Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bijak Menanggapi Komentar"Settingan" di Medsos

12 April 2025   20:53 Diperbarui: 12 April 2025   20:53 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sejak awal Covid 19   penulis rajin membaca komentar netizen. Pada status mereka membuat gambar meme seorang bintang sepak bola yang sengaja gambarnya diedit, diberi sedikit narasi yang mengundang debat seru di kolom komentar. Mereka mengaku fans berat bintang sepak bola dunia. Ada juga penggemar pembalap dunia, dan juga selebritas dunia. Ada semacam pembelahan, sehingga memunculkan diskusi sengit, melontarkan cacian dan hinaan terhadap jejak prestasi bintang fans sebelahnya. Benar benar jika diikuti dan dibaca sendiri antara geli, lucu dan ah kalau terlalu larut dalam dongeng para fans bisa-bisa gila.

Sama juga ketika netizen terbelah saat pemilu, muncul istilah kaum onta, warga konoha, kadal gurun, kecebong, abah, wan abud, plonga,plongo, Mulyono, Mukidi, paman MK, sebagai media olok-olokan antar"teman" yang disetting sebagai musuh. Mereka mungkin kawan tapi menularkan bara permusuhan di artikel  atau status yang membahas tentang misalnya siapa sih yang paling terkenal dan paling hebat di dunia, siapa tokoh idola dalam dunia politik.

Debat,Perang Narasi dan Akun-Akun Unik

Dengan akun-akun yang namanya unik-unik mereka saling berdebat, saling menyindir dan saling merendahkan prestasi klub atau bintang kesayangan. Ndilalah, saya terprovokasi dan terdorong hasrat untuk masuk dalam arus diskusi. Rasanya lucu ketika netizen membeberkan fakta-fakta dari sudut pandang masing-masing. Ada semacam pemaksaan untuk membenarkan pendapatnya tentang siapakah paling unggul antara satu pemain dengan pemain lainnya. Padahal kalau dipikir yang dibuat obyek perdebatan biasa saja, bahkan mereka semakin melambung dengan polemik yang berkembang di media sosial.

Mengapa sekarang banyak netizen lebih senang mengumbar makian, menebarkan energi negatif terhadap usaha pemerintah, juga berita-berita yang berhubungan dengan negaranya sendiri. Pro kontra di media sosial saat ini seperti komoditas, cara orang/influencer, buzzer, netizen publik figur mencari cuan.

Apa bisa diambil sisi positifnya dari arena perdebatan netizen di medsos tersebut. Kalau anda belum dewasa, mudah terpengaruh berita yang belum tentu benar jangan ikuti. Nanti malah terombang-ambing oleh pendapat orang (atau aktivis medsos yang provokatif). Baca saja, tidak usah diambil hati, tidak perlu emosi anggap sebagai hiburan atau sekedar referensi untuk mengetahui reaksi publik tentang peristiwa viral yang menjadi konsumsi publik.

Toh sebetulnya isu, berita dan kata-kata provokatif di medsos tidak seluruhnya sesuai dengan kenyataan, seperti ketika kita punya gambaran buruk pada negara ini yang kata pegiat medsos terlilit utang besar dan terancam bangkrut. Opini netizen seperti kontra ketika melihat di lapangan, aktivitas masyarakat, usaha-usaha tidak kenal lelah dari mereka para pencari kerja atau para pencari kemapanan.  Banyak dari mereka masih bisa menikmati hidup,menikmati wisata kulineran, bisa disematkan kaum sebagai borjuis, kaum mapan yang mampu kulineran di restoran, mal, juga tempat makan favorit viral milik selebritas. Di kelas menengah ke bawah, angkringan, lesehan, warmindo dan kafe sederhana hampir selalu penuh pas weekend sampai larut malam. Dunia medsos boleh jungkal jempalik berkelahi, saling hujat, saling menebarkan kata-kata permusuhan dan sindiran tajam, di dunia nyata mereka masih bisa ngobrol asyik meskipun di medsos adalah musuh.

Cuan dari Hasi Polemik

 Komentator, para pencari cuan di dunia maya sering sekali membuat konten status yang menyindir tokoh, sepanjang hari menguak aib tokoh nasional yang pernah menjadi pemimpin bangsa.  Konsisten menjadi sosok antagonis, punya semangat lebih untuk memberi stigma betapa bobroknya perilaku orang itu berdasarkan data katanya dan berita hoaks. Ia telah membuat branding diri untuk konsisten menjadi musuh penguasa, musuh kaum tiran.

Kebencian"settingan" adalah upaya memuaskan diri untuk bersembunyi dari rasa kecewa karena yang dianggap idolanya telah membuat "ambyar"kepercayaannya pada tokoh tersebut. Yang tersisa kini adalah kebencian. Dengan akutnya kebencian entah hanya settingan atau sekedar penjenamaan diri musuh bagi penguasa yang penuh kebohongan.

Penulis berusaha netral. Tidak membabi buta menjadi fans seorang tokoh, mengalir saja. Komentar settingan di medsos tersebut menyadarkan penulis untuk tidak lagi sok-sokkan mencoba membuka konfrontasi dengan mereka. Belajar dalam lingkup literasi yang mendewasakan, tidak mudah terprovokasi, tidak mudah melontarkan kata-kata kasar dan makian terhadap mereka yang kebetulan berbeda pendapat dengan kita.

Penulis seperti tertohok. Dalam hati berkata, Ngapain terjebak dalam diskusi aneh di medsos, toh, mereka suka dengan konflik, memanfaatkan polemik untuk menaikkan jumlah follower, semakin banyak dikomentari akan semakin memungkinkan mendapatkan  adsen dari munculnya polemik di medsos tersebut.Penulis merasa  mereka netizen  keras kepala yang tidak mudah menerima "nasihat" selalu ada bantahan untuk mempertahankan apa yang telah di setting  oleh para komentator.

Sisi lain dari membaca komentar mereka saya bisa  belajar, betapa manusia Indonesia ini unik. Netizen Indonesia bisa menjadi gambaran beda banget dengan keseharian, galak di media sosial introvert di dunia nyata.

Akun kloningan bisa jadi adalah bagian dari buzzer yang senang  ada aktivitas"debat" yang sengaja dihidupkan agar selalu muncul polemik, memprovokai agar medsos selalu ramai dengan"perang" komentar. Dari pro konta netizen yang  mewarnai dunia medsos, masih banyak influencer yang berusaha memviralkan artikel bagus yang menetralisir opini publik yang terlanjur negatif.

Membaca Bijak tidak terjebak Polemik"receh"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun