Mohon tunggu...
I Ketut Suweca
I Ketut Suweca Mohon Tunggu... Dosen - Dosen - Pencinta Dunia Literasi

Kecintaannya pada dunia literasi membawanya suntuk berkiprah di bidang penulisan artikel dan buku. Baginya, hidup yang berguna adalah hidup dengan berbagi kebaikan, antara lain, melalui karya tulis.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Penulis adalah Murid Seumur Hidup

17 Juli 2020   18:24 Diperbarui: 17 Juli 2020   18:21 342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: studydaddy.com

Ruang Berbagi (Pak Bobby), menulis artikel bertajuk Wahai Penulis Bukan Pujangga, Jangan Takut Menulis Puisi Sederhana. Walau tak terlatih menulis puisi melainkan hanya senang menikmatinya, tetap saya baca artikel beliau sampai tuntas, lalu saya bubuhkan komentar. Begini komentar saya.

"Saran yang sangat baik dalam penulisan puisi.
Penulis-penulis puisi memang seharusnya tiada henti belajar, seperti halnya penulis genre lain.
Terima kasih Bapak, salam hangat selalu."

Atas komentar tersebut, Pak Bobby, membalas singkat, begini.

"Betul, Pak Suweca. Kita sebagai penulis adalah murid seumur hidup:).  Terima kasih telah membaca dan berkomentar. Salam hormat."

Murid Seumur Hidup

Ada potongan kalimat Pak Bobby yang membuat saya tertegun sekaligus terinspirasi: "...penulis adalah murid seumur hidup." Sepotong kalimat yang menggoda saya mengeksplorasi dan menuliskan lebih lanjut di sini.

Sebelum lanjut, ijinkan saya menyampaikan terima kasih yang mendalam kepada Bapak Bobby, romo yang menginspirasi saya untuk menulis artikel kecil ini. Tanpa balasan komentar beliau, maka tulisan ini tak akan pernah tercipta.

Benar bahwa penulis adalah "murid" seumur hidup. Sebagai murid, tentu kewajiban utamanya adalah belajar. Kalau seorang penulis laksana murid, maka ia tak boleh berhenti menjalankan kewajibannya untuk belajar secara terus-menerus. Ia mesti siap menjadi seorang pembelajar sejati, orang yang tiada pernah menghentikan proses belajarnya.

Mengapa ia harus belajar? Karena, tanpa terus belajar, maka mustahil dia bisa terus-menerus menulis  dengan baik. Hanya sang pembelajar sejatilah yang akan menjadi penulis sejati. Begitu ia menghentikan kebiasaannya untuk selalu menambah pengetahuan dan memantapkan kompetensinya, maka ia akan terdegradasi dan pada akhirnya lenyap dari dunia penulisan bersamaan dengan bergulirnya waktu.

Menaati Aturan yang Berlaku

Kewajiban berikutnya seorang murid adalah menaati peraturan yang berlaku di sekolah. Karena penulis laksana "murid", maka ia mesti menaati aturan di "sekolah"-nya. Terhadap mereka yang berani melanggar peraturan dipastikan akan terkena sangsi.

Demikian pula dengan penulis, ada aturan atau ketentuan yang mesti ditaatinya sehingga ia tak bisa menulis bebas sebebas-bebasnya, semau gue! Ada uger-uger yang harus ditaati, hal-hal apa yang dilarang untuk ditulis.  Ia diingatkan untuk menghindari menulis hal-hal yang memicu masalah suku, agama, ras, dan antar golongan karena hal tersebut sangat sensitif.

Dengan begitu, semuanya akan berjalan tertib, hubungan antar penghuni pun akan berjalan guyub. Peraturan itu dibuat untuk ditaati, pastinya bukan dimaksudkan untuk sekadar mengekang keinginan penghuninya, melainkan agar semua pihak merasa dihargai, dihormati, dan dilindungi hak-haknya, di samping kewajibannya. Peraturan yang tidak dipatuhi sama saja dengan peraturan tanpa peraturan.

Bersikap Jujur dan Santun

Kewajiban murid berikutnya adalah bersikap jujur. Kejujuran mesti dijunjung tinggi, menjadi panduan hidup di mana pun seseorang berada dan bergaul. Jurjur kepada diri sendiri, dan jujur pula kepada orang lain, demikian idealnya.

Kejujuran ini berkaitan dengan suara hati nurani. Kalau ada orang berlaku tidak jujur, maka pertama-tama hati nuranilah yang akan mengingatkan, menegur, bahkan menghukum manusia dengan rasa bersalah.

Kejujuran yang merupakan inti integritas diri itu diekspresikan ke dalam karya cipta. Karya-karyanya menunjukkan kejujuran, apalagi yang menyangkut fakta, data, serta informasi lainnya. Kejujuran adalah sifat manusia yang, mungkin mulai langka (?), tetapi tetap dicari, dihormati, dan dimuliakan di mana-mana. Harganya pun mahal, bahkan sangat mahal. 

Kewajiban murid berikutnya adalah bersikap sopan terhadap  sesama. "Murid" yang bernama penulis pun dalam karyanya dituntut untuk bersikap santun. Gagasan-gagasannya disampaikan secara santun dari hati sehingga tiba di hati pembacanya.

Demikian pula tatkala menyampaikan kritik dan saran, ia tetap mengedepankan tata krama pergaulan. Dengan demikian, diyakini si penerima akan lebih mudah menerima pendapat yang berbeda dan tidak perlu merasa tersinggung. Kesantunan adalah lahan subur bagi tumbuhnya benih simpati dan atensi.

Peduli dengan Sesama

Berikutnya, di antara warga sekolah juga diwajibkan untuk saling membantu antarsesama. "Murid-murid" di rumah kompasiana diharapkan tidak berperilaku  cuek-bebek terhadap sesama kompasianer lain, apalagi bersikap egois atau mau menang sendiri.

Mereka diharapkan peduli terhadap orang-orang dengan siapa dia bergaul, sebagaimana layaknya hidup bersahabat. Saling dukung dan menyemangati satu sama lain. Layaknya orkestra, semua berkontribusi menciptakan sebuah harmoni yang indah.

Penulis adalah "murid" seumur hidup, murid yang bersedia terus belajar, menulis dengan  jujur, bersikap santun, dan saling menguatkan.

 ( I Ketut Suweca, 17 Juli 2020).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun