Para penggemar komik dan penikmat filem pasti mengenal Paman Ben. Paman Ben atau yang di negeri asalnya lebih jamak disebut Uncle Ben ini adalah suami dari Bibi Mey dan paman dari Peter Parker. Ya pasti anda sudah mulai paham dengan nama Peter Parker. Peter Parker adalah alter ego dari Spider-man alias si manusia laba-laba.
Paman Ben adalah sosok yang berhasil merubah sisi khilafiah sang Spider-man atau Peter pada masa awal transisinya dari manusia biasa menjadi manusia super. Peter yang menjadi “pribadi yang lain” secara sikap dan prilaku karena menjadi manusia super berusaha menyamankan diri dengan kekuatan manusia supernya, sehingga ia menjadi sombong dan takkabur atau diluar kendali. Walaupun bibi dan pamannya tidak mengetahui identitas baru Peter, namun pamannya yang melihat perubahan pada diri Peter memberikan wejangan bijak yang berhasil memantapkan diri Peter untuk menjadi orang baik. Wejangan sang paman kepada Peter adalah:
“Great power comes great responsibility”
Kekuatan besar membawa konsekuensi tanggung- jawab yang tinggi. Begitulah kira-kira Bahasa Indonesianya. Pesan terakhir Paman Ben yang paling diingat Peter sang Spider-man ini dapat diterima baik oleh akal sehat Peter. Namun sadarkah kita, pesan bijak Paman Ben berlaku juga untuk kita semua. Terutama bagi mereka yang sedang dalam posisi menguasai kekuatan besar.
Bila dalam konteks manusia super Spider-man power bermakna ‘kekuatan’. Dalam konteks politik, Power bermakna ‘kekuasaan’. Spider-man berhasil melepaskan sisi egoisme dalam menerima amanah kekuatan supernya. Sosok Spiderman menjadi pahlawan super yang tidak lagi (hanya semata-mata) memikirkan kepentingan pribadinya. Walaupun jika ia mau ia bisa mengambil keuntungan besar dengan kekuatannya. Tapi ia mengabdikan kekuatan yang dimiliki untuk membantu yang lemah, yang tertindas, dan yang membutuhkan pertolongan. Dalam kehidupan alter ego-nya, Peter Parker, ia adalah sosok sederhana yang mencari nafkah dengan menjadi fotografer lepas atau freelancer.
Pesan Paman Ben merupakan pesan yang universal. Bukan hanya Paman Ben yang mengatakan pesan bijak tersebut. Namun agama dan moralitas masyarakat umum juga menggaungkan pesan itu. Sebagai insan yang sedang menerima amanah kekuasaan (power dalam arti politik), apakah para pejabat di negeri ini khususnya presiden dan para menteri mendengar dan memahami “gaungan” petuah bijak tersebut?
Tentu kita tidak tahu apakah mereka tahu ataupun memahami petuah paman Ben itu. Kita tidak tahu pedalaman hati presiden dan para menteri yang sedang berkuasa itu. Tapi kita dapat membaca melalui sikap mereka, kebijakan mereka, dan perkataan atau pendapat apa yang telah mereka lontarkan melaui media massa.
“kekuasaan yang besar mendatangkan konsekuensi tanggung-jawab yang tinggi”
Kekuasaan yang besar dapat menelorkan kebijakan yang mengikat masyarakat banyak. Apakah kebijakan sang penguasa itu memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat atau sebaliknya malah menyengsarakan rakyat. Kita dapat membacanya.
Kritik belakangan sering muncul menyoalkan UU Informasi dan Transaksi Elektronik. UU tersebut sudah memakan korban masyarakat yang tidak bersalah, seperti Prita dan beberapa korban penulis di dunia maya. Tentu para penggiat demokrasi (penulis, kritikus, wartawan) mengecam bagaimana pasal karet pencemaran nama baik, yang memiliki tingkat hukuman tidak proporsional, dapat dirumuskan oleh para penguasa. Kritik lain muncul ketika ada indikasi praktek oligarki di Ciakeas. Hal-hal itu menandai adanya indikasi sesuatu yang tidak benar dalam kekuasaan. Kita juga masih ingat komentar salah satu menteri yang mengatakan mobil Crown Royal Saloon seharga Rp 1,3 Milyar sebagai pemacu semangat. Sementara rakyat miskin tumbang satu persatu karena tidak mampu membeli makan dan pengangguran semakin bertambah di negeri ini.
Jika kekuasaan atau power dipandang sebagai kesewenangan, ia memang dapat menjerumuskan manusia kepada kesalahan terbesar yang dapat dilakukan oleh manusia. Namun jika kekuasaan dipandang sebagai amanat, maka kekuasaan dapat melahirkan perdamaian, keadilan dan kesejahteraan. Apakah para penguasa mau mendengarkan dan melaksanakan pesan Paman Ben?