestasi, menjadi pribadi yang menonjol di bidang tertentu, apa yang sebetulnya didambakannya dari orang lain?

Tiada lain adalah penghargaan, apresiasi yang merupakan bentuk dari pujian. Jadi, pujianlah yang menggerakkan manusia untuk berbuat sesuatu yang membuatnya kelihatan menonjol dan berprestasi.

Lagipula mesti dipahami bahwa setiap manusia membutuhkan perhatian. Atensi! Itulah sebabnya banyak orang yang mengejar prestasi dan menunjukkan kemampuannya yang menonjol, salah satunya karena ia butuh attention! Benar, perhatian. Kebutuhan akan perhatian itu sangat besar pada diri manusia.

Mengapa, misalnya, orang yang sakit mengeluh dan mengeluh terus-menerus? Di samping memang karena rasa sakit yang dideritanya, juga lantaran ia membutuhkan perhatian. Mengapa anak-anak sering rewel saat ia tak ditemani bermain? Karena, perhatian yang dirasakannya masih kurang dari orangtua atau pengasuhnya.

Karena fitrah manusia seperti itu, maka ada baiknya dikurangi kebiasaan mengkritik. Sebaliknya, sering-seringlah memberikan perhatian melalui pujian pada hal-hal baik yang sudah dilakukan seseorang. Kalau pun harus mengkritik atau memberi saran, cukup diselipkan di antara pujian. Buatlah kritik itu tak terasa pahit.

Pujian yang Jujur dan Tulus

Akan tetapi, pujian harus jujur, tidak dibuat-buat. Di samping harus jujur, juga mesti datang dari hati yang tulus tanpa motivasi kepentingan pribadi di baliknya.

Mari kita biasakan menyampaikan pujian kepada istri atau suami, anak-anak, karyawan, dan para sahabat. Pujilah dari hati dengan tulus. Dan, lihatlah tanggapan mereka.

Sesuatu yang keluar dari hati akan sampai ke hati. Pujian yang keluar dari hati yang memuji akan tiba di hati orang yang dipuji. Jangan pernah memuji dengan omong kosong atau mengada-ada, karena akan mudah kentara dan bisa menjadi bumerang.

Anda tentu pernah merasakan seperti apa menerima pujian yang tulus, bukan? Mungkin juga pernah menerima pujian -- lebih tepatnya sanjungan yang dibuat-buat. Anda sendiri pasti sudah bisa merasakan dan sekaligus membedakan nuansa keduanya.

Jangan tunda memberikan pujian yang tulus. Pujian yang tulus itu menguatkan dan menyemangati. Pujian seperti ini mendorong prestasi. Jika pun mau mengkritik, seperti saya sebut di atas, selipkan dan kemaslah dengan baik di sela-sela pujian. Itulah seni berkomunikasi.

( I Ketut Suweca, 30 September 2020).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun