Hari-hari siang yang malam dalam jamanku
Adalah seru dalam nafasku yang tercekat
Mencari pintu keluar agar terbebas menyapa udara
Didalam kabutnya kegamangan
Bagaimana dunia menindih dada begitu berat
Adalah resah dalam nadiku yang tersendat
Terpatah-patah mengeja hari-hari buram
Bagaimana bisa kedua tanganku merasa tak berdaya
Hari-hari siang yang malam dalam jamanku
Kepekatan gelisah yang menusuk tiap pandangan
Adalah luka yang meraja atas nama kewarasan
Aku yang tak menemu celah melihat tempat bersuara lantang
Menggigil merasa ketakberdayaan begitu kuasa
Padaku, padanya dan pada mereka
Yang diikat dengan mulut terbungkam
Membunuh suara nurani yang sebenarnya
Mengganti dengan anggukan diiringi banjirnya airmata dalam dada
Betapa onarnya ketidak adilan itu dipaksa untuk diterima logika
Berapa rendahnya harga tiap diri yang tak sepadan dengan yang berkepentingan
Tiap luka, tiap airmata bahkan tiap nyawa
Hanyalah setitik debu yang melekat pada baju seragam-seragam atas nama apapun
Tiada nilai, tiada arti, kosong
Hukum rimba?!
Apakah dalam dunia manusia yang hidup katanya beradab ada hukum rimba
Yang kuasa menindas kepapaan
Yang kuat membeli kemiskinan
Yang besar membeli keadilan
Dadaku tercekat, pastinya mati lekas
Lalu hari-hari siang yang malam
Benar-benar gulita!