Mohon tunggu...
Dwi Sekar Arum
Dwi Sekar Arum Mohon Tunggu... Mahasiswa

Menulis edukasi, tips menarik, isu hukum, sastra, dan psikologi . Tulisan-tulisan saya di Kompasiana bertujuan membuka ruang dialog kritis, memperkaya pengetahuan, dan mendorong pemikiran reflektif bagi pembaca.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Mengenal Teori Positivisme Hukum Dalam Filsafat Hukum

17 September 2025   22:15 Diperbarui: 17 September 2025   21:41 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Positivisme hukum merupakan salah satu aliran utama dalam filsafat hukum yang menekankan pentingnya pemisahan antara hukum dan moralitas. Menurut pandangan ini, hukum tidak harus mencerminkan nilai-nilai moral atau prinsip hukum alam, melainkan dipahami semata-mata sebagai seperangkat aturan yang ditetapkan oleh lembaga berwenang. Dengan kata lain, hukum dipandang sebagai produk politik yang sah dan wajib ditaati, tanpa memandang apakah ia adil atau tidak.

Pokok-Pokok Pemikiran Positivisme Hukum

Dalam pandangan positivisme hukum, sah atau tidaknya suatu aturan tidak diukur dari aspek moral, melainkan dari cara aturan itu dibuat. Selama aturan tersebut lahir melalui prosedur yang benar dan dikeluarkan oleh otoritas yang berwenang, maka aturan itu otomatis dianggap sebagai hukum, meskipun mungkin bertentangan dengan rasa keadilan. 

Positivisme juga menekankan peran negara sebagai penguasa yang berdaulat. Hukum dipahami sebagai perintah yang lahir dari otoritas tertinggi dan ditaati oleh masyarakat karena adanya ancaman sanksi bagi yang melanggar, bukan karena dorongan moral. 

Dengan demikian, satu-satunya sumber hukum yang sah menurut aliran ini adalah hukum positif, yaitu aturan yang dibuat dan dilegalkan oleh lembaga resmi, seperti undang-undang, regulasi, maupun putusan pengadilan, tanpa perlu validasi etis atau moralitas di luar sistem hukum itu sendiri.

Tokoh-Tokoh Penting dalam Positivisme Hukum

1. Jeremy Bentham (1748--1832)

Bentham dikenal sebagai filsuf utilitarian yang melihat hukum sebagai instrumen untuk mencapai kebahagiaan terbesar bagi sebanyak mungkin orang. Ia menolak hukum alam dan menegaskan bahwa hukum harus dianalisis berdasarkan efek sosialnya, bukan berdasarkan nilai moral absolut.

2. John Austin (1790--1859)

Sebagai murid Bentham, Austin dianggap pelopor positivisme klasik. Dalam The Province of Jurisprudence Determined (1832), ia merumuskan teori hukum sebagai perintah penguasa yang didukung ancaman sanksi. Baginya, hukum yang sah adalah produk otoritas berdaulat, terlepas dari aspek keadilan.

3. Hans Kelsen (1881--1973)

Kelsen memperkenalkan Pure Theory of Law atau teori hukum murni. Ia menolak pencampuran hukum dengan moralitas maupun politik, dan mendefinisikan hukum sebagai tatanan normatif hierarkis. Validitas hukum ditelusuri ke norma dasar hipotetis yang disebut Grundnorm. Dengan demikian, analisis hukum menurut Kelsen harus objektif dan ilmiah.

4. H.L.A. Hart (1907--1992)

Hart membawa positivisme ke arah yang lebih modern melalui bukunya The Concept of Law (1961). Ia mengkritik pandangan Austin yang terlalu sederhana, lalu memperkenalkan konsep aturan primer (aturan perilaku) dan aturan sekunder (aturan tentang bagaimana hukum dibuat, diubah, dan ditegakkan).

Menurut Hart, hukum adalah sistem aturan yang berlaku karena didukung lembaga sosial, meskipun tetap dipisahkan dari moralitas. Namun, ia juga mengakui adanya keterkaitan tertentu antara hukum dan moral dalam praktiknya.

5. Joseph Raz (1939--2022)

Raz melanjutkan tradisi positivisme dengan menekankan otoritas hukum yang bersifat eksklusif. Dalam pandangannya, hukum memiliki otoritas yang berdiri sendiri, sehingga keberlakuannya tidak memerlukan legitimasi moral. Dalam Pandangan Raz, hukum dan moral adalah dua ranah berbeda, dan hukum tetap sah meski tidak sejalan dengan nilai moral tertentu.

Penutup

Positivisme hukum hadir sebagai aliran yang menegaskan bahwa hukum harus dipahami secara objektif, terlepas dari dimensi moralitas. Dengan menitikberatkan pada legalitas formal, aliran ini memberikan kerangka analisis yang tegas mengenai apa yang dimaksud dengan hukum, siapa yang berwenang membuatnya, dan bagaimana hukum itu berlaku dalam masyarakat. 

Walaupun mendapat kritik karena dianggap mengabaikan aspek keadilan, positivisme hukum tetap memberi kontribusi penting bagi studi hukum modern, terutama dalam menciptakan pemahaman hukum yang konsisten, sistematis, dan dapat ditegakkan secara praktis.

Referensi 

Buku :

[1] Roshadi, R. A. (2024). Filsafat hukum: Konsep-konsep dasar filsafat hukum dan analisis isu-isu kontemporer. Anak Hebat Indonesia.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun