Berkunjung ke toko buku Gramedia sungguh sangat menyenangkan. Setiap kali ada tugas dinas, pada malam hari selalu saya sempatkan untuk mengunjungi kompleks pertokoan yang ada toko buku Gramedia atau lainnya. Selain untuk tujuan untuk mekan malam, juga untuk menyisir buku-buku terbaru atau terlaris di toko buku setempat.
Bertemu Empat Buku Menarik
Sebulan lalu untuk kesekian kalinya saya kembali mendapat tugas dinas untuk urusan kantor. Pada malam hari, bersama dua orang sahabat, saya datangi toko buku Gramedia di kawasan Jakarta Selatan. Paling tidak ada empat buku yang saya beli di situ. Pertama, buku Seni Hidup Minimalis karya Francine Jay. Kedua, buku Seni Berbicra : Kepada Siapa Saja, Kapan Saja, di Mana Saja karya Larry King dan Bill Gillbert. Ketiga, buku bertajuk Menulis Itu Indah : Pengalaman Para Penulis Dunia disusun oleh Albert Camus dkk. Dan, yang keempat, buku berjudul Bicara Itu Ada Seninya karya Oh Su Hyang, dosen dan pakar komunikasi terkenal di Korea Selatan.
Dua dari keempat buku tersebut sudah saya perkenalkan kepada para pembaca di sini, sekaligus menulis beberapa bagiannya yang , menurut saya, bagus dan menarik. Dua buku tersebut adalah Seni Hidup Mininmalis dan buku Seni Berbicara.
Sekarang, ijinkan saya ulas sedikit isi dari buku karya Oh Su Hyang yang bertajuk Bicara Itu Ada Seninya. Buku ini diterbitkan oleh BIP, Kelompok Gramedia, cetakan kedelapan, Februari 2019. Buku setebal 238 halaman ini berbicara berbagai hal tentang seni berbicara, diantaranya tentang pentingnya kesan pertama, penyebab takut bicara, perlunya kepandaian mendengar untuk bisa pandai bicara, seni negosiasi, rumus : tanya, puji, dan bereaksi. Di samping itu, masih banyak lagi yang bisa kita pelajari dari buku tulisan pakar ilmu komunikasi ini.
Takut Bicara Karena Trauma?Â
 "Kalau bicara biasa saja saya bisa, seharusnya saat presentasi juga, kan? Saya bukannya tidak bisa presentasi. Akhir tahun lalu, saya pernah presentasi untuk pesanan yang bernilai miliaran. Waktu itu saya sangat gugup, tidak seperti biasanya, saya melakukan kesalahan sehingga pesanan melayang begitu saja. Akibatnya, perusahaan mengalami kerugian besar. Hal ini mengganggu mental saya," demikian pengakuan kepala tim dai sebuah perusahaan alat kesehatan sebagaimana dipaparkan dalam buku ini.
Banyak orang yang tidak bisa berbicara dengan baik lantaran trauma. Sebagaimana disebutkan Oh Su Hyang (hal. 20), ciri-ciri orang takut bicara diantaranya, berbicara dengan terbata-bata, suara kecil dan bergetar, gagap berlebihan, dan tidak berani menatap mata orang lain.
Penulis buku ini lalu mencontohkan Barack Obama yang pada masa kecilnya tumbuh di lingkungan kurang bagus -- ayahnya bercerai dengan ibunya saat Barack Obama berusia 2 tahun -- dengan rasa trauma dan rasa rendah diri yang tinggi. Dicontohkan juga tentang Steve Jobs yang merasa trauma dan rendah diri karena ia anak adopsi.
Kebanyakan faktor trauma di masa kecil diyakini berdampak pada kepercayaan diri dan kemampuan berbicara di masa dewasa. Psikolog sekaligus psikiater, Alfred Adler, menyebutkan bahwa hal itu sama sekali tidak benar. Cara mengatasi trauma adalah dengan memulihkan rasa percaya diri dan berubah menjadi orang yang mampu berbicara dengan cerdas.Â
Mengatasi Rasa GugupÂ