Mohon tunggu...
I Ketut Suweca
I Ketut Suweca Mohon Tunggu... Dosen - Pencinta Dunia Literasi

Kecintaannya pada dunia literasi membawanya suntuk berkiprah di bidang penulisan artikel dan buku. Baginya, hidup yang berguna adalah hidup dengan berbagi kebaikan, antara lain melalui karya tulis dan aktivitas mengajar.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Inilah Ketakutan yang Paling Sering Menghantui Penulis Pemula

14 Mei 2020   10:53 Diperbarui: 14 Mei 2020   13:28 517
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: hamdanconsultants.com

Semua orang secara alamiah memiliki rasa takut. Rasa takut itu manusiawi saja. Tanpa rasa takut, maka manusia akan melabrak semuanya, termasuk kepentingan dan hak orang lain. 

Maka, rasa takut itu perlu ada pada setiap manusia. Akan tetapi, akan jadi masalah jika ketakutan itu tidak logis sehingga menghambat perkembangan diri.

Seperti orang pada umumnya, para penulis pun, khususnya penulis pemula, sering merasakan beberapa ketakutan yang berkaitan dengan tulis-menulis. Dalam catatan saya, paling tidak ada 5 ketakutan yang sering menghantui penulis pemula.

Takut Tak Dibaca dan Menuai Kritik

Pertama, takut tulisan tidak dibaca. Penulis melahirkan tulisan. Tulisan baru bermanfaat apabila ada yang membacanya. Jika tanpa pembaca, maka tulisan itu tak banyak artinya kecuali bagi si penulis.

Karena keinginan agar tulisannya dibaca orang lain, bahkan banyak orang, maka hal ini menimbulkan kekhawatiran atau ketakutan. "Jangan-jangan tulisan saya nggak ada yang membaca," seperti itu kira-kira pendapat penulis pemula.

Tetapi, saya masih tetap yakin bahwa sebuah tulisan pasti ada pembacanya. Banyak atau sedikit pembacanya, itu soal lain. Jika tulisan tersebut berkualitas bagus dan menarik, tentu saja akan dikerubungi pembaca.

Sebaliknya, jika kualitasnya buruk, maka akan sulit mendatangkan banyak  pembaca. Jalan satu-satunya adalah menulis dengan sebaik-baiknya dan, setelah itu, melepas-bebaskan karya kita ke hadapan sidang pembaca.

Kedua, takut dikritik. Kalau ada  penulis takut dikritik, ya, lebih baik jangan jadi penulis. Cari pekerjaaan atau kegiatan yang sepi kritik. Tetapi, adakah itu? Menjadi penulis memang harus siap menuai  masukan, apa pun bentuknya. Bisa berupa celaan, pujian, pendapat lain yang sama sekali berbeda. "Jadi penulis jangan baperan," tulis seorang sahabat. Tapi, sebaliknya jangan juga acuh tak acuh.

Penulis yang baik harus berani menghadapi kritik. Tanggapi kritik seperlunya saja dalam tataran etika dan akal sehat. Hindari tanggapan yang emosional dengan mencaci balik, misalnya. Jika terus berlanjut, tinggalkan saja si pengkritik. Jangan membuang-buang waktu dan energi sia-sia untuk melayaninya.

Tulisan yang Tak Cukup Baik

Ketiga, takut tulisan tidak cukup baik.  Ketakutan bahwa tulisan dirasa kurang memiliki kualitas yang cukup kadang-kadang juga menimbulkan rasa khawatir pada si penulisnya. Ketakutan ini dalam banyak kasus agak berlebihan. Lalu, kapan kita akan merasa tulisan kita benar-benar baik?

Tugas penulis adalah menulis sebaik yang dia bisa. Ia hanya perlu mengerahkan kemampuannya untuk menulis sebaik-baiknya. Tentang bagaimana pendapat orang, apakah pembaca akan memandang tulisan tersebut baik atau buruk, terserah mereka.  Biarkan pembaca yang menilai. Menulis dan menulis sajalah, karena itulah tugas penulis.

Takut Membuka Diri

Keempat, takut membuka diri. Menjadi penulis adalah jalan untuk membuka diri kepada publik. Ini terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, maksudnya, si penulis akan menuliskan identitas diri, seperti nama, pekerjaan, alamat, dan sebagainya.

Apalagi para penulis yang sering menuangkan pengalaman-pengalaman hidup ke dalam karyanya, tentu sudah membuka dirinya. Identitas, pengalaman yang kita tulis, dan harapan-harapan yang kita tuangkan secara langsung menunjukkan siapa kita sebenarnya (asal kita jujur).

Membuka diri secara tak langsung juga terjadi. Di dalam setiap artikel yang kita buat, secara  tersirat menunjukkan kepribadian kita yang sejati. Bagaimana kita memandang diri, bagaimana kita memandang pembaca, akan tersirat di dalam tulisan. Apakah kita memandang diri lebih lebih tinggi, setara, lebih rendah dibanding pembaca, akan tergambar dalam karya-karya kita. Maka, ada yang mengatakan, "Siapa kamu sebenarnya terlihat jelas dari tulisan-tulisanmu."

Menjadi Bumerang?

Kelima, takut tulisan jadi bumerang. Ini juga ketakutan yang sering hanya didasari oleh perasaan. Terkadang kita menulis hal-hal yang ideal, yang seharusnya. Hal-hal yang baik  dan ideal yang ditulis itu dimaksudkan agar bisa menginspirasi pembaca. Padahal, pada kenyataannya, belum tentu kita bisa melaksanakan 100 persen apa yang kita tulis.

Hal ini bisa menimbulkan ketakutan pada sebagian penulis pemula. Untuk mengatasi hal ini, dan agar tak mengganggu pikiran, maka seyogianya disebutkan dengan gamblang bahwa haL itu ideal sifatnya, suatu cita-cita yang masih harus diperjuangkan, termasuk oleh penulisnya sendiri. Banyak penulis, termasuk saya, suka menulis hal-hal positif dan konstruktif, kendati  belum seratus persen bisa memenuhinya.

Misalnya, saya sebut menjadi penulis itu harus konsisten dan memiliki kesabaran dalam melakoninya. Apakah saya sudah 100 persen sudah konsisten dan sabar? Belum. Itu adalah hal ideal yang harus terus diperjuangkan sehingga ada penyemangat bagi diri sendiri dan mungkin juga bagi pembaca untuk bersama-sama menjadi semakin baik dari waktu ke waktu.

Maka, jangan khawatir hal seperti  itu jadi bumerang. Baru akan menjadi boomerang jika kita menghina atau merendahkan orang lain seraya  meninggikan diri sendiri. Bukankah demikian?

Perlu dicatat ungkapan bagus yang ditulis Joss Wedhon berikut ini, "I write to give myself strength. I write to be the characters that I am not. I write to explore the things I am afraid of."

Semoga kita semua bisa mengikis kelima rasa takut itu jika masih tersembunyi  di dalam benak. Selamat menulis dengan berani.

( I Ketut Suweca, 14 Mei 2020).

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun