Mohon tunggu...
Yus Rusila Noor
Yus Rusila Noor Mohon Tunggu... Pekerja Lingkungan

Saya adalah seorang yang sedang belajar. Bagi saya, hidup itu adalah proses belajar, dan belajar itu adalah proses seumur hidup .... Iqra

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Menyulam Hydro-diplomacy - Diplomasi Air

29 Agustus 2025   16:32 Diperbarui: 29 Agustus 2025   22:04 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salinan Resolusi Majelis Umum PBB tentang Hari Danau Sedunia

Kisah Diplomasi Indonesia dan Lahirnya Hari Danau Sedunia

Diramu oleh Yus Rusila Noor 

 

Pada Mei 2024, ketika dunia berkumpul di Bali untuk menghadiri World Water Forum ke-10, Indonesia tidak sekadar menjadi tuan rumah, melainkan menggenggam peran sebagai penggagas ide besar yang kelak menjadi tonggak kesadaran global, World Lake Day, atau Hari Danau Sedunia. Bayangkan konferensi itu, dengan suasana penuh atmosfir diplomasi, forum intens, dan suara-suara penuh harap dari berbagai penjuru dunia. Ide itu sesungguhnya sederhana, namun sarat makna. Indonesia membaca situasi dunia yang semakin pelik, dimana krisis air bersih, kerusakan ekosistem, hingga perebutan sumber daya yang berpotensi memicu konflik. Dalam pusaran masalah itu, danau, sumber air tawar yang sering terlupakan, kini diangkat ke panggung utama diplomasi air.

Presiden Joko Widodo sendiri yang melontarkan gagasan ini di hadapan para pemimpin dunia. Dengan nada tegas ia menyatakan, “The first initiative is the establishment of World Lake Day.” Bagi Jokowi, air bukan sekadar sumber daya, melainkan perekat peradaban dan alat diplomasi, “Water is more than just a natural resource, it’s a collaborative force that binds us together...” Pernyataan itu seolah menegaskan bahwa gagasan Hari Danau Sedunia bukanlah sekadar seremoni, melainkan jalan baru untuk menghidupkan apa yang disebut hydro-diplomacy, diplomasi berbasis air. Pernyataan itu adalah panggilan moral untuk menyelamatkan warisan air tawar dunia dan memperlihatkan bahwa air adalah “kolaborasi yang menyatukan kita,” dalam bahasa sang Presiden. 

Di balik pernyataan Presiden, ada kerja diplomasi panjang yang dipersiapkan oleh jajaran kementerian dan para diplomat teknis. Indonesia membuktikan bahwa diplomasi bisa bersandar pada data dan empati. Endra A. Atmawidjaja, Special Advisor Menteri PUPR yang juga menjadi Wakil Ketua Sekretariat WWF ke-10, menyampaikan di forum bahwa Indonesia akan membawa usulan ini hingga ke Majelis Umum PBB. “We would like to submit the designation of World Lakes Day to the UN General Assembly. We hope that this proposal will be put forward as a UN Resolution,” ujarnya. Ia menambahkan dengan nada penuh keyakinan, “Our lakes serve as extraordinary water reservoirs...we also need to protect our natural water reservoirs such as lakes and ponds.” Bagi Endra, danau adalah “waduk alami” yang jauh lebih tua dan bijak daripada bendungan buatan manusia. Sebuah kearifan geologi yang diwariskan bumi, namun kini menghadapi ancaman serius.

Kabarnya Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono, secara langsung melakukan pitch kepada Presiden Majelis Umum PBB, Dennis Francis, memohon dukungan untuk usulan Indonesia. Pertemuan di sela forum menunjukkan pendekatan personal yang efektif dalam diplomasi, mengubah ide menjadi resolusi nyata. MenPUPR menekankan makna filosofis sekaligus strategis dari Hari Danau Sedunia, “The commemoration of World Lakes Day is not just symbolic but also as one of the main keys to preserving lakes around the world.” Basuki bahkan memberi peringatan keras, eutrofikasi, eceng gondok, sedimentasi, dan pencemaran dapat mematikan danau-danau yang menjadi penopang hidup manusia. “Danau maupun bendungan itu bisa mengalami eutrophication... jadi danau bisa mati. Makanya kita harus menjaga itu untuk memperpanjang hidupnya.” Kata-kata ini mengingatkan kita bahwa Hari Danau Sedunia bukanlah sekadar penanda kalender, tetapi seruan moral untuk bertindak.

Sementara itu, perwakilan KemenLHK dalam forum tingkat tinggi menambahkan konteks ekologis yang menyentuh, “Lakes, both natural and artificial, supply 87 percent of the surface freshwater and significantly serve the ecosystem, including through the provision of water for human consumption, health, food, and renewable energy.” Angka itu mengejutkan banyak pihak, betapa besar ketergantungan manusia terhadap danau, namun betapa rapuh pula kondisinya saat ini.

Sejak disuarakan pada April 2024, gagasan World Lake Day menjadi salah satu dari empat inisiatif utama dalam Deklarasi Bali, bersama pendirian Center of Excellence Climate Resilience, penguatan manajemen air di pulau kecil, dan pembuatan Compendium of Concrete Deliverables and Actions. Pada 23 Mei, melalui Deklarasi Bali, gagasan ini secara resmi disepakati sebagai salah satu agenda besar, sekaligus poin yang akan diusulkan ke Majelis Umum PBB. Bisnis.comKompas Denpasar

Plot twist terjadi pasca-forum. Indonesia langsung membentuk panitia internal dan memanfaatkan diplomasi multilateral untuk menjalin dukungan internasional atas usulan resolusi yang kelak dibawa ke Majelis Umum PBB. Jejak diplomasi menuju pengakuan global ini penuh dengan momen anekdotal yang kelak menjadi catatan sejarah. Di ruang-ruang rapat Bali Nusa Dua Convention Center, para diplomat dan teknokrat air dari Indonesia menyusun argumen demi argumen. Mereka mengutip pengalaman nyata dari Danau Toba, Tempe, Limboto, dan Rawa Pening, danau-danau yang menjadi saksi rapuhnya hubungan manusia dengan air. Dari balik layar, para ahli lingkungan menyiapkan naskah, menyatukan data ilmiah dengan diplomasi kebijakan, hingga akhirnya muncul sebagai inisiatif resmi dalam pidato kenegaraan Presiden. Atmosfer di forum kala itu memunculkan rasa kebanggaan nasional sekaligus tanggung jawab global. Seorang peserta asing bahkan menyebut inisiatif ini sebagai “the Bali Spirit for Lakes”, sebuah jiwa baru yang lahir dari pertemuan di pulau yang airnya sendiri semakin tertekan oleh pariwisata massal.

Setelah dukungan kuat di WWF ke-10, Indonesia menyiapkan langkah berikutnya dengan memulai lobbying intensif melalui Kementerian Luar Negeri dan perwakilan di PBB. Diplomasi ini membuahkan dukungan dari 73 negara co-sponsor, mencerminkan reputasi sebagai bridge builder. Pada Sidang Pleno Majelis Umum PBB ke-79 di New York, resolusi tentang World Lake Day berhasil diadopsi secara konsensus. Indonesia menjadi sorotan karena keberhasilan diplomasi multilateralnya. PBB menetapkan 27 Agustus sebagai Hari Danau Sedunia. Keberhasilan ini mengukuhkan Indonesia sebagai bridge builder dalam diplomasi air dunia, menyatukan kepentingan negara berkembang dan maju yang tergabung sebagai co-sponsor. Indonesia tidak hanya membawa gagasan, tetapi juga membangunnya melalui diplomasi penuh strategi, mengajak negara berkembang dan maju untuk bersama-sama peduli pada danau. Keberhasilan menggaet 73 negara co-sponsor dari berbagai benua jadi bukti keahlian diplomatik RI.

Inilah kisah yang menjembatani gagasan lokal dan inisiatif global, di Bali ketika gagasan lahir, melewati berbagai ketekunan diplomasi yang menumbuhkan gagasan tersebut, dan kemudian diadopsi di pertemuan PBB. World Lake Day kini menjadi refleksi bahwa Indonesia tidak hanya memiliki kekayaan perairan, tetapi juga mampu menjadi penyambung suara global demi kelestarian lingkungan.

Perjalanan usulan World Lake Day bukan hanya tentang penetapan tanggal di kalender PBB, tetapi juga cerita diplomasi Indonesia yang elegan, dari menyuarakan realitas persinggungan antara kebutuhan lokal, danau-danau kita yang kian kritis, ke meja global di PBB. Proses yang melibatkan pitching informal, konsentrasi kolaborasi lintas lembaga, dan kemampuan membangun koalisi internasional besar adalah bukti nyata bahwa ide lingkungan lokal bisa menjadi momentum global. Dan kini, setiap 27 Agustus diharapkan menjadi pengingat kolektif untuk menjaga danau sebagai warisan ekosistem dan keseimbangan hidup umat manusia. Mungkin, bertahun-tahun dari sekarang, ketika dunia memperingati World Lake Day setiap 27 Agustus, orang akan mengingat bahwa di Bali, pada 2024, Indonesia pernah berkata lantang, mari kita selamatkan danau-danau kita. Kata-kata itu lahir bukan dari retorika kosong, melainkan dari pengalaman nyata sebuah bangsa yang hidup di antara ribuan pulau, di mana setiap tetes air adalah sumber harapan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun