Mohon tunggu...
I Ketut Suweca
I Ketut Suweca Mohon Tunggu... Dosen - Dosen - Pencinta Dunia Literasi

Kecintaannya pada dunia literasi membawanya suntuk berkiprah di bidang penulisan artikel dan buku. Baginya, hidup yang berguna adalah hidup dengan berbagi kebaikan, antara lain, melalui karya tulis.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Inilah Seni Mengatasi Takut Bicara di Depan Umum

27 April 2019   17:41 Diperbarui: 27 April 2019   17:54 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Berkunjung ke toko buku Gramedia sungguh sangat menyenangkan. Setiap kali ada tugas dinas, pada malam hari selalu saya sempatkan untuk mengunjungi kompleks pertokoan yang ada toko buku Gramedia atau lainnya. Selain untuk tujuan untuk mekan malam, juga untuk menyisir buku-buku terbaru atau terlaris di toko buku setempat.

Bertemu Empat Buku Menarik

Sebulan lalu untuk kesekian kalinya saya kembali mendapat tugas dinas untuk urusan kantor. Pada malam hari, bersama dua orang sahabat, saya datangi toko buku Gramedia di kawasan Jakarta Selatan. Paling tidak ada empat buku yang saya beli di situ. Pertama, buku Seni Hidup Minimalis karya Francine Jay. Kedua, buku Seni Berbicra : Kepada Siapa Saja, Kapan Saja, di Mana Saja karya Larry King dan Bill Gillbert. Ketiga, buku bertajuk Menulis Itu Indah : Pengalaman Para Penulis Dunia disusun oleh Albert Camus dkk. Dan, yang keempat, buku berjudul Bicara Itu Ada Seninya karya Oh Su Hyang, dosen dan pakar komunikasi terkenal di Korea Selatan.

Dua dari keempat buku tersebut sudah saya perkenalkan kepada para pembaca di sini, sekaligus menulis beberapa bagiannya yang , menurut saya, bagus dan menarik. Dua buku tersebut adalah Seni Hidup Mininmalis dan buku Seni Berbicara.

Sekarang, ijinkan saya ulas sedikit isi dari buku karya Oh Su Hyang yang bertajuk Bicara Itu Ada Seninya. Buku ini diterbitkan oleh BIP, Kelompok Gramedia, cetakan kedelapan, Februari 2019. Buku setebal 238 halaman ini berbicara berbagai hal tentang seni berbicara, diantaranya tentang pentingnya kesan pertama, penyebab takut bicara, perlunya kepandaian mendengar untuk bisa pandai bicara, seni negosiasi, rumus : tanya, puji, dan bereaksi. Di samping itu, masih banyak lagi yang bisa kita pelajari dari buku tulisan pakar ilmu komunikasi ini.

Takut Bicara Karena Trauma? 

 "Kalau bicara biasa saja saya bisa, seharusnya saat presentasi juga, kan? Saya bukannya tidak bisa presentasi. Akhir tahun lalu, saya pernah presentasi untuk pesanan yang bernilai miliaran. Waktu itu saya sangat gugup, tidak seperti biasanya, saya melakukan kesalahan sehingga pesanan melayang begitu saja. Akibatnya, perusahaan mengalami kerugian besar. Hal ini mengganggu mental saya," demikian pengakuan kepala tim dai sebuah perusahaan alat kesehatan sebagaimana dipaparkan dalam buku ini.

Banyak orang yang tidak bisa berbicara dengan baik lantaran trauma. Sebagaimana disebutkan Oh Su Hyang (hal. 20), ciri-ciri orang takut bicara diantaranya, berbicara dengan terbata-bata, suara kecil dan bergetar, gagap berlebihan, dan tidak berani menatap mata orang lain.

Penulis buku ini lalu mencontohkan Barack Obama yang pada masa kecilnya tumbuh di lingkungan kurang bagus -- ayahnya bercerai dengan ibunya saat Barack Obama berusia 2 tahun -- dengan rasa trauma dan rasa rendah diri yang tinggi. Dicontohkan juga tentang Steve Jobs yang merasa trauma dan rendah diri karena ia anak adopsi.

Kebanyakan faktor trauma di masa kecil diyakini berdampak pada kepercayaan diri dan kemampuan berbicara di masa dewasa. Psikolog sekaligus psikiater, Alfred Adler, menyebutkan bahwa hal itu sama sekali tidak benar. Cara mengatasi trauma adalah dengan memulihkan rasa percaya diri dan berubah menjadi orang yang mampu berbicara dengan cerdas. 

Mengatasi Rasa Gugup 

Orang yang kurang percaya diri mudah merasa berdebar-debar saat berbicara di hadapan orang banyak. Beberapa tips yang disajikan Oh Su Hyang berikut ini diyakini akan membantu mengatasi rasa gugup tersebut.

Pertama, audiens datang untuk mendengarkan. Maksudnya, pandanglah audiens bukan orang yang akan menilai kita, melainkan orang yang akan mendengarkan cerita kita dengan gembira. Jadi, jangan khawatir. Dengan bersikap seperti ini, kita akan merasa lebih nyaman dan bisa menunjukkan kemampuan kita dengan baik.

Kedua,  hindari merendahkan kapasitas diri saat memperkenalkan diri. Hindari kata-kata seperti ini: "Saya tidak sempat mempersiapkan presentasi dengan baik..." "Saya banyak kekurangan, tapi..." Kalimat-kalimat itu tidak bisa berfungsi untuk mengungkapkan rasa rendah hati, justru kepercayaan audiens bisa turun.

Ketiga, mempelajari konten dengan baik. "Jika kita lebih banyak tahu daripada audiens, mereka akan berhenti menilai dan mulai memasang telinga. Saat kita  menguasai apa yang kita sampaikan, audiens akan melihat dengan sorot mata lembut dan mendengarkan, bukan dengan tatapan menghakimi," tulis Oh Su Hyang. Maka, tiada pilihan lain selain mempersiapkan bahan presentasi dengan sebaik-baiknya dan menyiapkan bahan pendukung selengkap-lengkapnya.

Keempat, mengucapkan 'matra' tertentu dengan penuh keyakinan. Untuk meredakan rasa gugup, latihlah diri dengan merumuskan ungkapan yang menguatkan. Lama-kelamaan akan muncul keberanian dalam diri kita. Kata-kata 'mantra'itu misalnya:  " Aku pasti bisa, aku pasti sanggup, aku pasti mampu, aku hebat!" "Hari ini aku akan menyajikan presentasi yang terbaik!" 

Nah, sudah dulu yang sahabat kompasianer. Secuil isi buku bagus karya Oh Su Hyang ini sudah saya perkenalkan kepada Anda. Masih banyak sekali bagian-bagian lainnya yang sangat menarik dan bermanfaat. Dan, kita semua paham bahwa untuk benar-benar bisa berbicara di depan umum (public speaking) setiap orang harus praktik, praktik, dan praktik. Teori saja tidak cukup. 

( I Ketut Suweca, 27 April 2019).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun