Mohon tunggu...
Eko Adri Wahyudiono
Eko Adri Wahyudiono Mohon Tunggu... Guru - ASN Kemendikbud Ristek

Mengajar dan mendidik semua anak bangsa. Hobi : Traveling, tenis, renang, gitar, bersepeda, nonton film, baca semua genre buku, menulis artikel dan novel.

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Artikel Utama

Pembuatan Jalur Khusus Sepeda Magetan, Kebijakan Setengah Hati!

13 Mei 2024   16:46 Diperbarui: 15 Mei 2024   09:00 1198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Jalur sepeda yang jarang digunakan oleh para pesepeda di Jalan Manggis, Magetan. (Sumber gambar dokumentasi pribadi.)

Ilustrasi trotoar jadi tempat berjualan, jalur sepeda jadi tempat parkir mobil di Magetan. (Sumber gambar dokumentasi pribadi.)
Ilustrasi trotoar jadi tempat berjualan, jalur sepeda jadi tempat parkir mobil di Magetan. (Sumber gambar dokumentasi pribadi.)
Juga, amati saja jalur khusus orang bersepeda dipakai untuk tempat parkir mobil. Akibatnya mereka para pesepeda masuk ke lajur milik pengguna sepeda motor.

Hal itu, mau tidak mau, memaksa mereka para pesepeda motor ikut menjarah hak jalan untuk mobil karena haknya juga telah 'dicuri'.

Maka bisa ditebak kondisi berikutnya, keruwetan di jalan raya tidak akan pernah bisa diselesaikan secara tuntas sejak negara ini dibentuk sampai sekarang.

Kedua. Reinforcement of Law atau penegakan hukum kita yang lemah pada kasus pelanggaran yang terjadi di jalan raya. Pelanggaran lalu-lintas sepertinya dibiarkan tanpa sanksi yang membuat jera.

Tidak heran, kehidupan di jalan raya itu diibaratkan dengan kehidupan di hutan rimba. Siapa yang terbesar dan terkuat, itulah sang penguasa "hutan" jalanan.

Restorative Justice, dipakai bukan untuk menentukan siapa yang benar dan siapa yang salah, melainkan untuk meredam situasi menjadi kondusif dengan usaha kompromi demi menghilangkan aspek konflik yang ditakutkan mengarah pada clash fisik di jalan raya.


Oleh karena itu, setiap ada masalah yang terjadi di jalan dengan berbagai argumentasi yang bersifat emosional, selalu diselesaikan dengan cara meminta maaf di media massa. Semudah itukah!?

E-tilang dan denda yang sudah disosialisasikan pada para pengguna jalan raya juga belum maksimal pelaksanaannya karena kendala peralatan yang belum canggih dan diragukan keakuratannya.

Ketiga. Faktor budaya dan mental masyarakat kita sebagai sesama pengguna lalu lintas di jalan raya yang kurang memiliki simpati dan empati bagi yang lainnya terutama pada pemilik kendaran yang lebih kecil.

Melakukan pelanggaran lalu lintas dianggap suatu hal yang wajar dan merasa tidak bersalah sama sekali. Lucunya, saat kesalahannya disampaikan yang kemudian ditegur, justru mereka menjadi lebih marah dan merasa yang paling benar.

Jika Anda berada di luar negeri terutama berkendara di negara maju, saat melakukan atau melanggar peraturan berlalu-lintas, selanjutnya bentuk sanksi hukum yang harus Anda terima adalah kurungan atau denda yang sangat tinggi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun