Mohon tunggu...
Septi Ariani
Septi Ariani Mohon Tunggu... -

Ibu muda dari anak cerdas

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Perjuangan Ayahku Memiliki Mobil Impian

16 Juli 2014   17:13 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:10 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Naik turun angkutan umum, naik turun jembatan penyebrangan, menunggu bus kota yang sesak pada jam-jam kerja, menghirup polusi dari knalpot, asap rokok yang dengan santainya terus mengepul ke udara menebarkan penyakit paru-paru pada para perokok pasif. Belum lagi kalau sedang apes ketemu copet, jika tidak waspada maka barang dengan cepat segera berpindah tangan. Begitulah gambaran kegiatan yang dijalani ayahku sehari-hari ketika berangkat dan pulang kerja.

Ayah pernah bercerita kepadaku bahwa ia pernah naik omprengan dari Ciawi-Sudirman untuk berangkat ke kantor, rasanya nyamaann sekali karena tidak perlu naik turun angkot, bus kota dan tangga penyebrangan. Cukup duduk manis sambil meneruskan tidur, satu jam perjalanan sudah sampai di depan gedung kantor, dengan catatan berangkat setelah subuh dari Ciawi. Hanya saja untuk dapat menikmati itu semua ayah harus merogoh kocek yang cukup dalam. Biasanya dengan uang 10.000 ayah bisa sampai kantor jika naik omprengan ayah harus mengeluarkan uang dua kali lipatnya untuk satu kali perjalanan.

Dari pengalaman diatas, terbesit dalam benak ayah untuk memiliki sebuah mobil pribadi. Yaa...dengan memiliki kendaraan pribadi maka ayah bisa berangkat ke kantor dengan nyaman dan bisa mengajak kami sekeluarga jalan-jalan dihari libur tanpa harus menghirup polusi yang cukup berbahaya bagi pernafasan kita.

Pada saat hari libur, ayah mengajakku pergi ke showroom di daerah Bogor, ada beberapa mobil terpajang di showroom tersebut. Hmmmhh tapi tabungan ayah hanya cukup untuk membayar uang muka mobil saja saat itu sekitar 18 juta rupiah untuk sebuah mobil jenis minibus, tapi ayah tak putus asa dan tak hilang arah pada saat itu, karena ternyata ayah sudah memperhitungkannya secara matang.

Yippy sebuah minibus baru berwarna biru muda metalik datang kerumah seminggu kemudian. Kami sekeluarga dengan riang menyambut kedatangan mobil baru tersebut. Terbesit tanya dalam benakku bagaimana ayah membayar cicilan mobil ini nantinya? Apakah ayah akan memotong uang jajanku? Apakah ayah akan memotong uang belanja ibu juga? Ternyata ke khawatiranku salah, ayahku berangkat kerja lebih pagi untuk mendapatkan penumpang karyawan yang kantornya searah dengan kantor ayah. Begitupun pulang kerja ayah mencari penumpang dengan cara menjadikan mobil kami sebagai mobil omprengan. Hasil dari mobil yang di ompreng itulah yang digunakan ayah untuk membayar cicilan mobil setiap bulannya dan sisanya ayah simpan untuk digunakan pada saat mobil turun mesin, maklum sebagai seorang sarjana ekonomi tentunya ayah menerapkan ilmunya dalam kehidupan sehari-hari, beliau sangat memperhatikan umur ekonomis dari mobil tersebut.

Hari berganti hari, minggu berganti minggu, bulan berganti bulan dan tahun berganti tahun tanpa terasa 5 tahun sudah berlalu dan cicilan mobil yang seakan-akan membebani fikiran ayah kini lepas sudah. Mobil kini resmi menjadi milik ayah, tidak hanya itu, kini ayah bisa mendapatkan penghasilan tambahan dengan adanya mobil pribadi. Ternyata untuk memiliki sebuah mobil impian tidaklah sulit, dengan adanya kredit mobil sangat membantu kami sekeluarga memiliki mobil impian asalkan kita juga konsisten dengan pembayaran cicilannya. Terima kasih kredit mobil.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun