Mohon tunggu...
Ebenezer Sianturi
Ebenezer Sianturi Mohon Tunggu... Pendeta (Pdt) GSJA

Seorang pendeta, senang belajar dan mengajar

Selanjutnya

Tutup

Diary

Apakah Tindakanku Sudah Tepat : Konflik Batin & Refleksi Jiwa

2 Oktober 2025   13:56 Diperbarui: 2 Oktober 2025   14:45 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Ilustrasi, Sumber: cahayaislam.id 

Penghasilan selama bekerja telah habis untuk biaya pengobatan kakinya yang patah dan sekarang kondisi kaki tidak normal (mengecil dan Panjang kaki tidak rata alias timpang). 

Tidak peduli sekeras apa bapak ini sudah berusaha mencari kerja tetapi tidak ada satu pun yang bersedia mempekerjakannya. (mungkin karena secara fisik sudah terlihat tua renta dan kakinyapun pincang).

Menurut ceritanya, dia berhasil menumpang kapal barang dari Sulawesi ke Jakarta dan sudah beberapa bulan ini ia luntang-lantung tidak punya tempat tinggal, tidur berpindah-pindah di stasiun-stasiun kereta dan saat ini di daerah Depok dan sudah dua kali diusir dan mendapatkan peringatan dari satpam stasiun Depok agar tidak tidur lagi di area peron.

Yang membuat hati saya semakin kasihan dan dada sesak seolah turut merasakan pergumulan hidup yang begitu berat dan kompleks yang dialaminya adalah ketika bapak ini menceritakan bahwa ia sudah menjadi orang percaya dan dibaptis (sebelumnya dia seorang Budis) beberapa bulan sebelum terjadinya kecelakaan.

Dia sudah mendatangi beberapa gereja besar yang ada di sekitar lingkungan gereja kami di kelurahan Depok ini (karena memang ada banyak gereja khususnya di kelurahan Depok) untuk meminta bantuan agar dia bisa diterima tinggal dan dpekerjakan sebagai koster atau tukang bersih-bersih gereja dan halaman gereja walaupun dengan gaji kecil agar dia bisa mengumpulkan uang untuk pulang kampung halamannya di Kalimantan Barat. Di sana dia masih punya seorang kakak Perempuan yang juga tidak menikah (melajang) namun dalam keadaan Struk sebelah badannya, dan masih ada rumah orang tuanya.

Sepanjang bapak ini bercerita tentang dirinya, saya bergumul dengan Tuhan dalam hati saya, bertanya tanya : apa yang harus saya lakukan dan bagaimana saya harus merespon atau menjawab bapak ini?

Apakah Tuhan sedang menguji saya dan menghendaki saya untuk menerima bapak tersebut untuk menampung dia tinggal dan mempekerjakannya sebagai bukti bahwa saya mempraktekkan apa yang sudah saya peajari dalam mata kuliah seminggu lalu tentang tindakan kasih, kepedulian sosial dan keadilan sebagai bagian integral dari ibadah kepada Tuhan.

Akhir cerita, dengan berat hati saya harus berkata Tidak kepada bapak tersebut. Namun tidak lupa juga saya mendoakan, kiranya Tuhan buka jalan lain untuk menolong bapak tersebut.

Ini bukan soal tega atau mentega,  tetapi saya menjelaskan alasan utamanya adalah karena kami tidak punya tempat untuk bapak tersebut bisa tinggal di rumah yang sekaligus juga gereja kami.

Lebih detail lagi saya terus terang kasih tau bahwa rumah ini tidak memiliki satu kamarpun (kamar tidur). Tadinya memang ada dua kamar berjejer layaknya rumah petakan, namun untuk kepentingan agar bisa digunakan sebagai tempat ibadah, maka kedua kamar yang dulu ada itu telah kami jebol menjadi satu ruangan untuk ibadah.

Kami sendiri sebagai keluaraga pendeta atau gembala yang melayani harus rela tinggal di gereja ini mengguanakan sebagian ruang dapur hanya untuk meletakkan satu tempat tidur kecil dan beberapa lemari plastic sebagai tempat menaruh barang-barang pribadi dan sekaligus sebagai partisi ruangan pengganti "kamar".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun