Mohon tunggu...
EA Protes
EA Protes Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Gagal jadi Nabi pindah jadi Setan. Mati jadi Setan, protes tiada henti

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Sumbangan Erianto Anas yang Terlupakan di Kompasiana

8 Agustus 2011   07:03 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:59 1125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lalu saya lihat ada tabel lain disebelahnya:

Ini adalah TOP 10 kata kunci yang digunakan pengunjung di halaman pencari hingga akhirnya kesasar ke Kompasiana. Saya benar-benar kaget. Benar-benar saya tidak menyangka. Ternyata ada nama saya (no.3) dan blog saya (No.9). Tampak angkanya masing-masing sebesar 0,19% dan 0,11%. Jika dijumlahkan menjadi 0,30%. Itu artinya, sebanyak 0,30% total pengunjung Kompasiana adalah mereka yang mencari informasi tentang saya dan blogernas. Mereka melihat ada kata-kata Erianto Anas dan blogernas di halaman pencari, lalu mereka mengkliknya, tau tau mereka kesasar ke Kompasiana.

Lalu apa yang ingin saya simpulkan:

Saya sedikit sedih, kenapa admin begitu gencar menghapus tulisan saya dan juga memblokir akun saya, sementara sekian persen dari total pengunjung Kompasiana adalah karena kata kunci Erianto Anas dan blogernas. Jika benar tulisan saya sampah terkutuk dalam arti yang sebenarnya, sehingga tak satu pun pengunjung Kompasiana yang membaca apalagi mengomentari, dan tidak ada yang mengaku terinspirasi, maka saya pun akan mengakui dan tau diri. Tapi kenyataannya tulisan itu dibaca hampir 1000 pengunjung dalam rentang waktu setengah hari, dengan sejumlah pengakuan yang membuat saya merasa haru.

Tapi sudahlah, menuliskan hal-hal seperti ini hanya akan mengundang prediket lebay dan merasa GR sendiri.

Kadang saya berpikir, dibalik layar, tanpa pernah saya tau, beberapa Kompasianer sibuk melaporkan saya, baik secara online maupun offline.

Kadang saya berpikir, admin sengaja menghapus tulisan saya dalam rangka memancing stimulus konflik. Stimulus untuk saya dan efek balik dari pengunjung. Karena seperti biasa saya selalu merespon setiap tindakan admin melalui tulisan. Kemudian sejumlah Kompasianer menanggapi dengan seru. Bahkan secara estafet juga menimbulkan efek berantai. Beberapa Kompasianer kadang juga terdorong untuk menulis perihal kontroversi tulisan saya. Akhirnya, terjadi hingar bingar konflik. Heboh. Seru. Sehingga suasana jadi marak dan secara statsitk angka page view dan time on site meningkat. Karena setiap pengunjung sibuk bolak balik dan berlama-lama di beberapa halaman situs Kompasiana.

Tapi sudahlah, Membela diri tak kan pernah diakui.

Kadang saya sadar. Mungkin karena tulisan saya memang tidak ada gunanya dan hanya memicu keributan. Tapi saya tak habis pikir. Kenapa tetap cendrung banyak yang membaca dan mengaku terinspirasi. Dan sejumlah mereka memburu saya ke setiap inbox yang terdapat di Kompasiana, blogernas, Facebook, YM dan sebagainya.

Tapi sudahlah, Saya tidak bermaksud ingin diakui. Apalagi ingin dibebaskan dari pengadilan admin dan sejumlah Kompasianer. Saya hanya ingin melepaskan beban psikologis saja. Bahwa tulisan ini saya tulis dengan kerongkongan tersedak  dengan mata berkaca.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun