Mohon tunggu...
Yus Rusila Noor
Yus Rusila Noor Mohon Tunggu... Pekerja Lingkungan

Saya adalah seorang yang sedang belajar. Bagi saya, hidup itu adalah proses belajar, dan belajar itu adalah proses seumur hidup .... Iqra

Selanjutnya

Tutup

Nature

Bio-Rights sebagai Mekanisme Insentif Rehabilitasi Pesisir

25 September 2025   16:53 Diperbarui: 25 September 2025   16:53 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mangrove semakin menipis di Pantura Jawa (Foto: Yus Rusila Noor)

Yus Rusila Noor

yus.noor@gmail.com

Di pesisir utara Jawa, tepatnya di Kabupaten Demak, laut telah lama melahap daratan. Abrasi dan penurunan tanah (subsidence) menggerus tambak dan rumah warga. Desa-desa yang dahulu hidup dari ikan bandeng dan udang kini menghadapi ancaman lenyap ditelan ombak. Dalam kondisi genting seperti ini, banyak inisiatif yang mencoba memberikan bantuan, termasuk sebuah pendekatan inovatif yang bernama Bio-Rights, mekanisme insentif yang mencoba menjembatani kebutuhan ekonomi masyarakat dengan misi besar menjaga alam.

Menyemai kepercayaan, bukan sekadar merehabilitasi mangrove

Program Building with Nature Indonesia (2015--2020) memilih Demak sebagai laboratorium hidup. Filosofinya sederhana, yaitu bekerja dengan alam, bukan melawannya. Melalui Bio-Rights, masyarakat diajak menandatangani kontrak finansial-sosial. Mereka diajak untuk merehabilitasi mangrove, merawat struktur pemerangkap sedimen, dan mengubah pola tambak menjadi lebih ramah lingkungan. Sebagai gantinya, mereka memperoleh dukungan finansial berupa pinjaman bersyarat yang bisa berubah menjadi hibah jika komitmen dipenuhi.

Namun, lebih dari sekadar angka di atas kertas, keberhasilan pendekatan tersebut terletak pada kepercayaan. Hampir dua tahun awal program dihabiskan untuk sosialisasi, pembentukan kelompok, hingga penyusunan rencana pesisir desa. Proses panjang ini sempat membuat sebagian warga tidak sabar, tetapi justru di situlah fondasi dibangun, yaitu menumbuhkan rasa memiliki, rasa percaya, dan keyakinan bahwa mereka bukan sekadar penerima bantuan, melainkan aktor utama perubahan di desanya sendiri.

Hasil mulai terlihat tetapi jalan masih panjang

Dalam periode 2017--2020, masyarakat berhasil merestorasi sekitar 47 hektar sabuk hijau mangrove, memang lebih kecil dari target awal, karena amblesan tanah yang lebih parah dari perkiraan. Namun, ratusan hektar tambak direhabilitasi dan produktivitas meningkat lebih dari 50%. Pendapatan rata-rata dari tambak ramah lingkungan memang masih jauh dari ideal, tetapi cukup menggandakan hasil dibanding kondisi sebelum program2.

Di banyak desa, warga juga mencoba usaha bersama, dalam bentuk budidaya ikan lele, peternakan kecil, hingga jalur ekowisata mangrove. Semua ini memperlihatkan bahwa konservasi tidak harus mengorbankan nafkah, justru bisa menjadi pintu menuju keberlanjutan.

Jejak keberlanjutan dari aturan desa ke forum kolektif

Salah satu warisan penting Bio-Rights adalah keterlibatan penuh anggota kelompok dalam lahirnya peraturan desa yang secara resmi melindungi garis pantai dan kawasan mangrove. Sembilan desa di Demak berhasil mengesahkan aturan tersebut, sebuah langkah kecil tapi strategis menuju tata kelola pesisir yang lebih kokoh. Kelompok-kelompok masyarakat juga membentuk Forum Bintoro, wadah kolaborasi lintas desa untuk memastikan hasil program tidak berhenti ketika proyek usai.

Keterbatasan dan tantangan skala besar

Meski demikian, perlu diakui bahwa kerja Bio-Rights tidak serta-merta menyelesaikan masalah degradasi pantai Demak secara keseluruhan. Fenomena alam yang terlanjur telah terjadi, seperti amblesan tanah dan kenaikan permukaan laut, terjadi dalam skala yang jauh lebih besar dari apa yang bisa ditangani hanya dengan merehabilitasi mangrove. Tanpa intervensi struktural besar, sebagian wilayah pesisir Demak sepertinya akan tetap terancam.

Di sinilah terlihat perlunya pendekatan terpadu, antara pembangunan infrastruktur keras seperti tanggul laut atau pengendali gelombang, dipadukan dengan rehabilitasi ekologis berupa penumbuhan mangrove dan ekosistem pesisir lainnya. Dalam skenario besar seperti ini, Bio-Rights masih dapat digunakan sebagai pendekatan kegiatan, sebagai jembatan untuk melibatkan masyarakat lokal agar mereka menjadi bagian dari solusi, bukan korban semata.

Belajar dari pengalaman internasional

Pendekatan serupa juga sudah ditempuh di berbagai negara. Belanda, misalnya, sejak awal 2000-an meluncurkan program Room for the River. Alih-alih hanya membangun tanggul, mereka memberi ruang bagi sungai untuk meluap di area yang direncanakan, sambil melibatkan masyarakat lokal dalam perencanaan ulang penggunaan lahan. Hasilnya terlihat, banjir berkurang, sekaligus tercipta lanskap baru yang bernilai ekologis dan sosial.

Di Vietnam, kawasan pesisir Mekong Delta menjadi contoh penting. Di sana, pemerintah menggabungkan pembangunan tanggul dengan rehabilitasi mangrove melalui pendekatan hybrid engineering. Tanggul melindungi pemukiman dari ancaman langsung, sementara mangrove di depannya menahan energi gelombang dan memperbaiki ekosistem. Keterlibatan komunitas lokal dijaga lewat skema insentif, mirip dengan semangat Bio-Rights.

Pengalaman internasional ini menunjukkan bahwa infrastruktur keras dan solusi berbasis alam tidak perlu dipertentangkan. Keduanya bisa berjalan bersama, saling melengkapi, dengan peran masyarakat tetap menjadi kunci keberlanjutan.

Pelajaran berharga untuk masa depan

Pengalaman di Demak memberi beberapa pelajaran penting:

  • Kepercayaan butuh waktu. Investasi terbesar justru pada proses membangun relasi, bukan pada pembangunan fisik.
  • Perempuan harus dilibatkan sejak awal. Norma sosial dan kriteria kelompok membuat keterlibatan perempuan minim; desain program ke depan harus lebih sensitif gender.
  • Kebijakan publik perlu berpadu dengan fleksibilitas lokal. Perencanaan pemerintah yang kaku seringkali tidak sejalan dengan sifat adaptif Bio-Rights. Skema kemitraan publik--swasta bisa menjadi jalan untuk memperluas dampak.
  • Dokumentasi dan monitoring terpadu penting agar pengalaman bisa direplikasi di tempat lain.

Menjaga mangrove, menjaga manusia

Akhirnya, Bio-Rights di Demak bukan hanya tentang angka luasan mangrove atau peningkatan pendapatan. Ia adalah kisah tentang bagaimana masyarakat, pemerintah, dan lembaga internasional dapat bekerja bersama, saling percaya, dan mencari keseimbangan antara kebutuhan hidup hari ini dengan keberlanjutan esok.

Di tengah laut yang terus datang menghantam daratan, Bio-Rights menghadirkan secercah harapan bahwa menjaga mangrove berarti menjaga manusia, dan bahwa kesejahteraan sejati hanya mungkin jika berjalan beriringan dengan alam. Namun, untuk melawan ancaman degradasi yang terlanjur begitu besar, Bio-Rights perlu dipadukan dengan upaya berskala lebih luas, seperti yang dilakukan di Belanda, agar pesisir Demak tetap punya masa depan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun