Mohon tunggu...
R Andika Putra Dwijayanto
R Andika Putra Dwijayanto Mohon Tunggu... Ilmuwan - .

Peneliti Fisika dan Teknologi Keselamatan Reaktor

Selanjutnya

Tutup

Nature

Kritik Atas Pernyataan Walhi tentang PLTN

29 Agustus 2019   13:38 Diperbarui: 29 Agustus 2019   13:53 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Oleh: R. Andika Putra Dwijayanto, S.T. (Peneliti Teknologi Keselamatan Reaktor)

Terkait rencana pemanfaatan PLTN di Kalimantan, Wahana Lingkungan Indonesia (Walhi), LSM lingkungan nasional, mengirimkan pernyataan ke kantor berita Antara. Seperti tipikal LSM lingkungan, Walhi tentu saja mengkritik rencana pemanfaatan PLTN. Kemudian keluarlah klaim-klaim dengan kualitas argumentasi selevel buzzer.

Saya sudah membaca argumen Walhi, jadi anda tidak perlu repot-repot membacanya. Kalau dirangkum, pernyataan mereka berkisar pada masalah harga (PLTN tidak murah), limbah radioaktif, dan keselamatan nuklir. Tidak ada yang baru, Walhi hanya mengulang-ulang buzzword basi tentang energi nuklir. Buzzword yang tidak lebih dari pseudoscience at best, dan hoax at worst.

Pertama, masalah biaya. Walhi mengklaim bahwa banyak biaya dalam PLTN yang tidak diperhitungkan ketika mengklaim PLTN itu murah. Mereka menyebutkan soal biaya pengayaan, penyimpanan limbah, dan dekomisioning reaktor. Apakah benar klaim ini? Bagi mereka yang paham sistem energi nuklir bekerja, klaim ini mungkin hanya akan ditertawakan saja.

Teknologi reaktor nuklir saat ini masih Generasi III. Belum ada PLTN Generasi IV dengan kapabilitas pembiakan bahan bakar (breeding) yang sudah beroperasi. Artinya, semua PLTN masih beroperasi menggunakan bahan bakar uranium pengayaan rendah, kecuali PLTN tipe pressurised heavy water reactor (PHWR) yang menggunakan uranium alam.

Pertanyaannya, bagaimana mungkin biaya pengayaan bahan bakar tidak dimasukkan dalam perhitungan harga listrik PLTN sementara bahan bakar yang digunakan memang menggunakan uranium diperkaya? Uranium yang sudah melalui proses pengayaan terlebih dahulu? Atau bagaimana mungkin PLTN tipe PHWR dianggap tidak memasukkan biaya pengayaan, sementara memang PLTN ini tidak menggunakan uranium diperkaya?

Logika aneh seperti ini tidak perlu dibahas lebih lanjut. Terlalu mengada-ada.

Terkait biaya penyimpanan limbah maupun dekomisioning, maka patut dipahami bahwa kedua komponen itu sudah dimasukkan by default ke dalam biaya listrik PLTN. Besarannya kira-kira USD 0,1 sen/kWh. Di Prancis, besarannya sekitar USD 0,16 sen/kWh. Kenapa rendah? Karena nilai ini sudah mencukupi. Energi nuklir memiliki EROEI sebesar 75, berkat faktor ketersediaan dan keandalan yang tinggi. Maka dana yang dikumpulkan sepanjang usia pakai PLTN (40-80 tahun), walau dengan biaya limbah dan dekomisioning rendah, cukup untuk membiayai semuanya.

Dirasa terlalu rendah? Naikkan jadi USD 0,5 sen/kWh dan PLTN akan tetap jadi murah. Tidak perlu dinaikkan lebih tinggi karena angka tersebut sudah sangat mencukupi.

Industri nuklir adalah satu-satunya industri energi yang mempertimbangkan pengelolaan limbah dan dekomisioning fasilitas pada biaya pembangkitan listriknya. Hal ini tidak pernah diikuti oleh industri lain seperti industri batubara, industri panel surya, maupun industri turbin angin, walaupun limbah mereka jauh lebih banyak dan lebih sulit dikelola daripada limbah nuklir! Jelas bahwa industri nuklir jauh lebih maju daripada industri-industri tersebut.

Saya sudah bahas masalah biaya PLTN di laman berikut: warstek.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun