Mohon tunggu...
Nadiyah Munisah Hamelia
Nadiyah Munisah Hamelia Mohon Tunggu... Freelancer - Collegian

Seorang mahasiswi yang masih belajar untuk menulis. Silah koreksi dan mulai berdiskusi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Keberhasilan Perjanjian Hudaibiyah sebagai Representasi Diplomasi Rasulullah

14 Oktober 2019   12:57 Diperbarui: 14 Oktober 2019   13:14 352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Perjanjian Hudaibiyah yang semula menuai rasa kecewa umat Muslim karena dianggap sangat merugikan ternyata berbuah bagus diakhirnya. Hal ini karena perjanjian tersebut menyimpan makna tersirat yang ternyata membawa keuntungan sangat besar nantinya.  Bila dikaji lebih jauh dari perjanjian tersebut terdapat keuntungan yang besar bagi kaum muslimin. 

Keuntungan tersebut untuk jangka pendak adalah pengakuan dan penghormatan Quraisy terhadap kedudukan kaum muslimin. Umat Islam dihadapan kaum Quraisy telah menjadi golongan yang kuat dan mulia. Pengakuan yang diberikan ini mempunyai implikasi positif yang besar untuk dakwah Rasulullah SAW. Dan dengan adanya perjanjian itu pula mereka memperoleh legitimasi dan status yang sama untuk melakukan perjarjian dan perundingan dengan siapa saja. Dengan demikian kaum muslimin mendapatkan kesempatan untuk menyebar luaskan dakwah Islam dalam suasana dan situasi yang kondusif, aman dan tentram.

Sebelum perjanjian berlangsung, kaum Muslimin tidak memiliki kesempatan untuk melakukan kontak dengan orang-orang Makkah, namun setelah perjanjian itu, kaum Muslim dengan bebas melakukan kontak dan akses dengan mereka. Dan tentu saja ini memberikan jalan dan peluang sangat positif untuk kepentingan Islam. Dikarenakan terjalinnya hubungan ini, maka banyak orang-orang Makkah yang masuk Islam. 

Adapun keuntungan jangka panjang bagi Rasulullah SAW dan kaum muslimin adalah kebebasan untuk berdakwah. Dakwah yang merupakan misi utama Rosulullah dimana sebelumnya mendapatkan rintangan keras sehingga menyebabkan terjadinya bentrokan dan peperangan. Klimaks dari suksesnya Perjanjian Hudaibiyah ini adalah terbukanya Kota Makkah pada tahun 8 H atau 629 M, dengan kekuatan 10.000 orang kaum muslimin berhasil menembus benteng utama panglima Quraisy tanpa perlawanan sedikitpun. 

Dilihat pula bahwa sesungguhnya beberapa point yang dirasa merugikan ternyata membawa keuntungan besar bagi kaum Muslimin. Salah satunya adalah pada point nomor tiga dan empat. Yang mana disebutkan pada point ketiga, bahwa apabila kaum Quraisy yang datang ke Madinah wajib dikembalikan ke Makkah; Rasulullah melihat ini bahwa hal ini membawa keuntungan menimbang orang yang datang dan tidak dikembalikan akan menambah beban ekonomi kota Madinah. 

Sedang kaum Muslim yang datang ke Makkah tidak diwajibkan untuk dikembalikan, dalam hal ini Rasulullah memandang keuntungan dalam penyebaran dakwah Islam di Makkah, dan tentu merupakan orang-orang dengan keunggulan strategi politik yang mumpuni. Hal ini dikuatkan dengan turunnya Surat Al-Fath 1-3 yang mengabarkan akan keberhasian perjanjian ini yang nantinya akan berdampak besar, terutama pada fathul Makkah. Dengan adanya perjanjian ini juga membuat legalitas kaum Muslimin semakin kuat dan muai diakui keberadannya. Hal itu sekaligus menunjukkan kehebatan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dalam berdiplomasi dan visi luar biasa beliau dalam berpolitik. Ada banyak keuntungan yang diraih kaum Muslimin melalui perjanjian Hudaibiyah, antara lain:

Pertama, Isalm akhirnya mempunyai kedudukan setara dengan kaum Quraisyi. Yang semula dianggap sebagai penyelewengan terhadap agama nenek moyang, maka dengan ditandatanganinya perjanjian Hudaibiyah, maka derajat umat Muslim terangkat dan melahirkan suatu otoritas pemerintahannya sendiri.

Kedua, kaum Quraisyi secara tidak langsung mengakui kedaulatan negara Madinah dengan Rasulullah SAW sebagai pemimpinnya. Menimbang kedalutan merupakan dasar sebagai adanya suatu negara. Maka dengan diakuinya kedualatan umat Islam, maka hal ini juga membuat negara Madinah resmi berdiri. 

Sikap Rasulullah yang damai dan tenang, rupanya juga mengundang simpati kabilah Arab, terutama kaum Badui, ditandai dengan aliansi yang dibentuk. Begitupula dengan Bani Khuza'ah yang memilih bergabung bersama barisan umat Islam. Dalam hal ini terjadi suatu diplomasi yang pada saat itu sangat lumah terjadi, bahwa pemimpin bani Khuza'ah menikai putrinya, Juwairiyah dengan Rasulullah sebagai tanda ia menyerahkan sebagian kekuasaannya kepada umat Islam.

Ketiga, umat Islam tidak lagi disibukkan dengan konfrontasi senjata serta pergolakan dengan kaum Quraisy.

Dengan ini maka sesungguhnya Rasulullah SAW memiliki strategi dan kepiawaian dalam berdiplomasi. Dilihat dari banyaknya keuntungan yang didapat oleh kaum Muslim dari sebuah perjanjian yang terliat merugikan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun