Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Memahami Puisi Menyusur Kesunyian

17 Maret 2017   15:04 Diperbarui: 18 Maret 2017   00:15 549
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Osip Mandelstam, pernah mengatakan bahwa membaca puisi yang bagus itu seperti melakukan latihan pernafasan. Ia mengatakannya ketika membahas sajak-sajak Boris Paternak yang jernih dan sederhana(Beberapa patah kata  di buku Puisi Tak Pernah Pergi penerbit  buku Kompas, kumpulan puisi Bentara 2003)Hasif  Amini. Saya mencoba merasakan dan memahami beberapa puisi yang saya baca hampir berulang-ulang. Kumpulan puisi dari kumpulan sajak-sajak Bentara 2003.Buku lama yang membuat saya terus mencoba menarik nafas, pelan dan dalam. Dan dalam setarikan nafas itu saya mencoba beberapa larik puisi dari beberapa penyair seperti Endang Susanti Rustamaji mencoba memahami kata-kata yang tertulis untuk menggambarkan suasana tempat dipadukan dengan tarikan nafas serta desah sunyi Taman Suropati.Iya puisi yang baik itu seperti memberi ruang kita untuk melakukan meditasi, mengolah rasa, nafas, jiwa. Saat sunyi atau keadaan yang membuat suasana menjadi sunyi adalah ritual meditasi yang memberi kekayaan bathin. Penyair  sudah memilah kata-kata yang senafas, sejiwa dengan  berondongan kata yang tercipta menjadi baris demi baris kata.

…tak berdaya Menonton dan ditonton, kapan saja saat energi terasa habis. Keletihan begitu kejam menikam-nikam. Menyihir  keinginan kita. Terdiam diledek dengus. Musim.  Gelisah terhanyut galau suasana…(Ketika Senja Hari Menyinggahi Taman Suropati) ritual kata dalam suasana hembusan nafas itu menarik dirasakan. Penyair adalah penikmat kesunyian, pemilik alam semesta. Mencipta puisi bukan sekedar menterjemahkan emosi, tapi merasakan  suara alam, merasakan kegundahan, meresapi tarikan  nafas, kegundahan-kegundahan di setiap lorong masa.

Maka banyak penyair melahirkan puisi atau sajak saat gelisah, terbata-bata dalam masa yang tengah galau, oleh ketidakadilan, ketimpangan – ketimpangan sosial, kebengisan mazhab, kegilaan – kegilaan politikus, pornaaksi yang melibatkan kaum intelektual, agamawan yang melacurkan diri dalam sebuah bangunan bernama partai politik.

Bunyi, ritmis puisi adalah memuntahkan kegalauan akan suasana aneh yang  masuk dalam tarikan nafas penyair, dimasukkan dalam aliran darah, dilemparkan ke sistem syaraf dalam jutaan sel-sel di otak dan dimuntahkan kembali  melalui darah menyentuh syaraf tangan dan menjadi deretan kata, barik, lirik, rima, pun terciptalah sajak puisi.

Dari masa ke masa puisi  terus hadir memotret  kesunyian, memotret kegilaan, menyesap ritual  bumi yang tergagap-gagap dalam eros dan terkintil-kintil dalam ego-ego manusia.  Saya ingat puisi- puisi Sutardji  Calzoum Bachri, barisan kata-katanya memuntahkan  hembusan ritmis, seperti  suara alam berulang-ulang,  seperti suara tongkeret, zikir, rapalan-rapalan dan litani yang membuat nafas  ditata menghasilkan irama yang membuat suasana meditatif amat terasa, demikianlah kesunyian berpadu dengan semburan puisi  ritmis.

Akan berbeda memahami puisi Sapardi Djoko damono. Tetap dalam kesunyian tapi kata-katanya seperti menyihir perasaan sayang, cinta entah pada kekasih, entah pada sesama manusia, pada alam semesta dan hembusan  cinta universal.

Dan bagi orang yang berpikir sederhana dan puisi Joko Pinurbo lebih mengingatkan pembacanya pada peristiwa sehari-hari, ruang yang dekat dengan kehidupan ia potret dan ia ciptakan puisi menjadi sebuah karya luar biasa. Ranjang, celana, buku, tubuh adalah sebagian imajinasi dari Joko Pinurbo. Dari kesederhanaan obyeknya dalam suasana keseharian manusia lahir puisi-puisi  yang  bisa dikatakan jenaka, nakal, menggelitik tapi juga mengena karena ruang imajinasi pembacanya tidak perlu mengerut tajam mencari padanan kata yang tak lazim yang sering muncul dalam puisi.

Nikmatilah puisi yang sering lahir saat sunyi, saat manusia rindu, saat putus asa, gelisah, galau dan saat cinta menyergap rasa.

Kesunyian adalah sahabat, kesepian adalah kedalaman makna dan puisi tetap memberi kekayaan bathin pembaca.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun